Saturday, 25 October 2008
SEANDAINYA PRESIDENKU ADALAH MORALES
Indonesian Free Press -- Beberapa hari ini aku sering membayangkan menjadi warga negara asli Bolivia. Alangkah bahagianya aku saat ini karena baru saja, tepatnya tanggal 22 Oktober 2008 lalu, parlemen negeriku menyetujui referendum undang-undang baru yang memberikan keadilan bagi penduduk asli yang selama ini hanya dinikmati sekelompok minoritas pendatang kulit putih dan indo mestizo (keturunan kulit putih dan indian) di lima propinsi yang terletak di sebelah timur dan utara Bolivia. Undang-undang baru tersebut termasuk pembagian kepemilikan tanah serta bagi hasil minyak dan gas yang lebih besar bagi kepada penduduk asli Indian.
Aku membayangkan negeriku akan segera dilimpahi keadilan dan kemakmuran sebagaimana Venezuela, negeri tetanggaku yang telah terlebih dahulu melakukan kebijakan negosiasi-ulang kontrak-kontrak karya migas dengan perusahaan-perusahaan asing dan nasionalisasi paksa perusahaan-perusahaan asing yang menolak kebijakan tersebut.
Aku berdo’a kepada Tuhan semoga memberkahi presidenku, Evo Morales, yang dengan tabah telah memperjuangkan keadilan di negeriku, tanpa takut kekuasaannya jatuh dan keselamatan jiwanya yang terancam karena pemberontakan orang-orang kaya kulit putih dan indo yang didukung patron-nya, Amerika Serikat.
Selama puluhan tahun etnis indian yang merupakan penduduk asli Bolivia yang jumlahnya mayoritas, hidup terpinggirkan di gunung-gunung dan kampung-kampung sebagai petani koka. Sementara itu kota-kota, lahan-lahan perkebunan yang subur, dan ladang-ladang minyak dikuasai kelompok minoritas. Dan dengan kekayaannya mereka mampu mengendalikan negeri ini, pemerintahan-birokrat dan aparat keamanannya, untuk menjaga sumber-sumber pendapatan negeri tetap dikuasai kelompok minoritas.
Setiap tuntutan keadilan yang disuarakan penduduk asli dibungkam dengan kekerasan. Pada bulan Oktober 2003 misalnya aparat keamanan Presiden Gonzalo de Sanchez yang merupakan antek kelompok minoritas membantai para demonstran indian hingga 70 orang di antaranya meninggal dunia. Bahkan setelah penduduk asli berhasil merebut kekuasaan secara demokratis melalui pemilu yang fair dengan menempatkan Evo Morales ---seorang etnis Indian--- menjadi presiden tahun 2005, kelompok minoritas tetap ngotot menguasai perekonomian negeri itu tanpa mau membaginya dengan penduduk asli.
Mereka memberontak tatkala Morales berusaha melakukan kebijakan ekonomi pro-penduduk asli yang mayoritas. Mula-mula mereka memaksakan referendum menolak kebijakan presiden di lima propinsi penghasil minyak bulan Mei-Juni 2008. Gagal memperoleh legitimasi (tidak diakui pemerintah dan negara-negara tetangga Amerika Selatan), mereka pun melakukan pembangkangan secara fisik dengan menduduki kantor-kantor pemerintahan dan kilang-kilang minyak. Puncaknya adalah pembantaian warga indian pendukung Morales pada 11 September 2008 yang menelan korban hingga 40 jiwa. Pembantaian itu terjadi menyusul diusirnya dubes Amerika di Bolivia karena tuduhan turut melakukan konspirasi melawan pemerintah Bolivia dan mengadu-domba warga Bolivia.
Dengan kesabaran yang tiada tara, Morales menolak melakukan tindakan keras terhadap para pemberontak, kecuali Gubernur Propinsi Tando yang ditangkap karena terbukti mendalangi pembantaian tanggal 11 September. Ia mengupayakan referendum untuk memperkuat kebijakan politiknya. Referendum pertama dimenangkannya pada bulan Agustus 2008 dengan suara 67%. Referendum kedua pun dimenangkannya dengan suara meyakinkan tanggal Oktober lalu. Ditambah dukungan negara-negara Amerika Selatan yang dinyatakan dalam KTT negara-negara Amerika Selatan 15 September di Chili, Morales memiliki landasan moral tinggi untuk meneruskan kebijakan politiknya sebagaimana diharapkan sebagian besar rakyatnya.
Usai kemenangan di parlemen tanggal 22 Oktober lalu Morales berpidato di hadapan pendukungnya di depan gedung parlemen: “Proses perubahan tidak dapat lagi dibendung. Para kapitalis neo-liberal tidak dapat kembali lagi ke Bolivia.”
Namun mimpi hanyalah sebuah mimpi. Aku hidup di Indonesia. Negeri kaya raya namun mayoritas rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Para pemimpin negeriku hanya bisa memikirkan kepentingan diri, keluarganya dan partainya tanpa peduli kekayaan alam negeri ini dicuri secara besar-besaran oleh para kapitalis asing. Tanpa peduli sebagian besar rakyat negeri ini tidak tahu apakah besok hari masih bisa makan atau tidak. Tatkala berita krisis keuangan Amerika merebak, pemimpin nasional kita bak cacing kepanasan. Rapat kabinet berkali-kali bahkan hingga tengah malam. Namun tidak ada satupun kebijakan yang jelas yang diambil kecuali himbauan-himbauan klise. Upaya membangun image sebagai pemimpin yang peduli masalah ekonomi, rakyat justru melihatnya sebagai suatu kebodohan.
Di sisi lain ancaman disintegrasi begitu jelas mengancam. Aceh dan Papua adalah dua wilayah yang secara pelan namun pasti mulai terlepas dari kedaulatan Indonesia menyusul Timor Timur yang telah terlebih dahulu melepaskan diri. Dan di sisi yang lain lagi lahan-lahan produktif baik di desa maupun di kota-kota secara perlahan namun pasti jatuh ke tangan kelompok minoritas.
Ah, seandainya presidenku adalah Morales.
Wednesday, 15 October 2008
Mossad assassinates Austrian right-wing populist Jörg Haider
www.wakeupfromyourslumber.com:
When I first heard the news that popular Austrian politician Jörg Haider was killed in a car accident on October 11, 2008 in Köttmannsdorf, Austria after the flurry of controversy regarding his right-wing political view including favoring Hitler's economic (labor) policy and extolling the reunion of Waffen-SS veterans among other controversies, I knew something was fishy.
Here's the actual quote from Washington Jewish Week, October 9, 1997:
"Israel need not apologize for the assassination or destruction of those who seek to destroy it. The first order of business for any country is the protection of its people."
Here is the list of relevant articles that mention Israel's "deep concern" about Jörg Haider's popularity in the native country Austria.
_____________
BBC, February 3, 2000: Analysis: Israel's hard line against Haider
UK's The Times June 2, 2005: Mossad spied on far-right Austrian
UPI: Mossad spied on Austria's Haidar
Jerusalem Post, September 27, 2008: The end of Austrian-Israeli relations?
U.K.'s The Independent, September 26, 2008: Haider is back. Just don't mention the war
_______________
Unsurprisingly, militant Zionist organization Anti-Defamation League condemns Mr. Haider in the 2004 article "Joerg Haider: The Rise of an Austrian Extreme Rightist".
Like JFK and Benazir Bhutto [1], Jörg is summarily executed for pissing off Israeli Zionists for the myriad of reasons, such as the "problematic" circumstance of political relations.
Also included is the information on the make and model of the car that Jörg drove prior to his untimely and unbelievably bizarre death. What are the odds a politician or promising candidate would be killed in an accident, vehicle or plane crash? (JFK Jr, Paul Wellstone, etc.)
