Sunday 31 July 2016

Erdogan Angkat Bicara, Hubungan Turki-Amerika Makin Memburuk

Indonesian Free Press -- Kepala Staff Gabungan Amerika Jendral Joseph Dunford melakukan kunjungan dadakan ke Turki setelah hubungan Amerika dengan Turki semakin membahayakan setelah Presiden Erdogan secara terang-terangan menuduh Amerika terlibat dalam kudeta gagal dua pekan lalu.

Veterans Today melaporkan, Sabtu (30 Juli), Jendral Dunford, terbang ke Turki hari Minggu (31 Juli), menyusul tuduhan serius Erdogan pada hari Jumat (29 Juli). Pejabat-pejabat Turki menyebutkan bahwa Dunford akan bertemu para pejabat Turki secara langsung, setelah sebelumnya ia mengadakan pembicaraan lewat telepon dengan Kepala Staff Gabungan Turki Hulusi Akar, tulis media pro-pemerintah Turki Daily Sabah.

Pada hari Jumat Presiden Recep Tayyip Erdogan terang-terangan menuduh Komando Tertinggi Amerika 'berpihak pada para pelaku kudeta,” dan 'jendral bintang empat' Amerika mengetahuinya. Demikian ia menunjuk peran Kepala Staff Gabungan Amerika.

Lebih jauh, Erdogan menyebut Amerika terlibat langsung dalam kudeta tersebut.

"Rakyat Turki tahu siapa di balik kudeta ini.... mereka tahu siapa inteligen superior di belakang ini semua dan dengan pernyataan-pernyataan ini Anda membuka kedok Anda sendiri,” kata Erdogan.

Pada hari Kamis ribuan demonstran anti-Amerika mengepung pangkalan udara NATO di Incirlik yang menjadi salah satu pusat gerakan kudeta gagal. Mereka berteriak-teriak "matilah Amerika!" dan menuntut pengusiran pasukan Amerika dari Turki.

Sehari kemudian, atau hari yang sama Erdogan mengeluarkan pernyataan, seorang pejabat penyidikan Turki menuduh FBI dan CIA telah melatih dan mempersenjatai kelompok 'Gulenist Terror Organization (FETO). Hal ini memicu terjadinya kegaduhan di media-media sosial Turki dan sejumlah anggota parlemen menyerukan hukuman mati terhadap 'para pengkhianat Amerika’ dan penutupan pangkalan NATO di Incirlik.

Tuduhan bahwa Amerika terlibat dalam kudeta dengan melindungi musuh Erdogan dalam pengasingan, Fethullah Gulen, muncul pertama kali tanggal 16 Juli, atau hari yang sama kudeta yang gagal terjadi. Menteri Tenaga Kerja Turki, dalam wawancara dengan televisi Turki HaberTurk, mengatakan, "Amerika berada di belakang kudeta ini.”

Hal ini disusul kemudian oleh Perdana Menteri Binali Yildirim, yang secara tersirat mengancam Amerika dengan mengatakan bahwa Turki siap berperang melawan negara yang berpihak kepada Gulen. Sementara Gulen sendiri tinggal di Amerika.

Minggu ini media pro-pemerintah Yeni Safak menurunkan gambar pejabat NATO asal Amerika Jendral John F. Campbell di halaman depan dengan judul “Orang yang Berada di Balik Kudeta Gagal di Turki.”

Hanya beberapa jam kemudian terjadi kerusuhan yanga berujung kebakaran hebat di pangkalan udara Amerika di Izmir di barat Turki. Sejumlah pejabat Turki menyebut aksi itu adalah akibat dari “sabotase anti-Amerika,” tulis Veterans Today mengutip keterangan laporan media-media Turki.(ca)

No comments: