Wednesday, 27 July 2011
TERBUKA KEDOKNYA, PEMBANTAIAN NORWEGIA ULAH ZIONIS
KETERANGAN GAMBAR:
Beberapa remaja Norwegia korban tragedi Norwegia, berperahu di dekat Pulau Utoya tempat terjadinya pembantaian Norwegia sehari sebelum tragedi. Mereka, sebagaimana kebanyakan rakyat Norwegia, telah mulai sadar dengan kejahatan yahudi, menjadi pendukung perjuangan Palestina. Lihat bendera Palestina yang dibawa mereka dan kain scarf simbol perjuangan Palestina yang dikenakana salah seorang dari mereka. Tentu saja ini semua tidak akan dimuat di media-media massa besar.
Jika terjadi peristiwa teror besar, jangan pernah percaya berita di media-media besar. Curigailah yahudi-israel di balik itu semua. Carilah informasi di media-media independen, atau justru media massa milik yahudi, karena di sanalah kemungkinan besar akan ditemukan kebenaran. Hal ini pula yang saya lakukan atas peristiwa pembantaian Norwegia. Dari blognya Philip Marlowe, incogman.net, akhirnya saya menemukan pelaku dan motif pembantaian Norwegia.
Laporan dari media yahudi internasional, JTA tgl 26 Juli lalu menyebutkan, "Tersangka yang telah mengaku sebagai pelaku penyerangan brutal di Norwegia yang menewaskan 98 orang ternyata pengikut gerakan ekstrem kanan anti-Islam sekaligus pro-zionis.… Anders Behring Breivik dituduh telah meledakkan bom mobil di luar kantor pusat pemerintahan Norwegia di Oslo yang menjadi kantor PM Jens Stoltenberg, juga melakukan penembakan yang menewaskan setidaknya 85 anak-anak muda di pulau Utoya yang dijadikan tempat pertemuan politik (untuk mendukung Palestina; blogger).”
Media-media massa besar berupaya menggambarkan Anders Behring Breivik sebagai pengikut gerakan ekstrem kanan kulit putih atau neo Nazi. Namun sebaliknya ia adalah pembenci gerakan semacam itu sebagaimana layaknya orang-orang zionis pro-yahudi. Ia lebih tepat disebut sebagai pengikut neocons, gerakan zionis ekstrem yang kini menguasai politik Amerika dan yang bertanggungjawab atas kampanye perang di Afghanistan dan Irak. Bedanya, ia melakukan sendiri kampanye itu dengan tangannya, sementara pengikut neocons lainnya cukup mengirimkan prajurit dungu ke medan perang.
Seorang pengikut Neo-Nazi atau gerakan ekstrem kulit putih tentu tidak akan melakukan pembantaian terhadap saudara-saudara kulit putih sendiri, terutama anak-anak muda yang mengikuti pertemuan politik di Pulau Utoya.
Operasi "false flag" WTC 2001 sukses menggiring dunia pada kebencian terhadap Islam, menghancurkan negara-negara Islam dan memberikan keuntungan ekonomi dan strategis pada gerakan zionisme di Timur Tengah. Operasi Norwegia 2011 akan menggiring penerapan "negara terror" di seluruh Eropa sekaligus menghancurkan gerakan anti yahudi (anti-semit) yang kini tengah berkembang pesat di Eropa.
Sumber:
"Norway Killer Exposed as a Masonic Pro-Zionist"; Charles Coughlin; incogman.net; 26 Juli 2011
"Norway killer espoused right-wing philosophy"; JTA; 26 Juli 2011
Monday, 25 July 2011
IRONI ZIMBABWE
Saturday, 23 July 2011
ULAMA AL AZHAR DR AHMAD THAYEB: ISLAM BANGGA DENGAN NASRALLAH
Ulama terkenal dan rektor Universitas Al Azhar DR Ahmad Tayeb mengatakan, Jumat (14/7), bahwa umat Islam telah dibuat bangga dengan keberadaan pimpinan Hizbollah, Sayyed Hassan Nasrallah.
Berbicara di hadapan para wartawan senior dan politisi yang tergabung dalam Gerakan Nasserite Tayeb mengatakan bahwa Nasrallan dan para pengikutnya dari gerakan Hizbollah telah memberi banyak pelajaran tak terlupakan kepada Israel.
Tayeb menambahkan bahwa mantan diktator Mesir tersingkir, Husni Mubarrak telah berulangkali menekannya untuk mengeluarkan fatwa yang menentang keberadaan mazhab Shiah secara umum dan Hizbollah secara khusus. Namun ia menolak.
Menurut Thayeb tekanan tersebut demikian kuatnya sehingga berubah menjadi ancaman. Namun ia tetap menolaknya dan menganggap fatwa semacam itu tidak dibenarkan karena
berlandaskan motif politik belaka.
DR Ahmad Tayeb telah berulangkali menyuarakan pendapat yang pro-Shiah di tengah-tengah keberadaanya sebagai pemimpin lembaga pendidikan Sunni terkemuka di seluruh dunia, Universitas Al Azhar. Beberapa waktu lalu ia mengatakan bahwa perbedaan antara Shiah dan Sunni hanya masalah "kepemimpinan ummat" dan mengecam orang-orang yang mengkhafirkan Shiah.
