Tuesday, 13 September 2016

Presiden Filipina: Amerika Harus Pergi

Indonesian Free Press -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte semakin keras bersuara menentang dominasi Amerika. Setelah menyebut Dubes Amerika dan Presiden Barack Obama sebagai 'anak pelacur' dan 'homoseks', kini ia menyerukan Amerika untuk pergi dari wilayah Filipina.

"Saya tidak ingin bermusuhan dengan Amerika, tapi mereka harus pergi," kata Duterte perihal keberadaan personil militer Amerika di Filipina Selatan dalam kampanye anti-terorisme, seperti dilansir Veterans Today hari ini (13 September).

Presiden Filipina menuduh keberadaan militer Amerika di Filipina selatan telah memicu ketegangan di wilayah yang mayoritas adalah muslim itu. Selama ada pasukan Amerika tidak akan ada perdamaian di Filipina.

Duterte menyebutkan bahwa sejak lebih dari 100 tahun yang lalu Amerika telah berusaha memarginalkan kaum Muslim di Mindanao dan Filipina selatan dan hal itu telah menimbulkan kebencian warga setempat kepada Amerika dan ketegangan sosial dengan warga Katholik yang merupakan mayoritas di Filipina.
"Selama kita tinggal bersama Amerika, kita tidak akan pernah mendapatkan perdamaian di pulau itu (Mindanao)," kata Duterte, Senin (12 September) seperti dilansir Associated Press.

Amerika sempat menjajah Filipina pada pergantian abad 19 dan 20, setelah mengusir Spanyol dari negara itu. Namun perjuangan bersenjata rakyat Filipina akhirnya berhasil membebaskan Filipina dari kolonialisme Amerika pada tahun 1946.

Dalam pernyataan pers tersebut Duterte menunjukkan foto-foto lama yang memperlihatkan korban kekejaman kolonialis Amerika di Filipina.

Menurut Duterte pasukan Amerika akan mendapatkan kesulitan jika tidak meninggalkan Filipina karena kebencian warga Mindanao kepada mereka.

Namun, meski bersuara keras, pemerintah Filipina tidak pernah mengeluarkan pernyataan resmi kepada Amerika yang menjadi dasar bagi penarikan pasukan Amerika dari Filipina.

Jubir Kemenlu Filipina John Kirby, seperti dilaporkan Reuters perihal pernyataan Duterte itu mengatakan bahwa Amerika tidak pernah mendapatkan pernyataan resmi dari pemerintah Filipina perihal pasukan Amerika di Filipina Selatan.

Terkait hal ini Joseph Cheng, pakar politik Hong Kong City University, mengatakan kepada Russia Today bahwa Duterte hanya melakukan perang psikologis untuk meraih popularitas di negaranya. Di sisi lain, ia ingin berunding dengan Cina terkait sengketa teritorial di Laut Cina.

"Ia mungkin ingin memulai negosiasi dengan Beijing perihal sengketa teritorial, dengan tujuan meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara, juga kemungkinan untuk mendapatkan bantuan ekonomi dari Beijing,” kata Cheng.

Pasukan khusus Amerika berada di Mindanao sejak tahun 2002 berkaitan dengan kampanye perang melawan terorisme. Sebagian besar pasukan Amerika telah pergi pada tahun 2015, namun sejumlah pasukan lainnya masih tinggal sebagai 'penasihat militer'. Awal tahun lalu parlemen Filipina mempertanyakan peranan militer Amerika dalam insiden berdarah yang menewaskan puluhan pasukan khusus anti-teror di Filipina Selatan. Pasukan Amerika dituduh sengaja menjebak pasukan Filipina. Namun hingga saat ini tidak ada tindakan apapun dari pemerintah Filipina atas insiden berdarah ini.

Hubungan Duterte dengan pemerintahan Barack Obama memburuk akhir-akhir ini setelah Obama dan pejabat-pejabat Amerika mengecam tindakan keras polisi Filipina dalam kampanye memberantas perdagangan narkoba.

Polisi Filipina mengklaim telah menewaskan 1.466 pelaku perdagangan narkoba dan 1.490 lainnya tewas akibat perang narkoba antar sesama pengedar.

“JUmlah polisi yang terlibat dalam operasi 'Oplan Double Barrel' telah mencapai 17.389 personil, dengan hasil menewaskan 1,466 pedagang narkoba dan menangkap 16.025 tersangka narkoba,” kata jubir kepolisian Filipina Dionardo Carlos, Minggu (11 September), seperti dilnsir Philippine Star.

Dalam KTT GG20 Summit di Cina baru-baru ini Presiden Barack Obama membatalkan pertemuan dengan Duterte setelah yang terakhir ini menyebut Obama sebagai “Anak pelacur.” Duterte kemudian membantah telah mengatakan hal itu.(ca)

"Aku mengatakan itu, tapi bukan untuk Obama… Saya tidak bermusuhan dengan Amerika,” kata Duterte.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

dibwah duterte, Filipina dpt menjadi mitra terbaik RI dlm menghadapi Narkotika, Pembajakan, Radikalisme, dan ancaman LCS..

sepak terjang Duterte bagaaikan Presiden Suharto..