It's improbable for Jörg Haider to have been killed in what would seem like a minor automobile accident with the type of a customized vehicle he drives.
The death of Jörg Haider-- to deprive Austria of its "natural destiny" by the intervention of the intelligence thugs on behalf of the foreign power -- is most certainly a successful assassination operation by Mossad agents.
Any politician who rises to challenge Israel and its skewed history & Zionistic heritage and whose popularity and controversy is evident is automatically placed on the Zionists' death list.
Tragic as it may seem about the fate of the politicians who end up being murdered for daring to challenge Zionist power elite with "politically incorrect views", one thing is certain: the Zionist regime of Israel will perish when the time is right.
Keterangan gambar: Kondisi kecelakaan yang menimpa Haider. Mobil yang dinaiki Haider adalah mobil terbaru paling aman buatan Jerman.
Sunday, 12 October 2008
KONSPIRATOR BERAKSI LAGI
Akhir-akhir ini dunia tengah mengalami krisis keuangan yang oleh para pengamat teori konspirasi diyakini sebagai ulah para spekulan kapitalis Yahudi dalam rangka menancapkan kekuasaannya lebih dalam atas dunia. Namun peristiwa tewasnya Joerg Haider dalam kecelakaan mobil hari Sabtu 11 Okt ’08 mungkin memiliki alasan lebih kuat untuk menjadi dasar kepercayaan adanya fenomena teori konspirasi.
Joerg Haider adalah Gubernur Provinsi Carinthia dan pemimpin partai Alliance for Austria’s Future adalah sosok paling kuat di balik fenomena menguatnya gerakan nasionalis Austria selama dua puluh tahun terakhir. Gerakan ini berupaya mengembalikan Austria sebagai sebuah negara yang lebih “murni” Eropa dengan menentang arus imigrasi (agenda utama konspirator Yahudi untuk melemahkan negara-negara yang didominasi ras kulit putih-Kristen), memuja Nazi Jerman dan sekaligus otomatis anti-semit (Yahudi).
Gerakan ini baru saja meraih suara signifikan (29%) dalam pemilu Austria akhir September lalu dan memunculkan kembali kekhawatiran kembalinya ultranasionalis Eropa yang diinspirasi Nazi. Dengan latar belakang seperti itu wajar saja jika telunjuk terarah pada Yahudi sebagai dalang peristiwa kecelakaan misterius tersebut. Apalagi dunia masih mengingat betul peristiwa tragis yang menimpa Anna Lindh, menteri luar negeri dan kandidat kuat Perdana Menteri wanita pertama Swedia, lima tahun lalu, yang dikaitkan dengan ulah konspirator Yahudi.
Ada baiknya kita membahas sekilas kasus kematian Anna Lindh.
Anna Lindh tewas secara mengenaskan tanggal 11 September 2003, beberapa jam setelah seorang pembunuh profesional (media massa mengaburkannya dengan menyebut pelaku sebagai figur sakit jiwa) mengoyak-ngoyak tubuhnya dengan pisau komando di siang hari bolong di tengah-tengah pusat perbelanjaan pakaian di pusat ibukota Stockholm. Setelah membunuh, tanpa resistensi apapun dari polisi maupun petugas keamanan setempat, pembunuh melarikan diri tanpa jejak. Padahal Nordiska Kompaniet, pusat perbelanjaan tempat kejadian dilengkapi puluhan kamera CCTV dan puluhan petugas keamanan profesional dari perusahaan jasa keamanan Duty Security.
Tuduhan Yahudi di belakang pembunuhan Anna jauh dari tanpa dasar. Anna adalah figur yang secara politik sangat keras menentang Israel. Di antaranya, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah wawancara televisi bulan Oktober 2001 adalah:
1. Pengusiran pemukim illegal Israel dari Tepi Barat (wilayah Palestina).
2. Palestina harus mempunyai negara sendiri yang berdaulat.
3. Israel harus meninggalkan daerah pendudukan di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
4. Israel harus menghentikan perampasan wilayah Palestina serta penyerangan terhadap warga Palestina.
5. Seluruh langkah tersebut di atas harus dilaksanakan secepat mungkin.
Pada bulan Juni 2002, organisasi pemuda partai sosial demokrat yang dipimpin Anna mengeluarkan pernyataan menuduh perdana menteri Israel Ariel Sharon sebagai penjahat perang dan pelanggar hukum internasional. Anna mendukung pernyataan tersebut.
“Seringkali masalah konflik Israel-Palestina membuat saya sangat marah sehingga tanpa sadar saya menendang tempat sampah di kantor saya atau melempar apa saja yang ada di meja kantor saya,” kata Anna dalam sebuah wawancara televisi seraya menambahkan bahwa Ariel Sharon adalah “maniak” dan mengancam akan memboikot produk-produk Israel sebagai protes atas aksi brutal Israel atas Palestina.
Lebih jauh dalam pertemuan Uni Eropa bulan April 2002 Anna mendesak Uni Eropa untuk memutuskan hubungan dengan Israel sebagai bentuk protes kepada Israel. Selanjutnya pada bulan Mei 2002 Anna menyatakan ambisi pribadinya adalah membuat rakyat Israel menentang kebijakan politik “Sang Jagal” Ariel Sharon, dalang peristiwa pembantaian Sabra-Shatilla atas ribuan rakyat sipil Palestina tahun 1982.
Ia menuduh pemerintah Israel telah memilih kebijakan politik yang bertentangan dengan masyarakat dunia.
Anna juga mengkritik Presiden George W. Bush yang secara tidak adil telah memojokkan Presiden Palestina Yasser Arafat (dengan tuduhan teroris) sembari membela Ariel Sharon. “Kebijakan tersebut selain tidak tepat juga bodoh. Ini sangat membahayakan. Bertentangan dengan proses perdamaian… dan hanya dapat memicu peperangan,“ katanya
Hanya beberapa hari sebelum kematiannya dalam suatu pertemuan Uni Eropa di Riva del Garde, Italia, Anna lagi-lagi mengkritik Israel dan Amerika sebagai biang kegagalan proses perdamaian Arab-Palestina.
Anna adalah tokoh Swedia ketiga yang dibunuh oleh agen-agen Yahudi. Yang pertama adalah Count Folke Bernadotte, utusan khusus PBB di Palestina tahun 1948. Kedua adalah Perdana Menteri Olof Palme yang dibunuh saat berjalan-jalan dengan istrinya di Stockholm tahun 1986.
Pembunuhan-pembunuhan itu, bersama-sama dengan banyak pembunuhan tokoh-tokoh dunia lainnya, seakan-akan memberikan pesan kepada para pemimpin dunia untuk berhati-hati terhadap kepentingan Yahudi. Namun kebenaran tidak dapat dikalahkan oleh kebathilan sakalipun dengan teror sekalipun. Setiap saat selalu saja muncul figur-figur terkenal yang menyuarakan kebenaran dan menentang dominasi Yahudi. Bisa dicatat di antaranya adalah Mahathir Mohammad, Ahmadinejad, Hugo Chavez, dan Vladimir Putin.
Keterangan foto: Anna Lindh
Holocoust, Yahudi dan Paradoks Demokrasi Barat
Sekitar empat tahun lalu dunia dikejutkan dengan peristiwa penangkapan dan penahanan terhadap tiga orang sejarahwan terkenal di Amerika dan Eropa: Germar Rudolph, Ernst
Zundel dan David Irving, karena penyangkalan mereka atas mitos holocoust (pembantaian 6 juta orang Yahudi oleh Nazi Jerman). Kegemparan tersebut disebabkan karena penangkapan dan penahanan tersebut bertentangan 180 derajat terhadap persepsi masyarakat dunia selama ini bahwa barat adalah tempat dimana demokrasi mendapat tempat yang paling terhormat di sana.
Kini paradoks demokrasi barat semakin menjadi-jadi dengan peristiwa penahanan sejarahwan Fredrick Toben, seorang sejarahwan Australia dalam kasus yang sama. Toben ditangkap di Inggris 1 Oktober lalu karena menolak mitos holocoust. Kini ia tengah menghadapi ancaman untuk diekstradisi ke Jerman dimana pelanggar mitos holocoust dijamin bakal mendapat hukuman penjara.
Para sejarahwan tersebut sebenarnya tidak menolak adanya warga Yahudi yang tewas karena perlakuan Nazi Jerman pimpinan Hitler selama Perang Dunia II tahun 1939-1945. Mereka hanya menolak klaim jumlah korban Yahudi yang mencapai 6 juta orang yang menurut mereka terlalu berlebihan mengingat jumlah orang Yahudi di wilayah pendudukan Nazi tidak terlalu signifikan. Jumlah korban Yahudi jauh lebih kecil dibandingkan korban perang dari etnis lain seperti Rusia, Polandia, dan Jerman.
Namun jumlah 6 juta sudah menjadi dogma, mengalahkan keyakinan terhadap agama yang dianut orang barat abad pertengahan. Bahkan karena agama sudah ditinggalkan oleh masyarakat barat, maka holocoust kini telah menjadi keyakinan (agama) yang paling kuat. Itulah sebabnya siapa saja yang menolak keyakinan itu harus menjalani hukuman penjara.
Penangkapan Toben sebagaimana pendahulunya sangat kontroversial namun menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Yahudi di Eropa dan Amerika. Penangkapan Toben misalnya, bertentangan dengan hukum konvensi di Inggris yang melindungi kebebasan menyampaikan pendapat. Ancaman ekstradisi ke Jerman yang dihadapi Toben lebih kontroversi lagi karena Toben tidak pernah melakukan perbuatan melanggar hukum di Jerman. Alasan hukum yang mendasari ancaman ekstradisi ke Jerman adalah karena tulisan Toben telah beredar di internet sehingga dapat diakses di Jerman.
Bayangkan, setiap pandangan menolak holocoust, oleh siapa saja dan dimana saja, asal beredar di internet dapat menghadapi ancaman hukuman penjara di Jerman! Karena internet bisa diakses dimana saja.
Ilusi dongeng holocoust
Terlepas dari hal tersebut di atas, ilusi tentang holocoust sudah ditentukan jauh sebelum dilegalisir oleh pengadilan Nurenberg paska Perang Dunia II. Inilah buktinya:
Koran New York Times tanggal 7 Mei 1920 menulis: “Jewish war sufferers in Central and Eastern Europe, where six millions face horrifying conditions of famine, disease and death.”
New York Times tanggal 5 Mei 1920 menulis: “…To save six million men and women in Eastern Europe from extermination by hunger and disease….. Six million starving, fever-stricken sufferers in war-torn Europe appeal to us.”
New York Times tanggal 3 Mei 1920 menulis: “Your help is needed to save the lives of six million people in Eastern and Central Europe.”
New York Times tanggal 2 Mei 1920 menulis: “…Six million human beings, without food, shelter, clothing or medical treatment.”
New York Times tanggal 1 Mei 1920 menulis: “But the lives of 6,000,000 human beings are waiting for an answer.”
New York Times tanggal 12 November 1919 menulis: “…tragically unbelievable poverty, starvation and disease about 6,000,000 souls, or half the Jewish population of the earth. …a million children and five million parents and elders.
The American Hebrew tanggal 31 Oktober 1919 menulis: “From across the sea, six million men and women call to us for help. …six million human beings… Six million men and women are dying. …in the threatened holocaust of human life. …six million famished men and women. Six million men and women are dying…”
New York Times tanggal 29 September 1919 menulis: “tragically unbelievable poverty, starvation and disease… about 6,000,000 souls, or half the Jewish population of the earth.”
New York Times tanggal 14 Januari 1915 menulis: “In the world today there are about 13,000,000 Jews, of whom more than 6,000,000 are in the heart of the war zone; Jews whose lives are at stake and who today are subjected to every manner of suffering and sorrow […].”
Pada tahun 1900 pemuka agama Yahudi Amerika, Rabbi Stephen Wise mengatakan: “there are 6,000,000 living, bleeding, suffering arguments in favor of Zionism.”
Menarik bukan?
Keterangan gambar: Fredrick Toben
Wednesday, 8 October 2008
PERSEPEKTIF LAIN KRISIS KEUANGAN GLOBAL
Selama setahun terakhir media massa dunia disibukkan dengan berita tentang krisis keuangan yang melanda dunia. Dimulai dengan krisis kredit perumahan pertengahan tahun lalu di Amerika, pemberian talangan kepada beberapa perusahaan keuangan seperti Bear Stearns, Freddie and Fannie, AIG, Washington Mutual, mencapai intensitas yang tinggi dengan peristiwa bangkrutnya Lehman Brothers, dan membukit pada kontroversi undang-undang pemberian bailout (dana talangan) senilai $700 miliar. Sampai saat ini pun negara-negara dunia masih disibukkan dengan masalah krisis keuangan ini yang tidak dapat diprediksikan kapan akan berakhir.
Undang-undang bailout pada awalnya ditolak lembaga legislatif Amerika (Congress) akhir September lalu karena adanya resistensi masyarakat yang menganggap undang-undang itu bertentangan dengan prinsip keadilan di mana rakyat harus menanggung kerugian para pemilik modal. (Perlu diingat dana talangan didapat pemerintah dengan menjual obligasi yang pelunasannya menggunakan pajak yang dibayar rakyat). Namun secara kontroversi, seminggu kemudian diajukan kembali oleh pemerintah dan disetujui Congress.
Dalam hal ini media-media massa dunia, yang didominasi oleh segelintir group media utama dunia umumnya melihat dari satu perspektif yaitu bahwa krisis ini disebabkan oleh miss management perusahaan-perusahaan keuangan Amerika akibat miss regulation pemerintah Amerika terdahulu (sebelum Presiden Bush) yang hanya bisa dipulihkan dengan memberikan dana talangan ratusan hingga ribuan miliar dolar atau dunia akan terancam resesi. Sebagai contoh harian New York Times, koran paling berpengaruh di Amerika, pada 28 September lalu menulis bahwa krisis keuangan yang melanda Amerika disebabkan oleh kebijakan yang dibuat Presiden Ronald Reagan yang memberi kebebasan terlalu longgar kepada pelaku pasar keuangan. Dan ketika Congress menolak undang-undang bailout, media massa seiring dengan pemerintah Amerika dan pemimpin negara-negara kapitalis lainnya serentak mengembangkan opini yang menyudutkan Congress seraya mengancam adanya bahaya krisis ekonomi global akibat keputusan itu.
Dalam tulisan ini penulis ingin melihat dari perspektif lain. Pertama adalah kebijakan yang memberikan kebebasan yang sangat besar kepada pelaku pasar keuangan sehingga sulit untuk dikontrol adalah kebijakan pemerintahan paska Ronald Reagan, tepatnya pemerintahan George W. Bush. Pada tahun 2004 para eksekutif bank investasi berhasil mendesak komisi pengawas pasar modal SEC (Securities & Exchange Comission) untuk melonggarkan persyaratan modal cadangan minimum sehingga bank-bank dapat meningkatkan kredit jauh lebih tinggi dengan rasio kredit-modal hingga mencapai rasio 33:1. Dengan kebijakan tersebut bank-bank lebih leluasa meningkatkan kreditnya, namun dengan risiko yang jauh lebih besar.
Ironisnya para bankir yang mendesak SEC melonggarkan aturan rasio kredit-modal yang berujung pada krisis keuangan itu justru dipimpin oleh Henry Paulson, menteri keuangan perancang kebijakan bailout yang saat itu menjadi eksekutif Goldman Sach. Menariknya di Goldman Sach pula Gubernur Bank Sentral Saul Bernanke yang turut mendorong undang-undang bailout, membangun karier.
Kedua adalah efektifitas kebijakan bailout mengatasi krisis finansial. Selain para aktifis sosial yang menentang kebijakan bailout sebagai ketidakadilan di mana rakyat harus menanggung kerugian para investor, bankir dan pemilik modal besar, para ekonom juga ramai-ramai menolak kebijakan tersebut. Alasan pertama adalah kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip ekonomi liberal yang mengharamkan intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar. Alasan kedua adalah mengenai jumlah dana talangan yang dibutuhkan untuk mengatasi krisis yang menurut mereka jauh lebih tinggi dari yang diusulkan pemerintah sebesar $700 miliar. Dalam hal ini Marc Faber, investor dari Swiss dalam sebuah wawancara televisi dengan Bloomberg mengatakan, kerusakan sektor keuangan Amerika membutuhkan dana talangan hingga $5 triliun. Sedangkan ekonom terkenal Nouril Roubini dalam blog-nya mengeluhkan tidak dilibatkannya para ekonom dalam pembahasan undang-undang bailout. Selain melanggar prinsip keadilan, kebijakan bailout tersebut disebutkannya tidak akan berarti banyak terhadap perekonomian yang tengah runtuh, seperti menggarami air laut. Alasan ketiga adalah tidak adanya jaminan dana talangan tersebut akan digunakan untuk memperbaiki likuiditas perusahaan-perusahaan penerima dana talangan dan justru digunakan untuk hal-hal lain yang memperparah krisis seperti menambah kredit dan belanja konsumsi, atau lebih parah lagi dikorupsi.
Alih-alih menyetujui bailout, para ahli ekonomi mengusulkan regulasi sektor keuangan yang lebih ketat di pasar keuangan disertai kebijakan fiskal yang tepat sebagaimana pernah dilakukan Presiden Rossevelt pada saat terjadi peristiwa Depresi Besar tahun 1930-an. Namun meski ribuan fax yang berisi penentangan terhadap rencana bailout telah dikirim masyarakat ke Congress dan puluhan ekonom telah menyampaikan keberatannya di media-media independen serta situs-situs internet, opini mereka tersingkir oleh media massa utama. Dan akhirnya Congress, di bawah tekanan pemerintah dan pemilik modal serta opini publik yang dikembangkan media massa, menyerah dan mensahkan undang-undang bailout meski sebelumnya menolak keras. Mekanisme penetapan undang-undang itu sendiri sangat kontroversi. Tanpa proses standar sebuah rancangan undang-undang yang meliputi hearing, pembahasan-pembahasan, diskusi-diskusi, uji publik dan sebagainya. Para anggota Congress tiba-tiba saja diminta menyetujui atau menolak draft undang-undang melalui pemungutan suara.
Biang beladi
Krisis keuangan Amerika berawal dari macetnya sektor kredit perumahan sederhana (subprime mortgage) akibat permainan spekulatif perdagangan derivatif para pelaku pasar keuangan. Transaksi jenis ini mempunyai beberapa sifat berbahaya sekaligus: bermotif spekulasi, nilai kumulatif yang tidak terbatas, dan tidak tercatat oleh otoritas pengawas pasar modal.
Selembar saham dan obligasi merupakan secarik kertas berharga yang mewakili kepemilikan aset suatu perusahaan. Selembar uang merupakan secarik 'kertas berharga' yang mewakili kepemilikan sejumlah emas atau barang riel berharga lainnya di bank sentral. Derivatif merupakan secarik 'kertas yang mewakili sejumlah kertas berharga'. Perdagangan derivatif merupakan perdagangan 'kertas yang mewakili sejumlah kertas berharga' berdasarkan ukuran-ukuran tertentu seperti future, option, call, index, hingga ramalan cuaca dan ramalan politik. Derivatif merupakan transaksi spekulatif alias judi.
Transaksi seperti ini belum banyak diatur dalam regulasi pasar modal di dunia. Dan karena tidak mewakili barang riel, derivatif dapat diperdagangkan berkali-kali tanpa batas hingga nilai perdagangannya jauh melampaui total produksi barang dan jasa.
Para ahli berbeda pendapat tentang jumlah kumulatif perdagangan derivatif global. Sebagian memperkirakan antara 300 sampai 500 triliun dolar. Namun sebagian lainnya memperkirakan nilainya mencapai ribuan triliun dolar. Dibandingkan GNP global yang diperkirakan antara 40-50 triliun dolar bagaikan setetes air di dalam kolam. Konsekuensinya adalah kolapsnya sektor keuangan dapat dengan cepat menyerap produksi barang dan jasa tanpa sisa sehingga masyarakat dengan tiba-tiba dapat kehilangan kekayaannya. Contoh paling gamblang adalah krisis moneter yang melanda Indonesia tahun 1997-1998 yang tiba-tiba menurunkan pendapatan perkapita rakyat Indonesia secara drastis, sekaligus menganjlokkan produksi barang dan jasa yang berakibat menaikkan angka pengangguran, dan menambah utang luar-negeri.
Derivatif telah menjadi alat efektif para pemilik modal untuk mengeruk kekayaan dengan cepat di atas penderitaan rakyat. Sebagaimana halnya George Soros dan para konglomerat hitam Indonesia mengeruk keuntungan puluhan miliar dolar dari penderitaan rakyat Indonesia selama krisis moneter 1997-1998.
Dalam konteks Amerika, dana masyarakat yang tertampung di perusahaan-perusahaan keuangan mortgage(kredit perumah) dipindahkan ke perusahaan keuangan lain melalui perdagangan derivatif. Setelah likuiditas perusahaan keuangan itu kering (sengaja dikeringkan. Contohnya Lehman Brothers, Bear Stearns, Freddie and Fannie, AIG, Washington Mutual), mereka kolaps dan menuntut dana talangan pemerintah. Ironisnya dana talangan itu didapat pemerintah dengan meminjam ke perusahaan keuangan yang telah mendapat limpahan dana masyarakat dari perusahaan mortgage (contohnya Bank of America, Citicorps, Goldman Sach, dll).
Konsekuensinya sungguh tragis: eksekutif Lehman Brother mendapat gaji, pensiun dan tunjangan besar, Goldman Sach mendapat keuntungan ganda, pemerintah Amerika bertambah utangnya hingga mencapai 11 triliun dolar saat ini, dan rakyat Amerika seperti jatuh ditimpa tangga: kehilangan rumah dan masih harus membayar pajak untuk dibayarkan sebagai cicilan utang pemerintah kepada Goldman Sach.
Perlu dicatat lagi, Menteri Keuangan Paulson dan Gubernur Bank Sentral Amerika Bernanke adalah para mantan eksekutif Goldman Sach. Orang Jawa yang bingung mengatakan: opo tumon?
Catatan: tulisan ini dimuat di Harian Waspada Medan, 5 November 2008.
NEGARA KEBODOHAN DAN KEBENCIAN
Ini adalah berita di beberapa media massa baik di Israel maupun di negara-negara barat, Rabu 23 Agustus 2006.
Katsav Telah Berjanji Bersikap Kooperatif Terhadao Penyidikan (judul).
Polisi Israel tengah mengajukan pertanyaan kepada Presiden Israel atas pernyataan seorang mantan pegawai pemerintah yang telah melakukan hubungan sex dengannya. Pertanyaan diajukan di rumah Moshe Katsav di Jerusalem berlangsung beberapa jam, kata Micky Rosenfeld, juru bicara kepolisian, Rabu.
Katsav telah membantah melakukan perbuatan terlarang dan seorang juru bicara kepresidenan telah menyatakan hari Minggu sebelumnya bahwa presiden akan bertindak kooperatif terhadap penyelidikan. Skandal ini tampaknya tidak akan memberkan dampak politik yang signifikan mengingat jabatan Katsav lebih bersifat seremonial. Jika penyidikan polisi terbukti, Katsav tidak perlu menghadapi pengadilan namun dapat dijatuhkan oleh parlemen karena dianggap telah bertindak tidak patut. Katsav telah menduduki jabatan kepresidenan sajak tahun 2000. Polisi telah menyita beberapa komputer dan dokumen di rumahnya, Selasa.
Skandal yang melibatkan Katsav beberapa pernyataan publik tentang perilaku tidak senonoh yang di beberapa public figure lainnya telah mencoreng wajah Israel dimana pemerintah tengah menghadapi kecaman karena kegagalan dalam Perang Lebanon.
Haim Ramon, menteri kehakiman, telah mengundurkan diri Minggu (20/8), setelah kejaksaan agung menyatakan akan menuntutnya karena telah mencium paksa seorang pegawai wanita. Sementara itu masyarakat juga menyorot kasus pembelian apartemen senilai 1,2 juta dolar tahun 2004 lalu oleh Perdana Menteri Ehud Olmert. Kastaf AD Letjend Dan Halutz juga telah dikritik karena tindakannya menjual portofolio sahamnya hanya beberapa jam setelah Hezbollah menangkap dua prajurit Israel dalam suatu serangan tanggal 12 Juli yang menyulut perang di Lebanon.
Victor Ostrovski, mantan agen Mossad yang membelot ke Kanada dan menulis bukunya yang menggemparkan, Mossad, banyak mengungkapkan perilaku-perilaku tak terpuji para pemimpin Israel. Contohnya saja ia menyebutkan adanya hubungan gelap antara perdana menteri wanita Israel Golda Meir dengan salah seorang menterinya, pesta seks yang diadakan para pejabat tinggi Mossad secara rutin di kompleks perkantoran, serta kecurangan-kecurangan yang di oleh para pejabat Israel untuk mengeruk uang.
Mungkin tidak ada negara yang memiliki landasan idiologi yang dipenuhi dengan kebodohan dan kebencian seperti Israel. Israel adalah negara dimana legenda dan cerita-cerita mistis masih mempengaruhi tingkahlaku masyarakatnya, baik di tingkat akar rumput sampai elit pengembil kebijakan negara. Penulis akan memberikan beberapa contoh.
Di Israel terdapat sebuah legenda yang boleh disebut sebagai “legenda buntut binatang”. Legenda ini masih sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Yahudi di Israel sehingga saat ini sangat jarang ditemukan orang yang menyajikan daging buntut sebagai hidangan. Legenda ini bercerita tentang seorang raja bangsa Yahudi di jaman entah-berantah yang bersembunyi karena dikejar-kejar musuhnya. Suatu hari ia menyusup diam-diam kembali ke rumahnya. Kudanya yang setia yang telah lama berpisah dengan tuannya, demi melihat tuannya kembali langsung meringkik keras-keras sembari mengangkat ekornya tinggi-tinggi. Sang raja karuan saja marah karena takut bakal ketahuan musuhnya. Maka dipotonglah ekor sang kuda. Sejak saat itu orang Yahudi menganggap ekor binatang sebagai “musuh”.
Bangsa Yahudi sangat percaya dengan kitab Talmud dan mengesampingkan Taurat. Padahal Talmud hanya sebuah kitab tafsir Taurat yang dibuat oleh para pemuka agama Yahudi di jaman dahulu, sementara Taurat adalah kitab suci yang diberikan Tuhan kepada Nabi Musa. Saking tingginya orang Yahudi memuja Talmud hingga mereka mengatakan bahwa Tuhan sendiri membaca Talmud.
Dalam Talmud tertulis:
Siang terdiri dari 12 jam. 3 jam pertama Tuhan duduk-duduk dan membuat syariat. 3 jam kedua Tuhan memerintah, 3 jam ketiga Tuhan memberi makan dunia. Dan 3 jam terakhir Tuhan duduk-duduk dan bermain-main dengan ikan paus, raja para ikan.
Namun Talmud juga menyebutkan bahwa Tuhan tidak lagi bermain-main dengan ikan paus sejak hancurnya Haikal, tempat paling suci bagi orang Yahudi yang terletak di Jerussalem. Sejak saat itu Ia juga tidak lagi mau menari bersama Hawa meskipun ia telah berpakaian dan berdandan cantik. Ia sedih telah membiarkan Haikal hancur sehingga orang-orang Yahudi berputus asa.
Ia memukul-mukul pipinya dan menangis setiap hari hingga jatuh dari air matanya dua butir air matanya ke laut dan gemercik suaranya terdengar dari awal hingga akhir dunia, hingga air bergetar dan berguncang dan sering terjadi gempa.
Talmud juga menulis:
Barangsiapa yang meniduri tunangannya, maka ia telah menjaga syariat. Dan barangsiapa yang meniduri saudara perempuannya maka baginya adalah cahaya akal. Dan barangsiapa meniduri perempuan kerabat maka untuknya kehidupan abadi.
Talmud juga mengajarkan bahwa jika seorang suami berzinah di rumahnya, maka sang istri tidak boleh mengeluh. Apapun yang di suami terhadap istrinya, bukanlah suatu dosa karena istri dianggap sebagai sepotong daging yang boleh diapakan saja oleh seorang suami. Di Israel terdapat satu kata atau istilah yang dianggap cukup sakral, yaitu “ibu” yang maknanya adalah ilmu pengetahuan. Ini tidak lain karena Talmud mengajarkan bahwa seseorang yang meniduri ibunya, maka ia akan mendapatkan ilmu pengetahuan.
Kitab Taurat yang juga diimani orang-orang Kristen sebagai Injil Perjanjian Lama, namun ditolak orang-orang Islam karena dianggap telah diselewengkan, sebenarnya juga dipenuhi hal-hal bodoh seperti Talmud. Misalnya saja ia menceritakan tentang peristiwa incest antara Luth dan putri-putrinya, perzinahan Yehuda dengan menantu perempuannya, persundalan Samson, persundalan Daud, dan kehidupan hypersex Sulaiman dengan ratusan istrinya. Taurad juga menceritakan secara terbuka tindakan orgy alias pesta seks yang di putra Daud bersama janda-janda bapaknya sebagai bentuk hukuman Tuhan terhadap Daud yang “gila” perempuan.
Kalau zina antar orang Yahudi saja tidak dianggap dosa, maka apalagi zina yang di orang-orang Yahudi dengan orang-orang bukan Yahudi. Talmud menulis:
Zina dengan orang-orang bukan Yahudi baik laki-laki maupun perempuan tidak ada hukumannya, karena orang-orang asing atau bukan Yahudi adalah keturunan hewan.
Penulis pernah menyaksikan sebuah siaran televisi di tahun 90-an yang sangat mengganggu pikiran. Siaran itu menunjukkan seorang gadis kecil yang mengamuk di sebuah pasar. Ia mengobrak-abrik dan melemparkan apa saja yang bisa diraihnya, terutama dagangan milik orang-orang di pasar. Anehnya tidak ada seorangpun yang menghentikan gadis kecil itu. Penulis sempat heran sejenak melihat adegan langka itu. Bagi penulis saat itu yang sangat menjunjung nilai-nilai demokrasi dan kebebasan, di era modern saat ini sangatlah tidak masuk akal terjadi hal-hal seperti dalam adegan di televisi tersebut. Namun kenyatannya demikianlah yang terjadi. Gadis kecil tersebut adalah seorang Yahudi, dan orang-orang di pasar adalah orang-orang Arab yang tinggal di daerah pendudukan Israel.
Presiden Truman dari Amerika mengakui tidak ada bangsa yang melebihi kekejaman Yahudi bila menghadapi orang-orang yang lebih lemah. Itu bukan omong kosong. Tragedi Cana dalam Perang Israel-Hizbollah belum lama ini hanyalah salah satu dari ratusan bahkan ribuan bukti-bukti lainnya. Dengan “kepala dingin” Israel mengebom tempat pengungsian perempuan dan anak-anak hingga puluhan dari mereka meninggal mengenaskan. Hal ini hanya bisa terjadi pada sebuah bangsa yang telah mengajarkan kekerasan kepada warganya sejak di usia dini.
Sebuah penelitian yang di oleh peneliti dari London Institute for Economic Studies, Ary Syaraby menunjukkan hal itu. Dalam penelitiannya Ary meminta 84 anak-anak Yahudi Israel untuk mengirim surat kepada kawan-kawan “imaginatif” –nya dari Palestina. Hasilnya, sebagaimana ditulis di Harian Maarev, 26 Agustus 2001, membuat orang-orang normal akan sedih bahkan menangis.
Seorang bocah menulis:
Kenapa kamu selalu kelihatan baik-baik dan tampan padahal kalian berkulit gelap dan berbau? Kenapa kalau saya keluar rumah dan mencium bau busuk saya selalu menoleh dan melihat salah seorang diantara kamu lewat di dekatku?
Bocah lainnya menulis:
Kepada Muhammad yang berbosa. Saya berharap kamu mati. Salam untukku dan bukan untukmu.
Bocah lainnya lagi menulis:
Wahai Arab, wahai Brengsek dan Goblok ………….kalau saya melihat kamu di dekat rumah kami, saya akan meminum darahmu, wahai Yaser.
Lainnya lagi menulis:
Kepada si bodoh dan keledai betina..! Saya tidak mau menyebut namamu di awal surat agar saya tidak terkotori. Berhentilah melemparkan batu ke kami. Kalau tidak maka Sharon (Perdana Menteri Ariel Sharon, pen.) akan datang mengunjungi kalian dengan membawa kalajengking, ular dan tikus.
Namun yang paling mengenaskan adalah seorang bocah wanita berusia 8 tahun yang menulis:
Keluarlah dari dekat rumah kami, wahai monyet betina. Kenapa kalian tidak kembali ke tempat darimana kalian datang? Kenapa kalian mau mencuri tanah dan rumah kami? Saya mempersembahkan untukmu gambar ini supaya kamu tahu apa yang akan di Sharon kepada kalian … ha… ha… ha.
Gambar yang dimaksud gadis di atas adalah gambar Ariel Sharon membawa kepala dua kepala bocah perempuan Palestina dengan darah yang masih menetes.
Untuk menyembunyikan wajah Israel yang berlumuran darah di mata masyarakat barat, Israel, di bawah koordinasi Menlu Simon Perez dan Presiden Moshe Katsav, merekrut beberapa artis, salah satunya adalah Dana, seorang penyanyi pemula yang memenangkan Festival Eurovision, sebagai duta Israel. Entah disengaja atau tidak, Dana ternyata adalah seorang bencong yang pernah mengeluarkan album musik porno.
DI BALIK LAYAR KARIER CEMERLANG DONALD TRUMP
Indonesin Free Press -- Donald Trump, tidak bisa dibantah adalah seorang figur yang paling terkenal di dunia akhir-akhir ini. Ia tidak saja dikenal sebagai pengusaha kaya raya, namun juga selebritis yang flamboyan, terutama setelah acara tv The Apprentice dimana ia menjadi host, diputar di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Hampir semua orang tahu kiprah Donald di dunia bisnis perjudian dan kaitannya yang tak terelakkan dengan dunia kriminal. Namun kenyataannya jauh dari itu semua. Dalam memoirnya yang berjudul The Art of The Deal, Donald dengan bangga mengungkapkan bagaimana pada tahun 1987 berhasil menanamkan investasinya yang pertama di dunia perjudian yang menguntungkan di kasino Resorts International. Namun Donald menyembunyikan fakta siapa sebenarnya bi balik pendirian Resort International.
Pada bulan September dan Oktober 1978 majalah Spotlight menurunkan tulisan bersambung yang menggemparkan mengenai Resort International, bagaimana dan oleh siapa didirikan, serta kiprahnya di dunia kejahatan Amerika. Menurut Spotlight Resort International telah disiapkan pendiriannya pada tahun 50-an oleh Direktur CIA saat itu, Allen Dulles dan Gubernur New York Thomas E. Dewey yang juga orang dekat Keluarga Rockefeller. Pada awalnya dalam rangka menyembunyikan praktik money loundering CIA, Allen Dulles mendirikan perusahaan pembuat cat Mary Carter Paint Company yang beroperasi melalui jaringan distribusi yang luas di seluruh Amerika. Pada awal tahun 60-an dimana Amerika terlibat pertikaian sengit dengan pemimpin Kuba Fidel Castro, Mary Carter Company secara aktif membiayai gerakan pemberontak anti Castro dan mulai mengembangkan usahanya ke bisnis perjudian. Dengan bantuan tokoh mafia Yahudi-Amerika Meyer Lanski, Mary Carter Company membuka beberapa kasino di Karibia.
Pada tahun 1967 Mary Carter Company secara resmi berubah nama menjadi Resort International dan secara besar-besaran melakukan ekspansi. Spotlight berhasil mengidentifikasi beberapa nama di balik kepemilikan Resort International, yaitu Meyer Lanski, David Rockefeller dan The Investors Overseas Services (IOS). David Rockefeller adalah pimpinan Keluarga Rockefeller yang berhasil menjadi Raja Minyak Amerika karena dukungan dana keluarga Yahudi Eropa, Rothschild. Sedangkan IOS adalah perusahaan investasi terbesar di dunia saat itu yang mengelola asset hingga senilai $2,5 Triliun. IOS dimiliki oleh tiga keluarga Yahudi: Tibor Rosenbaum, Baron Edmond de Rothschild dan William Mellon Hitchcock.
Dengan dukungan media yang dikontrol Yahudi, Resort International, dipromosikan sebagai kasino yang “bersih” dan “family friendy”. Untuk memperkuat image tersebut Resort International mempekerjakan para mantan pegawai CIA dan FBI, termasuk para mantan jaksa senior. Pada tahun 1970-an Resort Internatioanl yang berbasis di Las Vegas Nevada, berhasil mengembangkan sayapnya dan membangun kawasan-kawasan judi baru di Atlantic City dan New Jersey.
Pada tahun 1987 James Crosby, orang yang ditunjuk memimpin Resorts International, meninggal dunia. Dan setelah melalui berbagai pertimbangan, Donald Trump pun dipilih sebagai pengganti. Donald adalah sorang profesional sejati, dan itu pasti menjadi pertimbangan penunjukannya. Namun faktor lainnya yang lebih penting adalah kesetiaan dan sekaligus bisa menjadi tameng. Setelah memimpin Resort International, nama Trump melambung ke awang-awang menyembunyikan siapa sebenarnya di balik semua yang dimilikinya.
Donald Trump adalah bukan Yahudi. Namun yang pasti ia adalah seorang figur dari beberapa figur lainnya, yang berhasil meraih puncak prestasi dengan berhutang jasa dan bekerja untuk Yahudi.
Dalam konteks Indonesia, kita jangan silau dengan kesuksesan beberapa publik figur yang gilang cemerlang seperti pengusaha nasional, tokoh pers, seniman, akademisi, pejabat sipil, jendral, tokoh agama, dan politisi. Teliti dulu darimana ia mendapatkan kesuksesan itu. Sebagian besar public figur terkenal mendapatkan peruntungannya dari Yahudi.
KELUARGA ROTHSCHILD
Beberapa waktu yang lalu penulis berdiskusi dengan dua orang teman penulis di kafe Toko Sembilan Wali Medan. Seorang teman penulis adalah ustadz muda dan lainnya adalah seorang dosen USU yang usianya juga relatif masih muda. Kami membicarakan isi buku High Priest of War, yaitu bagian tentang rencana kaum zionis membantun negeri Israel Raya yang wilayahnya meliputi kawasan luas yang membentang dari Sungai Nil dan Sungai Eufrat, mencaplok negara-negara Arab seperti Mesir, Arab Saudi, Lebanon, Syria, Yordania, dan Palestina. Teman penulis yang ustadz percaya bahwa rencana itu benar-benar ada. Penulis pun setuju namun tidak mempunyai alasan kuat untuk membuktikannya. Sedangkan teman penulis yang dosen menganggap rencana itu sebagai “sesuatu yang tidak jelas”. Selain tidak ada bukti nyata (maksudnya tidak ada konfirmasi resmi dari lembaga-lembaga resmi Yahudi tentang rencana tersebut, pen.), ia beralasan rencana itu “terlalu ambisius” dan tidak realistis.
Menanggapi alasan tersebut di atas, teman penulis sang ustadz menimpalinya dengan sebuah alasan yang sangat rasional. Katanya: “bagi sebagian besar manusia, rencana itu memang ambisius. Tapi bagi mereka yang mempunyai kekuasaan dan kesempatan, rencana itu sangat rasional.” Ia pun menambahkannya dengan fakta-fakta seperti pendudukan Irak oleh Amerika, penempatan pasukan Amerika di Arab Saudi dan negara-negara teluk, tekanan Amerika terhadap Syria dan Iran serta serangan Israel terhadap Palestina dan Lebanon. Menurutnya semua itu sebagai bagian dari rencana dari pembentukan negara Israel Raya.
Mendengar logika yang disampaikan teman sang ustadz, penulis jadi teringat pada kisah sebuah keluarga Yahudi yang berhasil melakukan sesuatu yang jauh lebih ambisius, yaitu Keluarga Rothschild.
Keluarga Rothschild, boleh jadi saat ini bukan keluarga paling berpengaruh di antara orang-orang Yahudi. Namun sangat boleh jadi juga mereka masih memegang kekuasaan yang sangat besar sehingga mampu menentukan nasib bangsa-bangsa di dunia ini, mengingat selama ini mereka bekerja dengan penuh kerahasiaan menyembunyikan kekuatan sesungguhnya. Keluarga Rothschild, tidak ada tandingannya selama 2,5 abad terakhir sebagai keluarga atau dinasti atau wangsa penguasa dunia. Namanya identik dengan kekuasaan, kekayaan, kemewahan, namun juga kelicikan.
Benjamin Desraeli, Perdana Menteri Inggris abad 19 keturunan Yahudi sangat tepat dalam menggambarkan kekuasaan keluarga itu dalam novelnya yang terkenal, Coningsby, dengan kata-kata: "penguasa pasar uang dunia, dan tentu saja juga menjadi penguasa segalanya. Secara efektif mengendalikan Italia Selatan seperti pion. Raja-raja dan bangsawan-bangsawan di semua negara menghormati kata-katanya dan dibimbing olehnya.”
Mempelajari jatidiri bangsa Yahudi tidak akan lengkap tanpa mempelajari sejarah keluarga ini. Keluarga ini didirikan oleh Mayer Amschel Bauer (lahir tahun 1743) yang memulai usahanya sebagai pedagang emas dan rentenir di kota kelahirannya, Frankfurt, meneruskan usaha bapaknya. Saat itu bunga uang masih dianggap haram oleh sebagian besar masyarakat Eropa dan usaha perbankan dan keuangan hanya dimiliki oleh orang-orang Yahudi. Ayahnya, seorang Yahudi yang taat, telah memasang tanda berupa tameng berwarna merah (rothschild) di depan tokonya sebagai lambang semangat revolusioner masyarakat Yahudi Eropa Timur (komunisme mengadopsinya sebagai warna dasar bendera mereka, pen.). Meneruskan semangat ayahnya, Mayer, yang telah memiliki pengetahuan perdagangan uang dari perusahaan milik keluarga Yahudi Oppenheimer of Hannover, mengganti nama keluarganya menjadi Rothschild. Jadilah ia dikenal dengan nama lengkap Mayer Amschel Rothschild.
Keberuntungan besar yang dimilikinya dimulai tahun 1760 saat Mayer Rothschild berkenalan dengan Jendral von Estorff, seorang bawahan dari penguasa Jerman saat itu, Pangeran Williams of Hanau. Melalui sang jendral, Rothschild akhirnya bertemu sang pangeran dengan membawa medali-medali dan koin-koin emas langka kesukaan sang pangeran. Segera ia menjadi teman dekat sang pangeran, dan ia benar-benar memanfaatkannya dengan baik. Selain jaminan keamaan dari sang pangeran, ia menjadi populer di kalangan bangsawan Jerman, yang sebagaimana semua bangsawan Eropa saat itu, ternina-bobokkan oleh kemewahan dan kekuasaan.
Tahun 1770 Rothschild menikahi Gutele Schnaper dan mereka dikaruniai 10 anak, 5 laki-laki dan 5 perempuan. Kelima anak laki-laki tersebut, Amschel, Salomon, Nathan, Kalmann (Karl) and Jacob (James) adalah generasi pertama penerus keluarga Rothschild. Setelah cukup dewasa, oleh orang tuanya, mereka dikirimkan ke lima pusat kekuassaan di Eropa saat itu: Amschel di Berlin; Salomon di Vienna; Nathan di London; Jacob (James) di Paris dan Kalmann (Karl) di Naples. Pada akhir abad 18 Rothschild mendapatkan rejeki nomplok. Pangeran Williams yang kalah perang melawan Napoleon, melarikan diri ke Denmark meninggalkan harta senilai $3.000.000 (nilai yang sangat besar saat itu) kepada Rothschild yang dia harapkan dapat mengamankannya. Uang tersebut adalah uang upahan tentara sang pangeran yang tidak dibayarkannya. Legenda menyebutkan harta tersebut disembunyikan Rothschild dalam drum minuman untuk mengelabuhi pasukan Napoleon, namun fakta sebenarnya adalah harta tersebut digunakan Rothschild sebagaimana biasa ia melakukan bisnisnya.
Rothschild memutuskan menginvestasikan “uang haram” tersebut ke Inggris dimana putra ketiganya yang juga putranya yang paling genius, Nathan, membuka usaha bank. Oleh Nathan, uang tersebut digunakan untuk memasok emas ke perusahaan imperialis East India Company, investasi yang sangat menguntungkan seiring perkembangan kolonialisme Inggris di India.
Pada tahun 1812 Mayer Rothschild meninggal dunia. Menjelang kematiannya ia meninggalkan pesan-pesan penting kepada anak-anaknya. Di antara pesan itu adalah:
1. Semua posisi kunci di perusahaan keluarga harus dipegang oleh anggota keluarga sendiri dan hanya anggota keluarga laki-laki boleh terlibat dalam perusahaan (sesuai dengan ajaran Taurat).