Namun di antara ulama Al Azhar Tayeb bukanlah yang pertama "membela" faham Shiah. Al Azhar sendiri didirikan oleh dinasti Fathimiah yang berfaham Shiah, berasal dari nama Az-zahra, nama putri kandung Nabi Muhammad S.A.W.W.
Sumber: almanar.com.uk; 15 Juli 2011.
Sunday, 10 July 2011
AMERIKA PERSENJATAI GENG NARKOTIK MEXICO
Bukan hanya sebuah "teori konspirasi" sebagaimana tuduhan orang-orang liberal idiot, pemerintah Amerika telah mempersenjatai anggota geng-geng narkotik Mexico hingga 30.000 pucuk senjata api, dan kemudian sengaja menghentikan program untuk melacak dan mengontrol senjata-senjata itu. Dan kini Mexico berkubang dengan darah peperangan antar geng narkoba dan pasukan keamanan. Ribuan korban berjatuhan setiap tahun.
Berikut artikel aslinya:
US government openly admits arming Mexican drug gangs with 30,000 firearms – but why?
By Mike Adams on July 9, 2011
Mike Adams – Natural News July 8, 2011
It is now a widely-reported fact that under the Obama administration, U.S. federal agents actively placed over 30,000 fully-functional weapons into the hands of Mexican drug gangs, then halted all surveillance and tracking activities of where those weapons were going.
This is not a conspiracy theory, nor a piece of fiction. It is now an openly-admitted fact that this was pulled off by the BATFE (Bureau of Alcohol, Tobacco, Firearms and Explosives, more commonly called “ATF”) under orders from Washington. The program was called “Fast and Furious.”
Even Reuters is now covering the news and reporting how members of Congress are outraged to learn that this happened (http://www.reuters.com/article/2011…).
Details are also starting to leak about the cover-up inside ATF, which was led by the U.S. Attorney in Arizona, Dennis Burke, an Obama appointee (http://dailycaller.com/2011/07/06/i…). The engineering of the illegal gun running went right up the chain of command to the director of the ATF, Kenneth Melson, who is now expected to resign. The real planning of this event went even higher up the chain of command in Washington, possibly all the way to Attorney General Eric Holder (http://dailycaller.com/2011/06/21/i…).
Among the firearms sold to the Mexican drug gangs were AK-47s, thousands of pistols and, remarkably, .50-caliber rifles which are typically used to disable vehicles or carry out sniper-based assassinations at extremely long ranges (up to two miles). The mainstream media is now reporting that these weapons are turning up in violent crimes being committed in Phoenix, Arizona. As an ABC news affiliate reports:
“According to the testimony of three Phoenix ATF agents, including Dodson, hundreds of weapons are now on the streets in the United States and Mexico, possibly in the hands of criminals. Dodson estimated the number could be as many as 1,800 weapons. He estimated agents in the Phoenix field division facilitated the sale of approximately 2,500 weapons to straw purchasers. A few hundred have been recovered.” (http://www.abc15.com/dpp/news/local...)
How the “Fast and Furious” program put thousands of weapons directly into the hands of Mexican drug gangs
Here’s how “Fast and Furious” worked: Under orders from Washington, ATF agents were specifically told to acquire these weapons using “straw” buyers in the USA, find new buyers in Mexican drug gangs, then sell the weapons and “lose track” of them. Although some agents raised concerns about the insanity, they were overruled by the higher-ups in Washington who wanted to pursue this policy for their own reasons. “It made no sense to us either, it was just what we were ordered to do, and every time we questioned that order there was punitive action,” said Phoenix Special Agent John Dodson.
But what could be the reasons for Washington initiating such a program in the first place? Why would the Obama administration actively send 30,000 sniper rifles, assault weapons and firearms into Mexico even while claiming to follow an anti-gun stance back in the USA?
To answer that question, you need to understand P.R.S — Problem, Reaction, Solution. It is the “playbook” that governments use to get what they want, which usually involves: 1) Disarming their populations, 2) Taking away all their rights and freedoms, and then 3) Ruling over their people as tyrants with complete power.
Precisely such an effort is now underway in the United States, led by the Obama administration which has repeatedly demonstrated itself to be an enemy of the U.S. Constitution and its Bill of Rights.
How Problem, Reaction, Solution really works
If you’re the U.S. government, you can’t just announce a new program to disarm the country, end the Bill of Rights and install yourself as the King. People won’t go for it if you try to sell it that way. Instead, you need to find a way to get people to BEG you to do all that.
So you need a way to put people in a state of mind where they are terrified of drugs, terrified of guns and terrified of the border violence — to the point where they insist that somebody in Washington do something about it.
Therefore, you first need a way to cause the problem that results in all the violence that people react to. You effectively need to create violence and then wait for people to beg you to stop it.
This is where the Obama administration’s program to send 30,000 firearms into Mexico comes into play. If you want to cause gun violence and drug war violence, what better way to accomplish it than to just arm all the bad guys?
Think about it: 30,000 weapons in the hands of drug criminals! Then all you have to do is sit back and wait for all the violence to kick in. And it has kicked in — in huge numbers. Shootings on the border, kidnappings, armed conflict across the border with U.S. border agents, and so on. Violent crimes in Arizona are now being committed with these very same weapons the ATF trafficked into the hands of Mexican drug gangs.
As Judicial Watch president Tim Fitton explains, his belief is that Operation Fast and Furious was purely an anti-gun political ploy from the Obama administration, designed to put more guns into the hands of criminals as a justification for confiscating guns from all citizens. He adds, “I think another major part of this story is that the narrative of the Obama administration and the ATF is that, ‘wouldn’t it be great if we could tie guns, as part of our anti-gun agenda, to the Mexican civil war, as opposed to, you know, our lack of enforcement of the drug laws or failure to protect the borders.’” (http://dailycaller.com/2011/06/21/i…)
And here’s the real kicker: Of all the weapons now being confiscated by police in Mexico, an astonishing 70 percent came from the United States. So now you have a situation where the USA is actually arming the criminals in Mexico and destabilizing that country’s entire system of law and order. The drug gangs are at war with the police there, and thanks to thinks like U.S.-supplies AK-47s and .50-caliber sniper rifles, the drug gangs are winning!
ATF can now demand more power and bigger budgets
Getting back to the U.S. issue, if you’re the DEA or the ATF, you now have 30,000 more reasons to have your own budgets increased. There’s a wave of violence coming across the border! The drug gangs are out of control! They’re shooting back!
Well gee, I wonder why? It’s because the ATF actually sold them these 30,000 rifles under orders from Washington.
And now the Obama administration is, predictably, saying there’s so much “gun violence” in the Southern USA that new laws are needed to curb gun sales there.
Seriously? New laws? What about the 30,000 guns the ATF openly and admittedly sold to the Mexican drug gangs? Wasn’t that already a violation of law?
It all comes back to Problem, Reaction, Solution, you see. Want to keep the useless War on Drugs going a little longer? Just dump a few thousand pounds of cocaine into the hands of criminals and let ‘em run loose with it. Want to beef up the budgets of the ATF? Just distribute 30,000 illegal weapons into the hands of drug gangs and then sit back and wait for people to beg for your help. Want to justify a war on “terror” in the Middle East? Dream up some stupid story about Weapons of Mass Destruction and then launch a war.
For every power-hungry tyrannical agenda in Washington, there’s a false flag operation that will make it come true.
If the U.S. government would actively arm drug gangs, in what other ways might it betray the American people?
Now that you know the truth about how Washington put 30,000 guns into the hands of Mexican drug gangs, it naturally makes you start to wonder about the government’s involvement with things like vaccines.
Want to make people so afraid of infectious disease that they beg for vaccines? Just release an infectious disease into the population yourself! It’s a simple matter, really.
Want to get the public to beg for new food safety regulations? Just release e.coli into the food supply and then wait for the deaths to be reported in the news. All of a sudden people are demanding more food safety regulations.
Want to justify military imperialism and expansion? Just stage your own terrorist attack against your own country! Then magically find the passports of some terrorists at the scene of the crime and blame the whole thing on them.
When theory becomes fact
You see, all this used to exist solely in the realm of conspiracy theory. A few years ago, if you even suggested this kind of thing was going on, you were called a kook. But now it’s an established fact being reported by Reuters, Washington Post and other major news outlets. Now the U.S. government has been forced to admit that yes, it actively delivered 30,000 firearms into the hands of Mexican drug gangs and then intentionally stopped tracking where they went.
This is no longer conspiracy theory. It’s conspiracy FACT. And similar types of operations are being planned right now for other agendas the government has in mind: Taking away your Fourth Amendment rights, for example. How do you accomplish that? Just stage an airport terrorism attack, just like the one the TSA was caught rehearsing in Minnesota (http://www.naturalnews.com/032458_T…).
Want to take away peoples’ Second Amendment rights? Just brainwash some low-IQ psychopath to walk into a shopping mall and start blazing away with fully automatic weapons that were provided to him by the ATF!
It’s simple, you see. Pick a topic, choose an agenda, then cause the problem yourself. Then sit back and wait for the reaction. Works every time.
The CDC pulled the same stunt back in the 1980′s with AIDS. At a time when the CDC was facing severe budget cuts, it actually hyped up the whole AIDS epidemic and started releasing complete scientific fictions as if they were fact. The disease mongering by the CDC caused widespread fear and panic across the country, earning it huge budget increases from the U.S. government.
This is all fully documented in the movie House of Numbers, by the way, using recorded video interviews from many of the key scientists involved in the whole fiasco who finally went on record to tell the truth. Almost everything you’ve been fed about AIDS is a fabrication or a distortion of the scientific truth. Watch these astonishing videos to see for yourself:
http://naturalnews.tv/v.asp?v=D35F0…
http://naturalnews.tv/v.asp?v=BE507…
http://naturalnews.tv/v.asp?v=4FE73…
The American government is working AGAINST you, not for you
The point in all this is that much of what you see happening in the world today in terms of terrorism, the drug war, infectious disease and health care are just fabricated, staged events actually pulled off by the very people who stand to benefit from the reaction!
Suckers and sheeple always believe the mainstream news at face value. They believe we’re under attack from terrorists who bring down tall buildings, or we’re being assaulted by Mexican drug gangs on the border, or we’re threatened by the Swine Flu. That’s what suckers are supposed to believe, you see: That your government is never working against you… it’s always working FOR you, right?
But intelligent people know the opposite is true: Your government is usually plotting against you and trying to figure out how to expand its power, expand its reach, reduce your freedoms and control your life. This is accomplished by unleashing the very problems that the government claims to be fighting to prevent.
The government, for example, says it’s trying to solve our nation’s economic problems. And how does it accomplish that? By generating trillions of dollars in new fiat currency and handing it over to the criminals running Wall Street. This has the net effect of stealing money from everybody else through dollar devaluation.
How does the government solve our national health care crisis? By enacting Obamacare, which mandates that more people buy into a system that has utterly failed to serve the health interests of the American people in the first place!
So at the very same time the government says it’s working to improve the economy, it’s actually stealing from you behind your back. At the very same time the government says it’s trying to stop cancer, its own health-related agencies (National Cancer Institute, for example) are openly engaged in massive disinformation campaigns that spread false information about sunlight being “dangerous” to your health (while conveniently ignoring the truth about vitamin D and its cancer preventive properties).
The government says it wants to make your food safer, and yet the USDA keeps approving genetically modified foods that are essentially massive biological experiments that cause widespread infertility and disease.
The same story goes on and on… with fluoride in the water, mercury in dental fillings, aspartame in diet sodas, pesticide use in agriculture and so on. At nearly every turn, the government itself is actively plotting against the People to keep them financially enslaved, biologically diseased and mentally ignorant.
Shipping guns into Mexico, you see, is just a tiny part of the big picture that’s going on today in the USA. The same process — Problem, Reaction, Solution — is in use almost everywhere in government at both the state and federal level.
Big Government is the enemy of peace and freedom
Bureaucrats hate to lose their jobs, and if there’s a way to stage something that makes them suddenly look more important, they won’t hesitate to roll it out. The U.S. government, just so you know, has been actively engaged in weapons trafficking, drug running and counterfeiting for decades. If you or I did what our own government does every single day, we’d be arrested as felony criminals. But when the government runs guns into Mexico, or traffics in cocaine, or prints counterfeit dollar bills that have no backing with real value, somehow it’s all okay.
Amazing how our own government has now turned into the very criminals that it claims to be protecting us against, isn’t it? Who are the real terrorists in America? The ATF agents running guns into the hands of Mexican drug gangs, of course. And the FBI agents who set up Arab-looking patsies to try to set off fake bombs that the FBI actually assembled for them!
By the way, Alex Jones (www.PrisonPlanet.com) has been covering all this for years. He’s been saying this all along, and time and time again, he’s been proven right. I realize his presentation style may seem a little intense to some people, but at the end of the day, Alex Jones is far more accurate at decoding what’s really going on behind the scenes than any mainstream news channel or newspaper. Here’s an article from InfoWars on this very topic: http://www.infowars.com/obama-admin…
I’m scheduled to host the Alex Jones show next week and will likely be discussing more about the ATF’s gun-running activities in Mexico. In the mean time, stay tuned to NaturalNews.com for more stories that aren’t afraid to report the truth about what’s really happening in our world today.
Thursday, 7 July 2011
Sheikh al-Azhar Kritik Pengkafiran Syiah
syekh ahmad tayyeb“Perbedaan antara Syiah dan Ahlu Sunnah bukan alasan untuk mengeluarkan kedua mazhab dari Islam. Perbedaan kami dengan Syiah hanya dalam masalah Imamah.”
Sheikh al-Azhar Mesir, Doktor Ahmed al-Tayeb mengkritik keras pengkafiran Syiah di beberapa chanel religi. Dikatakannya, isu-isu yang dilontarkan oleh mereka seputar keberadaan al-Quran Syiah yang berbeda dengan al-Quran di tengah masyarakat merupakan kebohongan semata.
Sebagaimana dilaporkan situs taghribnews, Sheikh Ahmed al-Tayeb kepada koran An-Nahar, cetakan Lebanon, menyatakan bahwa sama sekali tidak ada dalil al-Quran dan hadis untuk mengkafirkan Syiah. Ditegaskannya, “Kami mendirikan shalat di belakang orang-orang Syiah.”
Menurut Sheikh al-Azhar, perbedaan antara Syiah dan Ahlu Sunnah muncul akibat penyalahgunaan kekuasaan. Ditambahkannya, “Perbedaan antara Syiah dan Ahlu Sunnah bukan alasan untuk mengeluarkan kedua mazhab dari Islam. Perbedaan kami dengan Syiah hanya dalam masalah Imamah.”
Lebih lanjut, Sheikh Ahmed al-Tayeb menyeru umat Islam untuk bersatu dan menyatukan pandangan meski ada perbedaan dalam masalah ijtihad. Ia juga menyatakan kesiapannya untuk mengunjungi setiap tempat demi persatuan Muslim. Ditegaskannya, “Jika saya berkunjung ke Irak, maka saya akan singgah di kota Najaf.”
Ia berharap dapat mengunjungi Irak setelah selesainya krisis pembentukan pemerintahan baru di negara itu. Ditandaskannya, “Saya sangat menderita akibat instabilitas di Irak.”
Seraya menyebut persatuan nasional, Arab, dan Islam termasuk tujuan utamanya, Sheikh al-Azhar menuturkan, persatuan merupakan pesan al-Quran dan Rasul Saw bagi dunia.
Ia juga menegaskan pentingnya persatuan global. Dikatakannya, sama sekali tidak ada halangan untuk melakukan dialog dengan Gereja Katolik.
Sumber:
Situs Lembaga Pendekatan Mazhab-Mazhab Islam; 18 Oktober 2010
Monday, 4 July 2011
SEKALI LAGI TENTANG SUBSIDI BBM
Sebenarnya saya pernah menjelaskan tentang "subsidi BBM" beberapa waktu lalu di blog ini. Namun saya kembali tertarik untuk menulisnya lagi karena isu "subsidi BBM" kembali menjadi berita utama di media-media massa Indonesia. Terlebih lagi setelah saya melihat acara "Economic Challenges" di Metro TV, Senin malam (4/7) yang menghadirkan narasumber Kwik Kian Gie, ekonom Avilianie dan seorang ekonom sekaligus politisi Partai Demokrat, Modjo.
Yang membuat saya tertarik adalah karena Kwik dengan "telak" mengolok-olok orang-orang yang telah gembar-gembor tentang "subsidi BBM" namun tidak mengetahui esensi sebenarnya tentang subsidi, termasuk dua narasumber dan host acara tersebut yang merupakan seorang wartawan senior terkenal.
Menurut Kwik, informasi mengenai "subsidi BBM" adalah menyesatkan dan omong kosong. Saya (blogger) berpendapat, karena omong kosong itu sengaja digunakan untuk menyesatkan masyarakat maka bisa dikategorikan sebagai penipuan. Mari kita bahas secara ilmiah, meski mohon ma'af, data tentang angka-angka yang digunakan dalam analisis ini seperti kuantitas produksi dan konsumsi BBM serta harga BBM mungkin keliru, namun secara esensi adalah benar adanya.
Subsidi adalah kerugian biaya yang ditanggung pemerintah karena biaya produksi BBM yang dikeluarkan lebih besar dari penjualannya. Misalnya saja biaya produksi 1 liter BBM adalah Rp 4.500 dan harga jualnya Rp 3.000. Maka untuk setiap 1 liter BBM yang diproduksi pemerintah harus memberikan subsidi Rp 1.500.
Sekarang mari kita lihat dalam konteks produksi BBM di Indonesia. Produksi BBM mentah di Indonesia sekitar 1 juta barrel per-hari, 92% diserahkan produksinya kepada asing dan 8% sisanya ke Pertamina. Dari 92% BBM mentah yang diproduksi asing sebanyak 70%-nya menjadi hak negara c.q pemerintah. Dengan asumsi Pertamina adalah perusahaan pemerintah, maka total produksi BBM mentah yang menjadi hak pemerintah adalah 64% dari total produksi minyak mentah nasional atau sekitar 640.000 barrel per-hari. Harga produksi minyak mentah, katakanlah sekitar $20/barrel meski mungkin jauh lebih murah lagi.
Jika harga pasaran minyak mentah adalah $80/barrel sebagaimana beberapa waktu lalu, maka keuntungan pemerintah adalah ($80 - $20) x 640.000 per-hari atau $38,4 juta atau sekitar Rp 380 milir per-hari.
Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, pemerintah harus mengimpor minyak sebesar 100.000 barrel per-hari. Dengan harga pasaran $80 dollar/barrel, maka pemerintah harus mengeluarkan biaya sebesar $8 juta atau sekitar Rp 75 miliar per-hari. Dengan demikian maka pemerintah masih mendapatkan surplus sebesar Rp 380 miliar - Rp 75 miliar = Rp 305 miliar per-hari atau sekitar Rp 111 triliun setahun.
Kemudian katakanlah terjadi kenaikan harga BBM internasional hingga mencapai $100 per-barrel. Pengeluaran pemerintah untuk mengimpor minyak memang naik menjadi $10 juta atau sekitar Rp 90 miliar per-hari. Namun pendapatan pemerintah, tanpa menaikkan harga minyak, masih lebih besar dari angka itu dan pemerintah masih menanggung untung Rp 380 miliar - Rp 90 miliar = Rp 290 miliar per-hari atau sekitar Rp 105 triliun setahun. Sama sekali tidak ada subsidi, hanya berkurang keuntungan sebesar Rp 111 triliun - Rp 105 triliun = Rp 6 triliun.
Lalu mengapa pemerintah, media massa, pengamat ekonomi liberal dan "teh botol" (teknokrat "bodoh tolol, meminjam istilah Prof Sanyoto") menakut-nakuti rakyat dengan omong kosong (meminjam istilah Kwik Kian Gie) soal "subsidi BBM" yang memberatkan keuangan pemerintah? Tidak lain karena dengan naiknya harga BBM, para pemilik perusahaan minyak asing yang mengelola 92% minyak mentah Indonesia dan pemerintahan liberal jajahan yahudi Indonesia tidak ingin kehilangan kesempatan mendapatkan durian runtuh. Dengan menaikkan harga minyak, tentu mereka mendapatkan keuntungan lebih besar meski tanpa itu pun mereka tidak pernah sama sekali mengeluarkan "subsidi" sesenpun. Kekurangan keuntungan yang hanya sebesar Rp 6 triliun itu sudah dianggap bencana dan mereka rela membebani rakyat dengan kenaikan BBM hanya agar keuntungan mereka tidak berkurang.
Sekali lagi tidak pernah ada subsidi. Kenaikan harga BBM internasional hanya mengakibatkan berkurangnya keuntungan pemerintah dan perusahaan minyak asing dan itu membuat pemerintah merasa keberatan. Inilah akibatnya kalau pemerintah tidak berpihak kepada rakyatnya sendiri melainkan kepada asing.
Rosulullah pernah bersabada: "Jika kalian tidak lagi saling ber-amar ma'ruf nahi munkar (menegakkan kebenaran dan mencegah kejahatan) maka kelak Allah akan membangkitkan seorang pemimpin yang jahat. Pada saat itu bahkan do'a seorang yang alim tidak akan didengar oleh Allah."
Sunday, 3 July 2011
Hillary Clington Ijinkan Israel Serang Gaza Flotilla
Kalau nanti tragedi Mavi Marmara terulang, silahkan tunjuk hidung menlu Amerika, Hillary Clington, sebagai biang keladinya. Ini tidak lain karena Hillary, pejabat negeri pelindung dan pendukung setia Israel itu telah mengijinkan Israel untuk melakukan aksi kekerasan terhadap flotilla Gaza yang kini tengah menjalankan misi menembus blokade Israel untuk membantu rakyat Palestina di Gaza.
Dalam pernyataan persnya pada tgl 24 Juni lalu Hillary memberikan "lampu hijau" pada Israel untuk mengulangi aksi biadabnya pada armada kemanusiaan sebagaimana dilakukan tahun lalu, meski dalam armada kecil (flotilla) itu terdapat kapal "US Boat to Gaza" dan warga negara Amerika.
Di antara penumpang yang berada di kapal Amerika termasuk veteran pahlawan Hedy Epstein (87 th), serta penulis dan penyair Alice Walker. Peserta lainnya termasuk beberapa anggota parlemen Eropa. Dari seluruhnya terdapat 10 kapal dengan penumpang seluruhnya mencapai 1.000 orang yang berasal dari 20 negara lebih. Sebagai catatan tebal, dalam peristiwa penyerbuan Israel atas kapal Mavi Marmara tahun lalu terdapat seorang warganegara Amerika yang ikut menjadi korban tewas.
Dan inilah pernyataan Hillary tgl 23 Juni lalu: "Kami tidak percaya bahwa flotilla itu perlu atau dibutuhkan untuk membantu rakyat Gaza. Baru saja dalam minggu ini pemerintah Israel setuju untuk membantu pembangunan perumahan di Gaza. Akan ada material pembangunan yang akan dikirim ke Gaza dan saya rasa tidaklah berguna bagi flotilla itu untuk mencoba melakukan tindakan provokasi dengan memasuki perairan Israel dan menciptakan situasi dimana Israel terpaksa harus mempertahankan wilayahnya."
Hillary Clington pura-pura tidak mengetahui bahwa perairan Gaza bukanlah wilayah Israel sehingga setiap kapal yang memasuki Gaza tidak akan melanggar wilayah Israel sebagaimana diklaim Clington. Clington juga pura-pura lupa bahwa pada waktu Mavi Marmara diserang Israel tahun lalu, ia tengah berada di perairan internasional dan data GPS menunjukkan kapal tersebut tengah bergerak menjauhi perairan Israel.
Dengan membela "hak membela diri" Israel, Clington secara efektif telah memberikan sinyal pada dunia internasional bahwa Amerika akan mendukung Israel jika negara ini menyerang flotilla Gaza. Dan dengan mengatakan flotilla ke Gaza tidak perlu karena Israel telah mengijinkan bantuan ke Gaza, Clington telah melakukan tindakan munafik yang sangat kasar. Rakyat Gaza telah sangat menderita sejak Israel melakukan blokade atasnya selama bertahun-tahun. Satu-satunya yang masih membuat rakyat Gaza bertahan hidup adalah karena adanya bantuan dari luar negeri dan karena aksi-aksi berani orang-orang yang melakukan aksi "penyelundupan". Masalahnya adalah bukan "bantuan" untuk rakyat Gaza, melainkan membebaskan rakyat Gaza dari tindakan ilegal Israel atas Gaza. Pernyataan Clington seolah menegaskan bahwa jika rakyat Gaza telah mendapatkan bantuan maka Isreal tetap berhak melakukan blokade.
Rakyat Gaza bukanlah binatang, atau narapidana yang hidup dalam kurungan yang hidupnya tergantung pada pemberian penjaganya. Tindakan blokade oleh Israel adalah bentuk praktik "hukuman kolektif" yang dinyatakan ilegal oleh PBB.
Sebagaimana dilaporkan oleh Electronic Intifada, Israel telah melakukan latihan dan persiapan untuk melakukan aksi militer terhadap flotilla Gaza sebagaimana mereka lakukan tahun lalu. Dan jika nanti darah kembali tertumpah, bukan hanya tangan Israel yang berlumuran darah para aktifis kemanusiaan, namun juga Amerika.
