Friday 2 September 2016

Media Massa-Media Massa 'Bajingan'

Indonesian Free Press -- Ini adalah tulisan yang paling tepat untuk menggambarkan dunia media massa internasional, tentunya termasuk Indonesia, ketika media massa hanya menjadi 'corong' kepentingan para penjahat. Tulisan ini adalah 'A Crooked Mile' yang ditulis penulis Rusia berdarah yahudi Israel Shamir, di situs 'The Unz Review' pada 24 Agustus 2016.

"Crookedness is a professional problem for the media," tulis Shamir.

Karena terlalu menarik untuk dihilangkan bagian-bagiannya, dan terlalu berharga untuk ditunda penyampaiannya, IFP sengaja menuliskannya secara berseri.

"Di masa lalu seorang jurnalis memiliki pilihan. Ia bisa bekerja di media massa pendukung Partai Buruh, Konservatif, atau Liberal. Saat ini tidak ada bedanya: semua media massa Inggris termasuk Guardian membenci Jeremy Corbyn, pemimpin Partai Buruh. Di Amerika semua media massa membenci Trump. Tidak ada lagi pilihan bagi para penulis atau pembaca!"

Shamir pun mengisahkan peristiwa kudeta di Rusia bulan Agustus 1991, lebih tepatnya 'drama kudeta' yang menjadi pemicu runtuhnya kekuasaan regim Uni Sovyet.

"Drama ini berlangsung selama tiga hari. Para master media massa memproduksi dan menyiarkan pertunjukan menarik tentang orang-orang yang bangkit melawan tirani, orang-orang yang nekad menahan tank-tank, dan penghancuran sebuah patung atau dua dari para penindas. Kita telah melihat pertunjukan yang sama di Maidan Kiev atau Lapangan Tahrir di Kairo, dana juga di Baghdad. Hasilnya adalah sama-sama menyedihkan," tulisnya lagi.

"Ada kolusi antara regim lama Uni Sovyet dengan 'Masters of Discourse', antara KGB dan CNN. Sebuah komite darurat regim lama dibentuk yang bertindak seperti srigala tua. Mereka mengirim tentara dan tank-tank ke Moskow, namun tidak berani menangkap Yeltsin. Tank-tank tidak menembak ke arah demonstran dan hanya menjadi tontotan menarik," tambah Shamir.

Intinya, sama seperti halnya gerakan Arab Spring 2010-2011, Revolusi Ukraina Februari 2014, Reformasi Indonesia 1998, Revolusi Hijau Iran 2009 dan 'revolusi-revolusi warna' lainnya semua dikendalikan oleh para pemodal internasional dan penguasa di balik layar. Semua revolusi itu menampilkan pertunjukan yang menarik, heroik dan mengharukan, namun semua hasilnya (kecuali Revolusi Hijau Iran yang gagal) adalah menyedihkan bagi rakyat.

"Adalah menarik melihat aksi heroik orang-orang menghancurkan patung Felix Dzierzynski di Moscow (sama seperti patung Saddam Hussein di Baghdad), namun, kehidupan produktif dan aman di Rusia juga hancur. Kekayaan Uni Sovyet yang besar yang dikumpulkan oleh kerja keras generasi demi generasi rakyat Rusia, jatuh dan dibagi-bagikan kepada sekelompok 'oligarchs' yang umumnya adalah yahudi. Orang-orang kaya menjadi sangat kaya, sementara kelas menengahnya hancur."

"Angka harapan hidup warga Rusia jatuh menjadi hanya 58 tahun, 15 juta orang laki-laki dan perempuan meninggal oleh perubahan cepat yang buruk itu. Jumlah penduduk berkurang dengan cepat. Ada 150 juta warga Rusia sebelum revolusi 1991, angkanya menjadi 142 juta setelah revolusi, dan saat ini baru bisa mencapai 146 juta orang.

Dikurangi lagi dengan angka imigrasi, angkanya lebih kecil lagi. Industri telah hancur. Ilmu pengetahuan, seni, film, theatre, media massa juga hancur kecuali mereka yang dikendalikan para 'oligarchs.'"

"Mengapa jutaan warga Rusia yang berpendidikan bisa ditipu seperti ini?"

Shamir pun menyalahkan media massa. Ketika 'pengkhianat' Mikhail Gorbachev memutuskan menyerah kepada barat, ia membebaskan kontrol atas media massa yang sebelumnya terkendalikan dengan ketat oleh pemerintah. Agen-agen barat seperti Alexander N Yakovlev pun mengusai media massa, dan dalam beberapa tahun semua media massa Rusia melakukan rekayasa sosial dengan pesan sederhana: komunisme adalah kesalahan dan kejahatan, kapitalisme dan Amerika adalah kawan yang menyenangkan. Terima mereka, maka kita semua akan hidup seperti di Swiss.

"Rakyat Rusia sangat naif. Mereka tidak percaya media massa lama namun tidak memiliki imunitas terhadap media-media massa baru yang sama totaliternya dengan media-media massa lama. Hanya biasnya yang berubah. Mereka percaya bahwa Pravda telah berbohong, namun tidak percaya bahwa New York Times juga berbohong."

"Maka, saya percaya bahwa media massa bisa meyakinkan orang-orang untuk bertindak melawan kepentingan mereka sendiri."

Menurut Shamir, cerita yang sama dengan Rusia terjadi di Amerika. Media-media massa utama yang totaliter, yang terkonsentrasi pada beberapa orang yahudi, akan membawa Amerika ke neraka.

"Rakyat Amerika harus tahu bahwa mereka akan kehilangan negerinya. Koalisi minoritas (yahudi) akan memperkuat kekuasaan para bankir, militer dan penjahat. Pengalaman tahun 1991 mengajarkan saya bahwa sangat sulit melawan 'Masters of Discourse'. Namun tetap masih ada harapan, karena para bajingan itu telah membuang payung imparsialitasnya," tulis Shamir.(ca) ***

(bersambung)

2 comments:

Kasamago said...

Media mjndi slh satu pilar pnting dlm bernegara. Dtengah cengkraman media massa globalis, wajib ada media alternatif sbg penyeimbang..

Unknown said...

Media masa harus di batasi pada m
Penyiaran yg mendidik kebebasan justru merusak budaya jelas tontonan jadi tuntunan malah tuntunan menjadi tontonan ketahanan masyarakat menjadi rapuh Iran menempatkan media Tv di bawah pengawasan langsung Rahbar ayatullah Ali Khamenei Revolusi hijau tak berhasil media massa kalah dgn media mesjid karna diiran dua jam sebelum khotbah mereka isi berita berita terkini diiran jadi arah revolusi terarah yg ribut cuma di Teheran cuma sebagian kecil di blow up oleh media asing ya pengikut Ahmad dinejad ratusan ribu oposisi cuma sedikit oleh media asing di balik yg seru ya diluar Iran beritanya kalo diiran ya tak begitu besar sampai basij turun tangan yg paling aman mengerahkan anak anak umur 10 sebelas tahun bawa ketapel membubarkan demonstran para demonstran tak berkutik kalo sampai anak anak mereka serang ya kebangetan cari susah ya irgc yg turun tangan nampak sekali gerakan oposisi mau mengacau katanya curang di suruh gugat ke KPU tak mau malah ribut nya ke media massa di suruh buktikan dan hitung ulang tak mau maunnya nuntut pemilu ulang memangnya make duit embahnya tipenya sama belum lagi nuntut referendum ulang jadi mintanya yg macam macam kini makin lama permintaan kaum reformis yg aneh aneh mau tunduk ke barat dalam perjalanan nampak kalau Amerika majikan kaum reformis sebagai negara munafik paling tak bisa dipercaya ya bahasa rudal itulah jawabannya