Tuesday, 14 February 2012
OPOSISI SYRIA MINTA TOLONG PADA ISRAEL
(PASUKAN INGGRIS DAN QATAR TERLIBAT LANGSUNG DALAM PERTEMPURAN)
Televisi Israel, Channel 10, hari Kamis lalu (9/2) menyiarkan pesan dari anggota oposisi Syria yang menamakan diri “Syrian National Council (SNC)” kepada pemerintah Israel untuk membantu mereka menyingkirkan Presiden Bashar al Assad.
Dalam pesan tersebut anggota SNC yang bermarkas di Turki, Khaled Khoja, mengingatkan Israel bahwa negeri yahudi ini mendapatkan keuntungan besar dengan tumbangnya regim Bashar yang selama ini menjadi sekutu Iran, Hezbollah, and Hamas. Khoja menekankan bahwa membiarkan regim Bashar berkuasa sama dengan memberikan kemenangan pada Iran dengan segala kebijakannya yang mengancam keamanan Israel.
"Rakyat Syria meminta kepada komunitas internasional untuk mendukung dibentuknya zona pengaman dan "jalur keamanan" di Syria," papar Khoja kepada Israel.
TENTARA INGGRIS DAN QATAR TERLIBAT PERTEMPURAN DI HOMS
Sementara itu situs berita Israel yang dekat dengan kalangan inteligen Israel, Debkafile, melaporkan bahwa pasukan Inggris dan Qatar terlibat dalam pertempuran di kota Qoms.
"Empat pusat operasi telah dibangun di kota Homs dengan keberadaan pasukan darat yang akan menyiapkan penyusupan militer Turki ke Syria," lapor Debkafile.
Menurut situs tersebut keberadaan pasukan Inggris dan Qatar menjadi pembicaraan utama dalam pertemuan antara kepala inteligen Rusia, Mihkail Fradkov, dengan para pejabat Syria baru-baru ini di Damaskus.
Qatar selama ini tidak menyembunyikan hasratnya membantu oposisi Syria guna menyingkirkan regim Bashar al Assad. Pemimpin Qatar Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani pada pertengahan Januari lalu bahkan menyatakan ke publik bahwa negaranya siap mengirimkan pasukan ke Syria. Namun Inggris juga negara-negara barat lainnya secara diplomatik mengatakan tidak berniat melakukan intervensi militer atas Syria.
Menurut para pejabat Rusia skenario yang ingin dilakukan barat di Syria sama dengan yang mereka lakukan di Libya. Berdasar resolusi PBB yang memberi mandat kepada NATO untuk "hanya" menerapkan "no fly zone" atas Libya, Inggris, Perancis dan Qatar ternyata turut melibatkan pasukannya di darat hingga regim Moammar Ghadafi dengan mudah ditumbangkan. Kasus di Libya ini disinggung-singgung oleh Rusia dan Cina kala mereka memveto resolusi PBB yang salah satu poinnya memberi mandat kepada NATO untuk melakukan intervensi terbatas di Syria.
YANG BERTARUH ATAS KEJATUHAN ASSAD, AKAN KECEWA
Sementara itu sikap pemerintah Lebanon yang relatif netral dalam masalah Syria tampaknya membuat para pejabat kementrian luar negerinya gerah. Sebagai sekutu tradisional Syria mendesak mereka untuk memberikan dukungan pada Syria secara formal. Namun pemerintahan perdana menteri Najib Miqati lebih memilih "aman" dengan bersikap netral. Perbedaan "sikap" perdana menteri dengan para pejabat kemenlu tersebut tampak beberapa waktu lalu ketika menteri luar negeri Adnan Mansour menyatakan pendapatnya bahwa Lebanon harus mengambil sikap tegas (membela Syria). Dan minggu lalu deputi menlu Mikdad menunjukkan sikap kementrian luar negeri Lebanon dengan komentarnya yang cukup pedas tentang krisis Syria.
Menurut Mansour dalam pernyataannya kepada para wartawan asing di Beirut, Jumat (10/2), mengatakan bahwa mereka yang bertaruh atas kejatuhan pemerintahan Syria akan mengalami kekecewaan. Pernyataan tersebut merujuk pada rencana reformasi Syria yang segera akan dilaksanakan oleh presiden Bashar al Assad, yaitu referendum atas konstitusi baru serta pemilihan anggota parlemen yang akan diikuti oleh semua kekuatan politik Syria.
Sebaliknya Mansour mengecam para teroris asing dan pendukungnya yang sangaja membuat kekacauan dan tidak menginginkan reformasi di Syria.
"Kejahatan-kejahatan yang terus terjadi yang dilakukan kelompok-kelompok bersenjata terhadap masyarakat sipil membuktikan bahwa kelompok-kelompok ini dan pihak-pihak yang mendukungnya tidak menginginkan adanya keamanan dan reformasi di Syria dan akan terus melakukan konspirasi terhadap Syria," katanya.
Menurut Mikdad, sikap Rusia dan cina yang telah memveto resolusi PBB tentang Syria (poin pentingnya adalah pergantian kekuasaan di Syria dan ancaman intervensi bersenjata jika pergantian tersebut tidak terlaksana) berangkat dari kepercayaan mereka bahwa krisis di Syria hanya bisa diselesaikan secara damai dan dengan menghormati prinsip-prinsip dasar PBB.
Tidak luput Mikdad juga mengecam media-media asing yang telah memprovokasi situasi di Syria dengan tujuan mempengaruhi opini masyarakat yang berujung pada terpengaruhnya keputusan DK PBB.
Menurut Mikdad, eskalasi politik yang memanas dimulai setelah tim monitor Liga Arab yang dikirim ke Syria memberikan laporannya kepada "Ministerial Committee" Liga Arab yang ternyata tidak sesuai dengan keinginan beberapa anggota kunci Liga Arab (mengkonfirmasi bocoran laporan tim monitor Liga Arab yang menemukan fakta bahwa aksi-aksi kekerasan di Syria dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata asing, bukan oleh aparat keamanan Syria).
Ia juga mengecam sikap diam negara-negara yang selama ini menuntut "demokrasi" di Syria dan menuntut Bashar al Assad mundur, atas aksi-aksi teror yang terjadi di Syria, terakhir aksi pemboman di Aleppo yang menewaskan belasan warga sipil dan militer Syria. Hal ini menunjukkan negara-negara tersebut telah menerapkan politik standar ganda terhadap Syria.
Terakhir Mikdad menuduh beberapa negara tetangga (tanpa menyebut secara rinci) telah menyediakan tempat bagi kelompok-kelompok teroris bersenjata yang telah mengacaukan Syria.
"Suatu saat Syria akan menunjukkan dokumen-dokumen bukti persengkongkolan tersebut dan menuntut negara-negara itu untuk menyerahkan para pemimpin teroris serta ganti rugi atas kerugian yang terjadi di Syria," kata Mikdad.
Ref:
"AL Mull Action, Mikdad: Betting on Syria’s Downfall Betting on Failure"; almanar.com.lb; 12 Februari 2012
almanar.com.lb; 9 Februari 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment