Indonesian Free Press -- Sesuai dengan kayakinan IFP selama ini, kantor berita Iran Press TV melaporkan bahwa aksi-aksi penembakan di Amerika selama ini adalah aksi yang direkayasa oleh penguasa dengan motif menerapkan undang-undang pelarangan peredaran senjata api.
"Dan bersama dengan banyak dan lebih banyak lagi aksi-aksi 'bendera palsu' ini, aksi-aksi penembakan yang direkayasa ini, apa yang kita lihat adalah seruan-seruan bagi pembatasan senjata api," kata Dan Hennen, peneliti dari Cheska, Minnesota, Amerika, kepada Press TV, Senin (31 Agustus).
Pernyataan itu disampaikan Hennen setelah kandidat presiden Bernie Sanders mengklaim dirinya adalah figur capres yang tepat untuk mengusung undang-undang larangan senjata api.
Dalam wawancara dengan CNN pada hari Minggu, Sanders undang-undang pembatasan senjata api diperlukan untuk mencegah orang-orang sakit mental untuk memiliki senjata api.
Amerika adalah salah satu negara yang konstitusinya melindungi hak warga negara untuk memiliki senjata api. Hal ini terkait dengan sejarah Amerika yang terbentuk dari revolusi rakyat sipil yang mengangkat senjata melawan penjajahan. Selain itu senjata api juga menjadi pelindung yang efektif atas segala bentuk kejahatan. Karena itulah maka seruan bagi pembatasan senjata api di Amerika tidak mendapat banyak dukungan publik. Untuk itulah, sejumlah aksi penembakan dilakukan untuk memberi alasan bagi pelarangan senjata api.
Lebih dari 6.000 orang tewas dan lebih dari 13.000 orang terluka karena penyalahgunaan senjata api di Amerika sejak awal tahun ini. Demikian laporan dari 'Gun Violence Archive'. Sekitar 4,5 juta senjata api terjual setiap tahunnya di Amerika dengan nilai penjualan mencapai $2 miliar hingga $3 miliar.
Monday, 31 August 2015
Sunday, 30 August 2015
Perang Total di Yaman yang Terabaikan
Indonesian Free Press -- Tanpa mendapatkan perhatian publik dunia karena minimnya pemberitaan, konflik di Yaman telah memasuki tahap yang sangat memprihatinkan, yaitu perang total.
Selain serangan udara besar-besaran yang telah berlangsung sejak bulan Maret lalu, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan sejumlah sejumlah negara Arab hingga Al Qaida telah melancarkan perang total di Yaman. Setelah blokade laut, kini pasukan darat Arab bahkan telah menginvasi Yaman.
Seperti dilaporkan wartawan senior Tony Cartalucci di situs Land Destroyer tanggal 27 Agustus lalu, sepasukan Arab terdiri dari sekitar 1.000 hingga 3.000 personil dan diperkuat dengan 100 tank tengah bergerak ke utara setelah mendarat di Aden. Tujuan pasukan itu adalah Sana'a, ibukota Yaman yang dikuasai Gerakan Ansarullah yang diperkuat oleh kelompok Houthi dan loyalis mantan presiden Ali Abdullah Saleh.
Pasukan tersebut diperkuat dengan tank-tank utama (main battle tank) Leclerc buatan Perancis. Dengan jumlah 100 tank, angka itu setara sekitar 1/3 dari seluruh tank yang dipunyai Uni Emirat Arab.
Langkah ini, bisa menunjukkan optimisme yang berlebihan Saudi dan sekutu-sekutunya akan prospek perang total di Yaman. Di sisi lain, hal ini juga menunjukkan keputus-asaan Saudi dan sekutu-sekutu Arabnya, setelah gagal melemahkan kekuatan Gerakan Ansarullah meski telah digempur habis-habisan selama berbulan-bulan. Namun apapun itu, ini akan menjadi perang besar yang berlarut-larut dan berakhir dengan kekalahan Saudi dan sekutu-sekutu Arabnya.
Kecuali beberapa negara Maghribi (Arab Afrika Utara), Iran dan Suriah, Saudi dan negara-negara Arab tidak pernah memiliki pengalaman perang total yang berkepanjangan. Dan jangankan perang di negara musuh, bahkan berperang di negara sendiri pun mereka tidak pernah.
Selain serangan udara besar-besaran yang telah berlangsung sejak bulan Maret lalu, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan sejumlah sejumlah negara Arab hingga Al Qaida telah melancarkan perang total di Yaman. Setelah blokade laut, kini pasukan darat Arab bahkan telah menginvasi Yaman.
Seperti dilaporkan wartawan senior Tony Cartalucci di situs Land Destroyer tanggal 27 Agustus lalu, sepasukan Arab terdiri dari sekitar 1.000 hingga 3.000 personil dan diperkuat dengan 100 tank tengah bergerak ke utara setelah mendarat di Aden. Tujuan pasukan itu adalah Sana'a, ibukota Yaman yang dikuasai Gerakan Ansarullah yang diperkuat oleh kelompok Houthi dan loyalis mantan presiden Ali Abdullah Saleh.
Pasukan tersebut diperkuat dengan tank-tank utama (main battle tank) Leclerc buatan Perancis. Dengan jumlah 100 tank, angka itu setara sekitar 1/3 dari seluruh tank yang dipunyai Uni Emirat Arab.
Langkah ini, bisa menunjukkan optimisme yang berlebihan Saudi dan sekutu-sekutunya akan prospek perang total di Yaman. Di sisi lain, hal ini juga menunjukkan keputus-asaan Saudi dan sekutu-sekutu Arabnya, setelah gagal melemahkan kekuatan Gerakan Ansarullah meski telah digempur habis-habisan selama berbulan-bulan. Namun apapun itu, ini akan menjadi perang besar yang berlarut-larut dan berakhir dengan kekalahan Saudi dan sekutu-sekutu Arabnya.
Kecuali beberapa negara Maghribi (Arab Afrika Utara), Iran dan Suriah, Saudi dan negara-negara Arab tidak pernah memiliki pengalaman perang total yang berkepanjangan. Dan jangankan perang di negara musuh, bahkan berperang di negara sendiri pun mereka tidak pernah.
Friday, 28 August 2015
Rusia Sudah Terlibat dalam Konflik Suriah
Indonesian Fres Press -- Hari Rabu (26 Agustus) lalu Presiden Bashar al Assar tampak ceria dalam sebuah wawancara dengan kantor berita BBC yang didisiarkan dengan judul "Syria's Assad 'confident' of Iranian and Russian support".
Dengan bersemangat ia menyebutkan kepercayaan dirinya dengan dukungan sekutu-sekutu utamanya Iran dan Rusia.
"Selama 4 tahun terakhir Rusia telah menunjukkan kejujuran, terbuka dan memiliki prinsip," katanya dalam wawancara itu.
Ia patut senang dan optimis dengan perkembangan konflik yang terjadi di negaranya akhir-akhir ini. Setelah pertempuran yang sengit selama empat tahun, ia melihat dukungan kepadanya dari sekutu-sekutunya itu telah memberikan hasil yang signifikan. Selain membuatnya mampu bertahan selama ini, dalam beberapa bulan terakhir ia melihat prospek kemenangan pasukannya melawan pemberontak semakin besar.
Ribuan personil Hizbollah Lebanon, milisi-milisi Syiah dari Irak, Iran hingga Afghanistan, pasukan khusus Iran dan penasihat-penasihat militer Rusia telah berada di negaranya untuk membantunya. Bersama pasukan Suriah, mereka berhasil menggagalkan offensif besar-besaran para pemberontak baru-baru ini dan kini mereka berada di pihak yang 'di atas angin'.
Teristimewa dari hal itu, senjata-senjata canggih Rusia yang dikirim ke Suriah, termasuk sistem pertahanan udara S-300, telah menjadi senjata 'pengubah permainan'. Hari Jumat (22/8), misalnya, sebuah pesawat pembom-tempur F-16 Israel berhasil ditembak jatuh saat melancarkan serangan udara di wilayah Al Qunaetra. (Beritanya tidak dimuat oleh media-media massa utama dunia yang dikendalikan zionis internasional, namun bisa dilihat di sini). Ini membuat angkatan udara Suriah semakin leluasa melancarkan serangan-serangan udaranya ke posisi-posisi pemberontak.
Dengan bersemangat ia menyebutkan kepercayaan dirinya dengan dukungan sekutu-sekutu utamanya Iran dan Rusia.
"Selama 4 tahun terakhir Rusia telah menunjukkan kejujuran, terbuka dan memiliki prinsip," katanya dalam wawancara itu.
Ia patut senang dan optimis dengan perkembangan konflik yang terjadi di negaranya akhir-akhir ini. Setelah pertempuran yang sengit selama empat tahun, ia melihat dukungan kepadanya dari sekutu-sekutunya itu telah memberikan hasil yang signifikan. Selain membuatnya mampu bertahan selama ini, dalam beberapa bulan terakhir ia melihat prospek kemenangan pasukannya melawan pemberontak semakin besar.
Ribuan personil Hizbollah Lebanon, milisi-milisi Syiah dari Irak, Iran hingga Afghanistan, pasukan khusus Iran dan penasihat-penasihat militer Rusia telah berada di negaranya untuk membantunya. Bersama pasukan Suriah, mereka berhasil menggagalkan offensif besar-besaran para pemberontak baru-baru ini dan kini mereka berada di pihak yang 'di atas angin'.
Teristimewa dari hal itu, senjata-senjata canggih Rusia yang dikirim ke Suriah, termasuk sistem pertahanan udara S-300, telah menjadi senjata 'pengubah permainan'. Hari Jumat (22/8), misalnya, sebuah pesawat pembom-tempur F-16 Israel berhasil ditembak jatuh saat melancarkan serangan udara di wilayah Al Qunaetra. (Beritanya tidak dimuat oleh media-media massa utama dunia yang dikendalikan zionis internasional, namun bisa dilihat di sini). Ini membuat angkatan udara Suriah semakin leluasa melancarkan serangan-serangan udaranya ke posisi-posisi pemberontak.
Wednesday, 26 August 2015
Cina Kirim Ancaman untuk Amerika Melalui Korea Utara
Indonesian Free Press -- Blog ini telah mengingatkan kemungkinan konfrontasi langsung antara Amerika dengan Cina menyusul serangan senjata 'Rod of God' Amerika di Tiangjin, Cina. Semua kemungkinan langkah yang akan diambil Cina paska peristiwa itu adalah untuk ber-'unjuk gigi' kepada Amerika, mengisyaratkan bahwa Cina tidak gentar dengan Amerika.
Dan hal itu telah dilakukan Cina, dengan mengirim pasukan ke perbatasan Korea Utara (Korut) pada saat negara itu terlibat ketegangan dengan Korea Selatan (Korsel) dan Amerika.
Sejumlah media massa internasional baru-baru ini mengabarkan tentang pergerakan militer Cina ke perbatasan Korut. NKnews.org, sebuah situs milik lembaga kajian International Institute of Korean Study (IIKS), misalnya, tanggal 24 Agustus lalu menulis artikel berjudul 'Significant military movements spotted near China-N. Korea border'.
"Pergerakan-pergerakan satuan mekanik setingkat brigade diketahui terjadi di kota Yanji, Cina, di wilayah otonomi Yanbian yang berbatasan dengan Korea Utara. Berdasar foto-foto yang beredar di blog-blog Cina, satuan-satuan mekanik Tentara Pembebasan Rakyat (Cina) terdiri dari tank-tank penghancur PTZ-89 (Type 89), sebuah PGZ-95 meriam anti-udara otomatis (Type 95 SPAAA) dan meriam-meriam otomatis (self-propelled guns) kaliber 155 mm," demikian tulis laporan itu.
Pergerakan militer Cina itu tidak berselang lama setelah pemimpin Korut Kim Jong-un, pada hari Jumat (21/8) memerintahkan militer Korut untuk bersiaga perang. Pengumuman Kim langsung direspon Presiden Korsel Park Geun-hye dengan memerintahkan militer Korsel untuk bersiaga. Komando pasukan Amerika di Korsel juga meningkatkan status kesiagaan perang.
Sejumlah pengamat, termasuk dari IIKS menyebut langkah Cina ini dimaksudkan untuk menggertak Korut untuk menurunkan ketegangan dengan Korsel. Analisa ini didukung oleh fakta bahwa tidak lama setelah kabar penggelaran pasukan Cina itu muncul ke publik, pada hari Sabtu (22/8) delegasi Korut dan Korsel bertemu untuk berunding dan dua hari kemudian dihasilkan kesepakatan damai antara keduanya.
Dan hal itu telah dilakukan Cina, dengan mengirim pasukan ke perbatasan Korea Utara (Korut) pada saat negara itu terlibat ketegangan dengan Korea Selatan (Korsel) dan Amerika.
Sejumlah media massa internasional baru-baru ini mengabarkan tentang pergerakan militer Cina ke perbatasan Korut. NKnews.org, sebuah situs milik lembaga kajian International Institute of Korean Study (IIKS), misalnya, tanggal 24 Agustus lalu menulis artikel berjudul 'Significant military movements spotted near China-N. Korea border'.
"Pergerakan-pergerakan satuan mekanik setingkat brigade diketahui terjadi di kota Yanji, Cina, di wilayah otonomi Yanbian yang berbatasan dengan Korea Utara. Berdasar foto-foto yang beredar di blog-blog Cina, satuan-satuan mekanik Tentara Pembebasan Rakyat (Cina) terdiri dari tank-tank penghancur PTZ-89 (Type 89), sebuah PGZ-95 meriam anti-udara otomatis (Type 95 SPAAA) dan meriam-meriam otomatis (self-propelled guns) kaliber 155 mm," demikian tulis laporan itu.
Pergerakan militer Cina itu tidak berselang lama setelah pemimpin Korut Kim Jong-un, pada hari Jumat (21/8) memerintahkan militer Korut untuk bersiaga perang. Pengumuman Kim langsung direspon Presiden Korsel Park Geun-hye dengan memerintahkan militer Korsel untuk bersiaga. Komando pasukan Amerika di Korsel juga meningkatkan status kesiagaan perang.
Sejumlah pengamat, termasuk dari IIKS menyebut langkah Cina ini dimaksudkan untuk menggertak Korut untuk menurunkan ketegangan dengan Korsel. Analisa ini didukung oleh fakta bahwa tidak lama setelah kabar penggelaran pasukan Cina itu muncul ke publik, pada hari Sabtu (22/8) delegasi Korut dan Korsel bertemu untuk berunding dan dua hari kemudian dihasilkan kesepakatan damai antara keduanya.
Tuesday, 25 August 2015
Suriah Tembak Jatuh F-16 dan 2 Helikopter Israel
Indonesian Free Press -- Setidaknya media Iran, Rusia dan sejumlah media independen melaporkan penembakan jatuh pesawat pembom-tempur F-16 Israel oleh Suriah di wilayah dekat perbatasan Israel-Suriah, Jumat (21/8).
Mengutip laporan media Iran Fars News Agency, media 'resmi' Rusia Sputnik (sebelumnya bernama RIA Novosti) melaporkan pada hari Sabtu (22/8):
"Sistem pertahanan udara Suriah menembak jatuh pesawat tempur Israel yang melanggar wilayah negara Arab itu (Suriah), sebuah kantor berita Iran (Fars News Agency) melaporkan."
Menurut laporan itu pesawat tempur Israel itu ditembak di udara kota Al-Quneitra pada hari Jumat (21/8).
Sementara itu laporan Global Review hari Minggu (23/8) menyebutkan, selain penembakan itu, Israel juga kehilangan 2 helikopter tempurnya di dekat perbatasan setelah ditembak sistem pertahanan udara Suriah.
"Pada hari Jumat angkatan udara Israel melanjutkan serangan-serangannya di wilayah barat Suriah dengan menargetkan sasarannya pada markas Brigade ke-68 di Khan Al-Sheih di Provinsi Damaskus dan Brigade ke-90 di Provinsi al-Quneitra, setelah berhenti selama 6 jam menyusul serangan-serangan udara mereka di wilayah Dataran Golan," tulis Global Review.
Mengutip keterangan Ziad Fadel dari Syrian Perspective, laporan itu menyebutkan bahwa serangan Israel itu menewaskan seorang tentara Suriah di markas Brigade ke-68 dan beberapa warga sipil kota al-Quneitra.
