Friday, 17 November 2017

Saudi Khianati Palestina untuk Serang Iran

Indonesian Free Press -- Saudi Arabia telah siap untuk menyerahkan sepenuhnya masalah Palestina kepada Israel demi ambisinya untuk menghantam Iran.

Seperti dilansir situs Moon of Alabama, 15 November, sebuah memo rahasia yang bocor dan dipublis oleh media Lebanon Al Akhbar menyebutkan bahwa Saudi Arabia telah bersedia untuk menyerah atas tuntutan atas hak kembali warga Palestina dan status Jerussalem sebagai ibukota Palestina sepenuhnya. Dengan kata lain, Saudi tidak lagi mendukung Palestina dalam urusannya dengan Israel. Sebagai kompensasi, Saudi meminta dukungan penuh Amerika dan Israel untuk melawan Iran.

Meski mengaku memo tersebut belum diverifikasi dan dikonfirmasi, Al Akhbar memiliki reputasi baik sebagai media yang sering mempublis dokumen-dokumen rahasia yang kemudian terbukti valid.


Dalam laporannya, Moon of Alabama menyebut sejumlah negosiasi intensif dilakukan oleh para pejabat Saudi, Israel dan Amerika dalam masalah ini. Di antara mereka yang terlibat adalah Putra Mahkota Saudi Arabia Mohammad bin Salman, Penasihat Presiden Amerika Jared Kushner hingga PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Amerika Donald Trump.

Menurut laporan itu, untuk mewujudkana rencana itu pemimpin Palestina Mahmoud Abbas telah dipanggil ke Saudi untuk dimintai persetujuannya. Abbas tentu saja menolak rencana itu karena hal itu berarti pengkhianatan terang-terangan terhadap Palestina dan ia tidak memiliki kredibilitas lagi sebagai pemimpin. Sejumlah media independen pun menyebut ia kini menjalani 'tahanan rumah' di Saudi Arabia sebagaimana Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri.

Laporan ini diperkuat oleh situs Middle East Monitor (MEMO), yang menulis, "Putra Mahkota Saudi Mohamed Bin Salman telah mengatakan kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas bahwa ia harus mendukung kesepakatan Donald Trump atas penyelesaian konflik Israel-Palestina, atau mundur dari jabatan," tulis MEMO, 14 November lalu.

Selain itu, Iran juga menjadi perhatian penting dalam kesepakatan yang ditawarkan kepada Abbas, yaitu pemutusan hubungan dengan HAMAS dan Iran.

Pada tanggal 6 November PM Israel Netanyahoo mengirim surat, yang sengaja dibocorkan, kepada duta-duta besar Israel di sejumlah negara penting untuk mendukung rencana Saudi di Lebanon, Yaman dan lain-lain. Pada hari yang sama Presiden Trump memuji Raja dan Putra Mahkota Saudi melalui Twitter: "Saya sangat percaya dengan Raja Salman dan Putra Mahkota Saudi Arabia, mereka tahu dengan tepat apa yang harus dilakukan…." Media-media Saudi pun gencar memberitakan hal ini.

Semua ini terjadi setelah media-media Israel, pada Oktober lalu mengkonfirmasi kedatangan Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Sultan ke Israel, sementara New York Times awal November ini melaporkan kedatangan Penasihat Presiden Amerika Jared Kushner ke Saudi dan menghabiskan waktu berhari-hari bersama bin Sultan.

Pada 11 November New York Times yang dikenal sebagai media oposan atas kepemimpinan Donald Trump, melaporkan bahwa Amerika telah merancang 'rencana perdamaian' Palestina-Israel, meski tidak menjelaskan secara lengkap isi rancangan damai itu. Disebutkan bahwa peluang diterimanya rencana sangat kecil.

Hal ini tentu bisa dimengerti, karena isyu kemerdekaan Palestina yang mencakup hak kembali ke negaranya bagi ratusan ribu pengungsi serta hak memiliki Jerussalem sebagai ibukota, merupakan hal yang sangat fundamental bagi seluruh banga Arab. Arab Saudi tentu tidak akan berani menentang aspirasi tersebut kecuali ia mendapatkan dukungan penuh Amerika dan Israel untuk menghadapi 'musuh besar'-nya, yaitu Iran. Demikian tulis Alabama Moon. Dan demi rencana besar itu pulalah, Saudi melakukan pembersihan terhadap orang-orang yang dianggap bisa menjadi batu sandungan dan menahan Perdana Menteri Saad Hariri setelah sebelumnya memaksanya untuk mundur.

Dalam memo yang ditulis Menlu Saudi Adel Al-Jubeir itu disebutkan lima 'langkah' sebagai berikut:

Pertama Saudis menginginkan 'hubungan yang setara' antara Saudi dengan Israel. Dalam konteks militer, Saudi menuntut untuk bisa memiliki senjata nuklir seperti Israel.

Kedua, sebagai kompensasi langkah pertama, Saudi Arabia akan menggunakan pengaruh diplomatiknya untuk mewujudkan 'rencana damai' Palestina-Israel yang diinginkan Israel dan Amerika. Di antaranya adalah mendesak status Jerussalem tidak menjadi ibukota Palestina, namun menjadi kota internasional yang dikelola PBB. Sedangkan hak kembali bagi para pengungsi Palestina akan diganti dengan hak kewarganegaraan di negara dimana mereka mengungsi.

Ketiga, setelah tercapai kesepakatan antara Palestina dengan Saudi-Israel-Amerika, dilakukan konperensi para menlu negara-negara di kawasan untuk merancang negosiasi akhir.

Keempat, dengan menggunakan kekuatan ekonomi Saudi dan media massa zionis publik negara-negara Arab dikondisikan untuk menerima rencana perdamaian.

Kelima, terkait dengan Iran, Saudi dan Israel harus bersatu-padu menghadapi bersama.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

Dunia internasional sadar siapa rezim Saudi sesungguhnya.. tak ubahnya Pion yg mudah di permainkan dan di korbankan..