Indonesian Free Press -- Pada saat 1.000 delegasi, termasuk kelompok-kelompok oposisi tengah bersiap-siap mengikuti konperensi internasional tentang Suriah di Sochi, Rusia, 18 November mendatang, dua berita mengejutkan muncul. Yang pertama adalah pengunduran diri Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri, dan kedua adalah pembersihan besar-besaran pemerintahan Saudi Arabia.
Seperti dilaporkan media-media internasional, pada hari Sabtu (4 November), melalui televisi Saudi Arabia dan berlokasi di negara itu, Saad Hariri yang kelahiran Saudi dan memiliki kewargaan ganda, mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya karena alasan keamanan setelah merasa nyawanya terancam oleh plot Hizbollah dan Iran. Pada hari yang sama aparat keamanan Saudi Arabia, atas perintah Raja menahan sejumlah besar pejabat penting, termasuk beberapa menteri dan pangeran, dengan tuduhan korupsi.
Tidak terlalu sulit untuk mengeluarkan sangkaan bahwa kedua peristiwa itu berkaitan dengan sikap Saudi Arabia yang tengah melakukan 'reposisi' setelah kekalahan menyakitkan atas petualangannya bersama Israel dan Amerika di Suriah. Ini seperti tulisan Alastair Crooke di situs Consortium News tanggal 4 November, berjudul 'Israeli-Saudi Tandem Adjusts to Syria Loss'.
Bagi penguasa Saudi, langkah pertama untuk melakukan reposisi adalah konsolidasi kekuasaan Mohammad bin Salman selaku Putra Mahkota calon pengganti Raja Salman yang sudah uzur dan sakit-sakitan. Dan itu dilakukan dengan menyingkirkan orang-orang dalam lingkar kekuasaan yang dianggap menghalang-halangi ambisi Mohammad bin Sultan. Seperti dilaporkan media Arab Al Mayadeen, Sabtu (4 November), di antara mereka yang ditangkap itu adalah Pangeran Al-Waleed bin Talal. Selain itu juga ditahan komandan pasukan Garda Kerajaan Miteb Bin Abdullah, Menteri Ekonomi dan Perencanaan Adel Fakeih, dan Panglima Angkatan Laut Admiral Abdullah bin Sultan bin Mohammed Al-Sultan. Mereka adalah bagian dari 10 pangeran dan pejabat setingkat menteri yang ditahan.
Al-Waleed bin Talal adalah salah satu manusia terkaya di dunia, pemilik saham Citi Corp, News Corp, dan Twitter. Ia adalah salah satu pembentuk opini terkemuka Amerika karena kepemilikan sahamnya di News Corp, sehingga sering menjadi narasumber media-media terkemuka Amerika. Namun, karena posisinya itu pulalah maka ia juga menjadi salah satu musuh Presiden Donald Trump, ketika selama masa kampenye Amerika tahun lalu ia terlibat perang kata-kata sangat keras dengan Trump.
Ketika posisi Saudi tidak lagi kuat di mata Amerika setelah berakhirnya ketergantungan minyak Amerika kepada Saudi, serta kekalahan telak di Suriah disertai semakin kuatnya kedudukan Iran dalam persaingan politik kawasan, mau tidak mau Saudi harus mengambil hati Donald Trump. Mungkin karena itulah sehingga Al-Waleed menjadi sasaran pertama penangkapan.
Selanjutnya, Saudi pun memaksa Saad Hariri untuk mengundurkan diri. Dengan langkah ini konflik internal di Lebanon tercipta sehingga Saudi bisa meraih keuntungan dengan terikatnya tangan Hizbollah di dalam negeri Lebanon. Selain itu, situasi chaos yang tercipta juga akan menyembunyikan langkah Saudi memobilisasi kekuatan di perbatasan Suriah-Irak dan perbatasan Yordania, bersama Amerika, Israel dan sisa-sisa ISIS.
"Sumber-sumber kami menyebutkan bahwa langkah Hariri itu merupakan tanda dari dimulainya putaran baru konflik setelah eksperimen ISIS mendekati akhir," tulis Consortium News dalam laporannya.
"Kami percaya bahwa perang baru tengah dipersiapkan di Lebanon dan Kurdistan dimana basis-basis bagi perang lebih besar telah tercipta. Sasarannya sepertinya, dan ini bukan pertama kalinya, adalah kekacauan," tambah tulisan itu.(ca)
1 comment:
Dan pastinya, rencana Saudi pun telah terbaca dan kemenangan hanyalah impian semua bagi rezim ini
Post a Comment