Tidak hanya mendukung Israel untuk melakukan tindakan militer terhadap para aktifis, deplu Amerika juga telah membuat pernyataan bernada mengancam terhadap warga negara Amerika yang ikut serta dalam flotilla. Sebagaimana dilaporkan koran Israel Haaretz:
"Deplu Amerika menyatakan hari Jumat (24/6) bahwa setiap upaya menerobos blokade atas Gaza adalah tindakan provokatif dan tidak bertanggungjawab. ... Mereka juga menyatakan bahwa wilayah Gaza diperintah oleh kelompok teroris Hamas sehingga warga Amerika yang memberikan bantuan ke Gaza bisa dijatuhi hukuman penjara."
AMERIKA YANG SEMAKIN "BODOH"
Apa jadinya pada sebuah bangsa yang masyarakatnya tidak peduli dengan sejarah bangsanya sendiri? Mereka tidak akan mengerti arti nasionalisme, tidak peduli jika negara mereka diperintah secara sembarangan, atau bahkan diperintah oleh orang-orang bodoh serta jahat yang bekerja untuk "orang asing". Seperti Amerika.
Beberapa tahun lalu saya melihat sebuah acara "reality show" MTV yang disiarkan oleh sebuah stasiun televisi swasta nasional. Dalam acara tersebut tampak sang "host" mengadakan tes pengetahuan umum pada orang-orang di pinggir jalan di satu kota besar. Test-nya sederhana saja. Ia menggelar gambar peta besar Amerika serikat. Kepada orang-orang yang berkerumum ia menanyakan letak negara bagian Utah yang kala itu tengah menjadi perhatian karena klub basket Utah Jazz berhasil masuk final NBA dua tahun berturut-turut melawan Chicago Bulls yang diperkuat Michael Jordan.
Namun dari semua orang yang ditanya, tidak satupun bisa menunjukkan peta tersebut. Bukannya nyombong, ketika SMP saya hapal gambar peta Amerika lengkap dengan negara bagian dan ibukotanya meski kini sebagian dari memori itu, karena tidak diasah, telah tersimpan di alam bawah sadar.
Kalau kita baca buku "Stupid White Mens" karya Michael Moore kita mungkin akan tercengang karena ternyata masih ada jutaan warga yang buta huruf di Amerika di samping puluhan juta lainnya yang sama sekali buta informasi.
Beberapa waktu lalu lembaga pengawas pendidikan nasional Amerika, National Assessment of Education Progress (NAEP), melakukan uji pengetahuan kepada para siswa Amerika dan mendapatkan hasil yang memprihatinkan. Dalam pelajaran sejarah yang diujikan kepada 31.000 murid, sebagian besar murid kelas IV tidak bisa mengidentifikasi gambar Abraham Lincoln, presiden Amerika paling terkenal. Mereka bahkan tidak mengerti peran sejarah yang telah dilakukan Lincoln.
Lebih jauh test tersebut membuktikan bahwa sebagian besar murid kelas VIII tidak bisa mengerti akibat dari Perang Kemberdekaan, murid kelas XII tidak mengerti mengapa Amerika terlibat dalam Perang Dunia II atau negara mana yang menjadi musuh Amerika dalam Perang Korea.
Dari semuanya hanya 20% murid kelas IV yang dianggap "lulus", 17% untuk murid kelas VIII, dan 12% untuk murid kelas XII. Hanya sebagian kecil saja yang dianggap memahami betul sejarah Amerika.
“Buku-buku sejarah ditulis dengan buruk," kata sejarahwan McCullough mengomentari hasil ujian tersebut di atas. Menurutnya kebanyakan buku sejarah sekarang telah "disesuaikan" dengan semangat "politically correct"* sehingga berubah menjadi buku-buku yang tidak jauh berbeda dengan buku-buku fiksi. Beberapa tokoh nyata seperti misalnya Thomas Alfa Edison hanya mendapat porsi minimum sementara tokoh fiksi justru mendapat porsi besar.
Nilai-nilai "trendi" dan "minoritas" seperti "sejarah wanita", "sejarah kulit hitam", "sejarah lingkungan hidup", kini mendapat porsi berlebihan sehingga para murid tidak memahami sejarah secara kronologis. Mereka tidak memahami masa lalu bangsa mereka, apa yang telah dilakukan orang-orang sebagai bangsa, bagaimana mencintai bangsanya, melawan musuh dlsb. Semuanya berkat sistem pendidikan yang menghabiskan triliunan dolar pajak selama beberapa dekade terakhir.
Namun ternyata tidak hanya pelajara sejarah yang membuat para pendidik Amerika cemas, pelajaran sains juga tidak kalah "jeblok"-nya. Pada saat NAEP mengeluarkan laporannya, media raksasa New York Times juga melaporkan hasil uji kemampuan para murid sekolah negara bagian New York pada mata pelajaran matematika dan bahasa Inggris yang menjadi dasar penilaian seorang murid untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi.
Dari uji kemampuan tersebut diketahui para murid tingkat IX pada tahun 2006 hanya 37% yang layak untuk melanjutkan ke "college". Di kota New York sendiri angkanya bahkan lebih rendah lagi, yaitu hanya 21%, di Yonkers 14,5%, Rochester County 6%. Dan meski pemerintahan di bawah kendali yahudi berupaya menjadikan Amerika negara multi-etnis sekaligus melemahkan orang-orang kulit putih sebagai kekuatan pengimbang dominasi yahudi, kesenjangan kemampuan akademik berdasarkan ras tetap terjadi. Sebanyak 51% anak kulit putih dan 56% persen anak keturunan Asia yang duduk di tingkat IX pada tahun 2006 memiliki kemampuan untuk melanjutkan ke "college", sementara untuk anak-anak kulit hitam dan hispanik angkanya hanya 13% dan 15%.
