Seorang pengunjung blog ini baru-baru ini menegur saya melalui komentarnya pada postingan "ANTARA ANWAR IBRAHIM DAN HABIBIE". Menurutnya saya tidak boleh menyalahkan Habibie atas terjadinya fenomena penguasaan negeri ini oleh kaki tangan "para penguasa global jahat yang berada di balik tirai" (merujuk pada para kapitalis global berdarah yahudi peyembah berhala seperti keluarga Rothschild, Rockefeller, dll.), karena Habibie tidak memahami hal-hal seperti itu.
Saya teringat dengan satu ayat dalam Al Qur'an yang saya lupa nama surat-nya dan ayat ke berapa (mohon ma'af karena saya memang bukan ahli agama). Ayat itu menceritakan suatu dialog antara manusia, setan dan Tuhan pada saat dilakukan "pangadilan akhir" di alam akhirat kelak. Dalam dialog tersebut digambarkan seorang manusia pendosa yang mengeluh kepada Tuhan bahwa dirinya hanya mengikuti apa yang diperintahkan setan kepadanya, dan karenanya ia meminta untuk diampuni dosa-dosanya. Ia meminta agar Tuhan menjatuhkan hukumannya hanya kepada setan yang telah menipunya. Sang setan pun mengejek manusia pendosa itu dengan mengingatkan bahwa manusia telah dibekali dengan akal dan pikiran, mengapa masih bisa tertipu oleh bujuk rayu setan. Akhirnya Tuhan pun memerintahkan manusia dan setan untuk bersama-sama menjalani hukuman di neraka.
Dalam konteks Habibie dan "para penguasa global jahat yang berada di balik tirai", Habibie seperti manusia pendosa dalam ayat Al Qur'an tersebut di atas. Beliau tidak bisa lepas dari tanggungjawab atas ketidak tahuannya (kalau memang beliau tidak tahu) tentang konspirasi jahat yang telah menjerat Indonesia selama dan setelah gerakan reformasi tahun 1997-1998. Apalagi kalau ternyata beliau sebenarnya tahu adanya konspirati itu, tentu dosanya lebih besar lagi.
Oleh: Emi Nur Hayati Ma'sum Sa'id
Sejak awal penciptaannya, wanita merupakan bagian dari kehidupan seorang pria. Nabi Adam as tidak diciptakan sendirian, tapi di sampingnya ada seorang wanita bernama Hawa. Wanita memiliki peran penting dalam setiap kehidupan pria. Mulai dari Hawa yang menjadi pendamping Nabi Adam as sampai Sarah istri Nabi Ibrahim, Maryam ibunya Nabi Isa dan Barkhanah Ibu Nabi Musa, Sayyidah Khadijah istri Nabi Muhammad saw, Sayyidah Fathimah istri Imam Ali as sampai Sayyidah Zainab yang mendampingi saudaranya Imam Husein as dalam kebangkitan Asyura.
Peran Sayyidah Zainab as
Peran wanita dalam gerakan Tauhid dan Islam sama sekali tidak bisa dipungkiri. Puncaknya adalah gerakan dan kebangkitan Asyura yang dipimpin oleh Imam Husein as. Dalam kebangkitan Asyura Imam Husein as membawa semua keluarganya baik laki-laki maupun perempuan, besar dan kecil. Dalam kebangkitan Asyura peran perempuan di sini tidak kalah pentingnya dengan peran laki-laki. Ada beberapa perempuan yang karena keberanian, keimanan dan pengorbanannya mereka berhasil mencatat namanya dalam sejarah mulia kebangkitan Asyura dan yang terpenting adalah keberadaan saudara perempuan Imam Husein as yang bernama Zainab as.
Sayyidah Zainab as dalam kebangkitan Asyura selain sebagai jembatan penyambung dan pengemban risalah pasca syahadah Imam Husein as, beliau juga bertanggung jawab sebagai pemimpin para tawanan, perawat Imam Zainul Abidin as yang sedang sakit dan penjaga anak-anak dan para wanita.
Bila Sayyidah Khadijah as wanita pertama kali yang beriman kepada Rasulullah Saw. Ia juga berkorban selama sepuluh tahun dari awal kenabian sampai tahun kesepuluh hijriyah. Dengan setia mendampingi suaminya dalam menyebarkan ajaran Islam dengan segala beban dan kesulitan. Dalam peristiwa Karbala, Sayyidah Zainab as cucu beliau juga mendampingi saudaranya Imam Husein as menegakkan dan meluruskan ajaran kakeknya Rasulullah Saw. Ajaran yang sedang diselewengkan oleh manusia-manusia durjana seperti Muawiyah bin Abi Sufyan dan anaknya Yazid bin Muawiyah.
Sejak awal penciptaannya, wanita merupakan bagian dari kehidupan seorang pria. Nabi Adam as tidak diciptakan sendirian, tapi di sampingnya ada seorang wanita bernama Hawa. Wanita memiliki peran penting dalam setiap kehidupan pria. Mulai dari Hawa yang menjadi pendamping Nabi Adam as sampai Sarah istri Nabi Ibrahim, Maryam ibunya Nabi Isa dan Barkhanah Ibu Nabi Musa, Sayyidah Khadijah istri Nabi Muhammad saw, Sayyidah Fathimah istri Imam Ali as sampai Sayyidah Zainab yang mendampingi saudaranya Imam Husein as dalam kebangkitan Asyura.
Peran Sayyidah Zainab as
Peran wanita dalam gerakan Tauhid dan Islam sama sekali tidak bisa dipungkiri. Puncaknya adalah gerakan dan kebangkitan Asyura yang dipimpin oleh Imam Husein as. Dalam kebangkitan Asyura Imam Husein as membawa semua keluarganya baik laki-laki maupun perempuan, besar dan kecil. Dalam kebangkitan Asyura peran perempuan di sini tidak kalah pentingnya dengan peran laki-laki. Ada beberapa perempuan yang karena keberanian, keimanan dan pengorbanannya mereka berhasil mencatat namanya dalam sejarah mulia kebangkitan Asyura dan yang terpenting adalah keberadaan saudara perempuan Imam Husein as yang bernama Zainab as.
Sayyidah Zainab as dalam kebangkitan Asyura selain sebagai jembatan penyambung dan pengemban risalah pasca syahadah Imam Husein as, beliau juga bertanggung jawab sebagai pemimpin para tawanan, perawat Imam Zainul Abidin as yang sedang sakit dan penjaga anak-anak dan para wanita.
Bila Sayyidah Khadijah as wanita pertama kali yang beriman kepada Rasulullah Saw. Ia juga berkorban selama sepuluh tahun dari awal kenabian sampai tahun kesepuluh hijriyah. Dengan setia mendampingi suaminya dalam menyebarkan ajaran Islam dengan segala beban dan kesulitan. Dalam peristiwa Karbala, Sayyidah Zainab as cucu beliau juga mendampingi saudaranya Imam Husein as menegakkan dan meluruskan ajaran kakeknya Rasulullah Saw. Ajaran yang sedang diselewengkan oleh manusia-manusia durjana seperti Muawiyah bin Abi Sufyan dan anaknya Yazid bin Muawiyah.