2. Anggota keluarga tertua menjadi pimpinan perusahaan, kecuali sebagian besar keluarga menghendaki lain. (Karena alasan ini Nathan yang memiliki kejeniusan lebih dibandingkan saudara-saudaranya, ditunjuk sebagai pimpinan keluarga).
3. Anggota keluarga harus menikah dengan sesama keluarga sendiri, keponakan atau sepupu, demi menjaga harta keluarga tidak jatuh ke pihak lain.
4. Dilarang keras membuka rahasia kekayaan keluarga, termasuk terhadap pemerintah. Setiap pelanggaran akan mendapat sangsi keras, termasuk dikeluarkan dari anggota keluarga.
Dengan jaringan perbankan yang dibangun Keluarga Rothschild, mereka mampu menciptakan sistem pembayaran baru, yaitu sistem jaringan internasional debit kredit menggantikan pembayaran melalui pengiriman emas. Kontribusi terbesar keluarga Rochschild adalah “mengambangkan” pinjaman/hutang luar negeri dimana memungkinkan ia melakukan semua pembayaran luar negeri dengan mata uang kertas poundsterling. Seiring dengan perkembangan jaringan usahanya, Rothschild juga mengembangkan jaringan komunikasi dan transportasi ke seluruh Eropa sehingga memungkinkan ia mendapatkan semua informasi penting lebih cepat. Dengan kata lain ia berhasil mengembangkan jaringan inteligen yang lebih besar dan lebih canggih daripada dinas-dinas inteligen negara-negara Eropa saat itu. Dan untuk itu ia mendapatkan keuntungan yang tak terhingga.
Dalam masa dimana Eropa dilanda peperangan terus-menerus antara Perancis yang dipimpin Jendral Napoleon, melawan negara-negara kerajaan lainnya yang dipimpin Inggris, Rothschild memainkan peranannya dengan sangat cerdik, namun juga licik. Ia tidak hanya membantu Inggris, negeri yang telah melindungi dan memberikannya gelar kebangsawanan, namun juga membantu Napoleon. Maka tatkala Inggris dan Perancis saling melakukan blokade laut, tidak ada satu kapalpun yang boleh melayari jalur laut antara kedua negara, kecuali kapal-kapal milik Rothschild tentunya.
Ada satu cerita yang sangat terkenal dimana Nathan Rothschild menggunakan kekuatan jaringan informasinya untuk keuntungan bisnisnya. Dalam Perang Waterloo yang menjadi penentu nasib bangsa-bangsa Eropa (juga dunia karena sebagian besar dunia saat itu dikuasai negara-negara Eropa) dimana pasukan koalisi yang dipimpin Jendral Wellington dari Inggris berhadapan dengan pasukan Napoleon, Rothschild dengan sangat serius menyiapkan mata-matanya untuk mengetahui hasil peperangan tersebut lebih cepat dari siapapun. Saat kesudahan peperangan sudah bisa ditebak dimana Napoleon dipastikan kalah, maka pada tanggal 15 Juni 1815, mata-mata Rothschild segera menyampaikan informasi berharga tersebut kepada tuannya. Rothschild pun bergegas pergi ke gedung London Stock Exchange. Sembari berdiri di dekat “pilar Rothschild” yang terkenal seperti biasanya, ia memerintahkan agen-agennya menjual semua saham yang dimiliki sehingga menimbulkan kepanikan pasar.
Para pelaku pasar mengira Rothchild sudah mengetahui hasil peperangan dengan kemenangan di pihak Napoleon. Takut nilai saham mereka jatuh, mereka pun ikut beramai-ramai menjual sahamnya hingga harga seluruh saham jatuh ke titik yang sangat rendah. Saat itulah Rothschild memerintahkan agen-agennya untuk memborong seluruh saham yang ada. Beberapa jam kemudian berita resmi kemenangan Inggris pun sampai di London. Harga sahampun melambung naik, namun semuanya sudah menjadi milik Rothschild. Dalam sehari kekayaan Rothcschild naik berpuluh kali lipat sementara yang lainnya jatuh miskin.
Pada tahun 1817, menyusul kekalahan dalam Perang Waterloo, pemerintah Perancis berusaha mendapatkan pinjaman uang untuk membiayai belanja pemerintah. Rothschild pun menawarkan bantuan, namun mengetahui kelicikan Rothschild, mereka lebih suka memilih bank lain: Ouvrad dari Perancis dan Baring dari Inggris. Setahun kemudian pemerintah Perancis kembali mengeluarkan obligasi yang dijualnya kepada Ouvrad dan Baring dan kembali membiarkan Rothschild menggigit jari. Rothschild memang telah menjadi salah satu orang terkaya di Eropa. Namun bangsawan Perancis yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai etika tetap saja memandang Rothschild sebagai orang yang tidak terhormat karena kelicikannya. Itulah sebabnya mereka menjauhi Rothschild.
Namun bukan Rothschild namanya kalau tidak melakukan langkah licik pembalasan.
Pada tanggal 5 November 1818 suatu kejanggalan terjadi. Obligasi dan surat-surat berharga pemerintah Perancis yang selama setahun mengalami kenaikan harga yang stabil, mulai berjatuhan. Semakin lama kejatuhan nilai itu semakin besar. Pemerintah Perancis yang dipimpin Louis XVIII pun dilanda kepanikan. Kecurigaan pun muncul di kalangan elit pemerintahan Perancis terhadap Rothschild. Namun rasa kebencian mereka lebih kecil dibanding ketakutan bahwa Rothschild akan menjatuhkan kekuasaan mereka. Keadaan pun berbalik, pemerintah Perancis yang tadinya memandang rendah Rothschild, berbalik rela menjadi hamba demi menyelamatkan kekuasaan mereka.
Selama bulan Oktober 1818, agen-agen Rothschild dengan menggunakan sumber dana yang tak terbatas, memborong surat-surat berharga kerajaan Perancis. Kemudian pada tanggal 5 November mereka mulai melemparnya ke pasaran dengan harga murah. Khawatir harganya terus anjlok, para investor turut beramai-ramai menjual surat-surat berharga mereka, khususnya yang diterbitkan oleh pemerintah Perancis.
Kudeta yang dilakukan Rothschild di Inggris tahun 1815 dan Perancis tahun 1818 tidak berhenti sampai di situ. Selanjutnya mereka melirik ke Amerika, negeri baru yang menjanjikan.
Monday, 6 October 2008
Congress: Biggest Gang of Thieves in History!
As I predicted earlier, Congress dutifully passed the 700 Billion Dollar Bailout, the biggest robbery in the history of the world. Hopefully, the American people will now finally understand that we no longer have representative government in this country. Every Congressman reported overwhelming opposition to bailout from their constituents. Almost all of them said that more than 95 percent opposed it. But the bailout still happened because it is the Jewish extremist elite that controls America, not the people of the United States. It comprises the most powerful lobby (AIPAC), provides most of the campaign financing of both parties (according to the Washington Post), dominates the Wall Street International corporations and Federal Reserve as illustrated by Goldman Sachs, and Ben Bernanke of the FED, and it thoroughly dominates and influences the mass media to support the Jewish agenda no matter where it leads. It has led us to the Iraq War and support of years of Israeli crimes against every true interest of the United States. It has even led to the coverup of Israeli terrorism against the United States. And now it has led to a gigantic double theft, the hundreds of billions they originally stole from the economy in this mortgage scam and now the additional hundreds of billions more they have stolen with the bailout. — God Save America! —
Former member of the House of Representatives in Louisiana, Dr. David Duke
Subscribe to:
Posts (Atom)