Pada tahun 1960 hanya terdapat 18 juta warga kulit hitam dan beberapa juta warga hispanik (keturunan Latin) di antara 160 juta penduduk Amerika. Angka itu kini berubah tajam. Diperkirakan pada tahun 2050 mendatang jumlah penduduk kulit putih dan hispanik mencapai 200 juta atau sama dengan penduduk kulit putih.
* Di Amerika dan juga negara-negara jajahan yahudi (zionist occupied goverments) barat lainnya, terdapat semangat untuk menyeragamkan nilai-nilai sosial-politik-ekonomi-sejarah dengan apa yang disebut dengan istilah "politically correct". Secara efektif "politically correct", sebagaimana "anti-semit" telah menjadi senjata untuk membungkam pandangan kritis tentang hal-hal yang terkait dengan yahudi dan zionisme serta agenda-agenda mereka seperti "liberalisme", "demokrasi", "gender binding", "transexual", "pro-homoseksual", "one world goverment", "global warming --- kini diubah menjadi istilah perubahan cuaca setelah terbukti bahwa bumi tidak mengalami pemanasan) dll. Di Amerika bahkan kitab Injil Perjanjian Baru dianggap sebagai "anti semit" dan percayalah, tidak lama lagi bakal dilarang untuk dibaca sebagaimana acara doa bersama dilarang di sekolah-sekolah publik.
Ref:
"The Dumbing Down of America"; Patrick Buchanan – Creators Syndicate June 21, 2011; dalam thetruhseeker.co.uk; 22 Juni 2011.
KEKHAWATIRAN BARAT YG SEMAKIN BESAR ATAS IRAN
Perkembangan senjata Iran semakin mencemaskan para pemimpin barat. Sehari setelah Iran melaksanakan latihan perang rudal "Great Prophet 6", Rabu (29/6), menlu Inggris William Hague mengeluarkan komentarnya yang bernada khawatir atas perkembangan persenjataan Iran.
"Iran telah melakukan serangkaian uji coba secara rahasia peluncuran rudal-rudal balistik yang bisa membawa kepala nuklir, yang bertentangan dengan resolusi PBB no 1929," kata Hague kepada para anggota parlemen, sehari setelah Iran dikabarkan telah meluncurkan 14 rudal, satu di antaranya berdaya jangkau menengah yang mampu menghantam Israel dan pangkalan-pangkalan militer Amerika di Timur Tengah.
Hague juga menyinggung pengumuman Iran yang akan meningkatkan kapasitas pengayakan uraniumnya hingga 20%. "Itu adalah tingkat yang jauh lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk membuat energi nuklir damai," katanya.
Untuk itu Hague menjamin bahwa Inggris akan "terus meningkatkan tekanan kepada Iran untuk melakukan perundingan atas program nuklir mereka, ... termasuk pemberian sanksi-sanksi," demikian katanya.
Sehari sebelumnya, Selasa (28/6) jubir kemenlu Amerika, Victoria Nuland mengatakan bahwa Iran "melebih-lebihkan" kemampuan militernya, namun menolak mengomentari kemungkinan Iran telah memiliki kemampuan meluncurkan rudal berhulu ledak nuklir.
RUSIA PERIKSA RERUNTUHAN PESAWAT TANPA AWAK AMERIKA
Sementara itu televisi Iran, Press TV, mengabarkan bahwa sekelompok ahli Rusia telah berkunjung ke Iran untuk melihat reruntuhan pesawat tanpa awak Amerika yang ditembak jatuh Iran di Teluk Parsia.
Komandan Divisi Aerospace Tentara Pengawal Revolusi Brigjen Amir Ali Hajizadeh, kepada para wartawan, Selasa (28/6), mengatakan bahwa rombongan ahli militer Rusia telah datang ke Iran untuk mempelajari reruntuhan pesawat tak berawak Amerika yang ditembak jatuh Iran pada bulan Januari lalu.
Pada Januari lalu angkatan bersenjata Iran mengumumkan telah menembak jatuh dua pesawat tanpa awak Amerika yang terbang di atas wilayah Iran di Teluk Parsia. Pengumuman tersebut bersamaan dengan peningkatan militer Amerika di Teluk Parsia terkait aksi kerusuhan di Bahrain, tempat markas besar Armada V Amerika berada.
Dipelopori oleh Israel yang menggunakan pesawat tanpa awak dalam melakukan kegiatan spionase maupun serangan militer terhadap lawan-lawannya di Lebanon dan Palestina, Amerika kini gencar menggunakan senjata sejenis di Afghanistan, Pakistan dan Somalia.
Sumber:
"Iran secretly tested ‘nuclear-capable missiles’"; AFP – June 29, 2011 dalam thetruthseeker.co.uk; 29 Juni 2011
"Iran shows downed US drones to Russia"; Press TV; 29 Juni 2011 dalam thetruthseeker.co.uk; 30 Juni 2011
Subscribe to:
Posts (Atom)