Saturday, 3 February 2018

Apa makna dari ayat-ayat 'Alif Lam Mim'?

Indonesian Free Press -- Tidak ada seorang pun yang berani mengklaim mengetahui arti dari ayat-ayat 'Alif Lam Mim' atau 'ayat-ayat tak bermakna' lainnya di dalam Al Qur'an. Mungkin saja orang-orang tertentu seperti Rosulullah, wali-wali dan orang-orang suci mengetahui maknanya. Namun karena ayat-ayat itu memang memang sengaja dirahasiakan maknanya bagi manusia, maka akan tetap menjadi misteri hingga kiamat nanti.

Lalu, untuk apa ayat-ayat itu diberikan kepada manusia?


Ayat-ayat ini seolah-olah mengatakan kepada manusia bahwa Allah tidak terikat oleh apapun, termasuk oleh manusia. Ayat-ayat itu sekaligus memberi pesan bahwa ilmu Allah jauh lebih tinggi dibandingkan ilmu manusia. Ketika manusia hampir bisa mengklaim telah mampu memahami ayat-ayat Allah seperti yang tertulis di dalam Al Qur'an, tiba-tiba muncul ayat-ayat misterius yang tidak bisa difahami maknanya.

Ayat-ayat itu seperti fenomena anomali air di dalam sains. Ketika manusia hampir mengetahui hukum alam yang menetapkan bahwa volume suatu zat atau benda berbanding lurus dengan suhunya, tiba-tiba muncul fenomena anomali air yang seketika merobohkan teori itu.

Manusia adalah mahluk yang gampang untuk lupa diri, menjadi sombong dengan ilmu, kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya. Sejarah manusia yang berumur ribuan tahun dipenuhi dengan kisah-kisah manusia seperti itu.

Saya baru berkenalan di dunia maya dengan seorang wartawan dan penulis hebat yang sudah ratusan kali menulis artikel, essay dan opini di media-media besar nasional. Ia mengaku, pernah dalam sehari empat tulisannya muncul di empat media nasional berbeda. Dan saat ini, dua orang guru besar dan dua mantan menteri menjadi klien-nya sebagai seorang 'ghost writer'.

Ia kini tengah terobsesi dengan teori tentang alam roh, dimana roh-roh bisa direkayasa sedemikian rupa untuk kepentingan manusia. Gara-garanya, ia membaca artikel tentang fenomena 'ekstra sensory perception' dan berteman dengan seorang 'ilmuwan' yang kerja sambilan sebagai 'peneliti roh kodok', yang kerjanya membedah kodok-kodok dan 'menangkap' rohnya, kemudian menyimpannya di dalam botol-botol. Ia mengabaikan peringatan Allah, bahwa manusia tidak memiliki pengetahuan sama sekali tentang roh, kecuali sedikit. Dan siapa bisa menjamin bahwa roh-roh yang ditemukan peneliti kodok itu bukan jin dan setan yang menyamar?

Sedemikian percaya ia dengan teori-teori itu sehingga kemudian ia menjadi seorang 'liberalis' sejati, yang merelatifkan semua hukum-hukum Tuhan dan nilai-nilai agama. Sudah bisa diduga, ia juga seorang 'ahoker' dan 'jokower' sejati. Padahal dahulu ia adalah seorang santri.

Pada saat yang hampir sama saya juga berkenalan dengan seorang atheis, hanya karena ia sedikit memahami tentang teori mekanika kuantum. Dengan ilmunya itu, ia kemudian merasa telah memahami semua teori fisika, dan kemudian dengan sombongnya mengatakan bahwa alam tercipta dengan sendirinya dan menafikan keberadaan Tuhan. Sedemikian bencinya pada 'agama', ia sampai lupa, atau memang terlalu pandir untuk memahami, bahwa ilmu pengetahuan yang ada saat ini merupakan peradaban manusia berdasar nilai-nilai agama. Apa jadinya bila tidak ada ilmuwan-ilmuwan Islam yang meletakkan dasar-dasar ilmu penghitungan matematika modern? Mungkin saat ini kita masih berada di abad kegelapan. 

Dan keyakinannya bahwa alam semesta tercipta dengan sendirinya, justru menandakan kebodohan atau kemunafikannya. Sampai saat ini pun belum ada ilmu pengetahuan yang bisa menjelaskan, bagaimana dari sebuah 'ledakan besar' (big bang) bisa tercipta tata surya yang sangat kompleks seperti matahari dan planet-planetnya termasuk bumi? Kemudian, bagaimana dari tata surya matahari bisa tercipta geo-sistem yang multi-kompleks seperti bumi? Kemudian, bagaimana dari sebuah planet yang mati bisa muncul kehidupan yang multi-multi-multi kompleks seperti mahluk-mahluk hidup di bumia?

Bahkan Albert Eistein mengatakan, alam semesta tidak tercipta seperti sebuah lemparan dadu. Alam semesta sangat sangat sangat complicated, kompleks dan canggih, yang tidak mungkin tercipta secara kebetulan dan membutuhkan suatu perencanaan yang sangat canggih, yang hanya mungkin bisa dilakukan oleh Tuhan.

Percaya bahwa alam semesta tercipta dengan sendirinya adalah sebuah kebodohan, karena itu berarti percaya pada suatu ilusi belaka.

Ayat-ayat tidak bermakna itu sejatinya justru memiliki makna yang sangat besar, sangat essensial. Bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Besar, Maha Mengetahui dan maha segalanya. Sedangkan manusia, hanyalah setetes air di tengah-tengah samudra, bahkan lebih kecil lagi.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

Allah Maha Besar, Maha atas segslsega