Sunday 25 February 2018

Tamu yang Kurang Ajar

UNITED MUSLIM CYBER ARMY©
Kebijakan Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk tidak mengizinkan warga non pribumi memiliki tanah di Yogyakarta terus menuai reaksi keras.
Reaksi itu umumnya datang dari mereka yang memaknai kata "non pribumi" secara sempit. Mereka juga biasanya bukan warga asli Yogyakarta yang memahami keputusan Sri Suktan sebagai bentuk kearifan lokal untuk menjaga dan menjamin kesejahteraan warga asli Yogyakarta.

Keputusan Sri Sultan, tentu bersasar pada pengalaman panjang beliau ketika menghadapi warga dengan berbagai karakter khas mereka.
Keputusan Sri Sultan yang dulu dianggap sebagai hak prerogatif Raja, kini dipersoalkan sebagai bentuk intoleransi. Maka mulailah berbagai isu dilancarkan untuk menghajar Sri Sultan. Tak berhenti sampai di situ, serangan dalam bentuk fisik dan teror sosial pun terus dilancarkan untuk menggoyang kokohnya prinsip Raja Yogya ini.
Namun sayang, berbagai serangan itu tak mampu menghancurkan kepercayaan publik Yogyakarta kepada raja mereka. Isu, serangan, dan upaya adu domba hilang begitu saja. Tak berhenti sampai di situ, upaya hukum pun dilakukan untuk menggugat Sri Sultan.
Kali ini, seorang warga bernama Handoko berupaya menggugat dengan dalih keputusan Sultan mengandung unsur diskriminasi.
Keputusan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang didasarkan pada keputusan ayahandanya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan dituangkan secara formal dalam Surat Instruksi Wakil Gubernur DIY Nomor 898/I/A/1975 tentang Larangan Kepemilikan Hak atas Tanah bagi Warga Nonpribumi di DIY digugat oleh Handoko pada 7 September 2017.
Gugatan Handoko ternyata ditolak mentah-mentah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Putusan ini dibacakan majelis hakim yang diketuai Cokro Hendro Mukti dengan hakim anggota Nuryanto dan Sri Harsiwi dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta pada Selasa, 20 Februari 2018. "Iya benar, hasil sidang kemarin seluruh permohonan penggugat ditolak," ujar Sari Sudarmi dari bagian Humas PN Kota Yogyakarta saat ditemui, Kamis 22 Februari 2018.
Dalam persidangan, seluruh permohonan penggugat ditolak karena kebijakan yang dituangkan dalam Instruksi Wakil Gubernur DIY Nomor K.898/I/A/1975 tanggal 5 Maret 1975.

2 comments:

MOTIVAJIN said...

Jogja Istimewa

Unknown said...

Usir saja si pengacau dari yogyay