Monday 19 September 2016

Incar Dana Zakat, Jokowi Buktikan Tak Bisa Kerja

Indonesian Free Press -- Jokowi kembali lagi membuktikan dirinya sebagai 'tukang ngibul'. Sesumbar bahwa keuangan negara tidak dalam masalah dan mengandalkan slogan 'Kerja, Kerja, Kerja!', dalam masa kampanye lalu, kini ia mengincar dana zakat untuk membiayai APBN. DPR pun langsung menolak rencana itu.

Seperti dilaporkan POS-METRO.COM, 16 September lalu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid menentang rencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang ingin menggunakan dana zakat umat Islam untuk mengentaskan kemiskinan.

"Kenapa baru sekarang ketika sedang defisit APBN?, apakah ketika sedang melimpah dana, pemerintah memberikan dana dan pembinaan yang cukup kepada Baznas?," katanya kepada wartawan, Kamis (15 September) lalu.

Tak semudah itu, lanjut dia, dana zakat umat Islam diintervensi pemerintah dengan berbagai alasan.

"Mobilisasi dan distribusi dana zakat infaq sodaqoh ada syarat-syarat syariah yang tidak semuanya bisa diintervensi oleh pemerintah," tegasnya.

Keinginan pemerintah tersebut, ungkapnya, bukan kali ini saja terjadi. Namun, jauh sebelumnya intervensi pemerintah pernah terjadi.

"Pemerintah dari dulu sering dikritik mau terlibat lebih dalam untuk kegiatan syariah yang subur dananya seperti haji dan zakat. Zaman orde baru bazis dikuasai sepenuhnya oleh birokrasi, zaman awal reformasi baznas dikembalikan kepada masyarakat. Dan sekarang zaman Jokowi seperti mau kearah sana lagi," terang dia.

Saat ditanya apakah rencana tersebut akan ditolak DPR, Sodik menegaskan selain harus ditolak, pemerintah seharusnya adil dalam artian semua agama selain Islam pun harus dimintai zakatnya.

"Harus ditolak. Negara seharusnya memberantas kemiskinan lewat uang negara yang berasal dari pajak dan pemasukan negara lainnya. Ormas semua agama harus menolak rencana itu karena pemerintah bukan hanya akan menggandeng lembaga dana umat Islam (baznas) tapi juga lembaga dana semua ummat beragama lainnya," pungkasnya.


Pimpinan MPR Kritik KPK Soal Penangkapan Ketua DPD
Sementara itu Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) menantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus yang lebih besar dibandingkan penangkapan Ketua DPD Irman Gusman. Ada kasus-kasus lain yang nilai dugaan suapnya jauh di atas Rp 100 juta.

Diberitakan sebelumnya, KPK menangkap tangan Irman Gusman di rumah dinasnnya, di Jakarta, Sabtu (17 September) dinihari. Dalam penangkapan itu, tim KPK berhasi mengamankan uang tunai yang diduga sebagai bukti suap sebesar Rp 100 juta.

Hidayat menyorot kecilnya nilai suap dalam penangkapan itu. Dia pun menantang KPK untuk mengusut kasus, dengan nilai dugaan suap yang jauh lebih besar dari kasus Irman Gusman.

"Jangan hanya Rp 100 juta, usut juga Sumber Waras," ucap Hidayat di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Minggu (18 September), seperti dilaporkan POS-METRO.COM.

Menurut Hidayat, KPK harus berani menelusuri sampai ke akar semua dugaan kasus korupsi yang merugikan rakyat.

"KPK harus berani usut kasus-kasus besar," tegasnya.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

Smg negri ini sllu dlm lindunganNYA..