Serangan bermula pada pagi hari, ketika sebuah pesawat F-16 Israel terbang ke wilayah Suriah dan menyerang markas Brigade ke-68 dan kemudian berbelok menuju markas Brigade ke-90 di al-Quneitra sebelum menuju wilayah aman bagi penyelamatan ke wilayah pendudukan Palestina.
Mengutip laporan media Iran Fars News Agency, media 'resmi' Rusia Sputnik (sebelumnya bernama RIA Novosti) melaporkan pada hari Sabtu (22/8):
"Sistem pertahanan udara Suriah menembak jatuh pesawat tempur Israel yang melanggar wilayah negara Arab itu (Suriah), sebuah kantor berita Iran (Fars News Agency) melaporkan."
Menurut laporan itu pesawat tempur Israel itu ditembak di udara kota Al-Quneitra pada hari Jumat (21/8).
Sementara itu laporan Global Review hari Minggu (23/8) menyebutkan, selain penembakan itu, Israel juga kehilangan 2 helikopter tempurnya di dekat perbatasan setelah ditembak sistem pertahanan udara Suriah.
"Pada hari Jumat angkatan udara Israel melanjutkan serangan-serangannya di wilayah barat Suriah dengan menargetkan sasarannya pada markas Brigade ke-68 di Khan Al-Sheih di Provinsi Damaskus dan Brigade ke-90 di Provinsi al-Quneitra, setelah berhenti selama 6 jam menyusul serangan-serangan udara mereka di wilayah Dataran Golan," tulis Global Review.
Mengutip keterangan Ziad Fadel dari Syrian Perspective, laporan itu menyebutkan bahwa serangan Israel itu menewaskan seorang tentara Suriah di markas Brigade ke-68 dan beberapa warga sipil kota al-Quneitra.
Serangan bermula pada pagi hari, ketika sebuah pesawat F-16 Israel terbang ke wilayah Suriah dan menyerang markas Brigade ke-68 dan kemudian berbelok menuju markas Brigade ke-90 di al-Quneitra sebelum menuju wilayah aman bagi penyelamatan ke wilayah pendudukan Palestina.
Monday, 24 August 2015
Apa Lagi yang Mau Dibuktikan Jokower?
Indonesian Free Press -- Ketika Presiden Jokowi membatalkan pencalonan Jendral Budi sebagai Kapolri, para pendukungnya, atau kita sebut saja dengan istilah Jokower, langsung memuji-mujinya sebagai 'tindakan bijaksana', 'brillian' dan sebagainya.
Mereka seolah ingin mengatakan bagaimana Jokowi dengan cerdik melepaskan diri dari 'bayang-bayang' Megawati Soekarnoputri, yang diketahui publik sebagai pendukung utama Jendral Budi. Awalnya Jokowi sengaja menyetujui pencalonkan Jendral Budi, namun diam-diam bersekutu dengan KPK untuk menjegal pencalonannya dengan menggunakan isyu 'korupsi' setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka.
"Itulah buktinya Pak Jokowi sangat anti-korupsi dan tidak bisa didikte Megawati!" Demikian para Jokower berteriak-teriak gembira di media sosial.
Para penggiat anti-korupsi dan 'civic society' berbasis LSM binaan asing seperti ICW dan LBHI, yang secara umum merupakan pendukung Jokowi, juga tidak kalah keras memuji Jokowi. Merekalah yang selama ini berteriak lantang tentang 'rekening gendut' Jendral Budi.
Namun kondisi ini berbalik arah dengan cepatnya, setelah Jendral Budi memenangkan gugatan pra-peradilan atas kasusnya yang ditangani KPK. Ia berhasil melepaskan diri dari kasus yang menjeratnya. Sebaliknya, para pemimpin KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto-lah yang terjerat kasus pidana yang ditangani polisi. Tidak hanya itu, Jendral Budi bukannya terjengkang dari posisinya di kepolisian, ia justru naik jabatan menjadi Wakapolri.
Jokowi masih mencoba berkelit ketika dimintai keterangannya tentang pengangkatan Jendral Budi sebagai Walapolri. Namun jawabannya sungguh sangat tidak bijaksana. Ia mengaku tidak tahu-menahu dengan masalah itu.
Mereka seolah ingin mengatakan bagaimana Jokowi dengan cerdik melepaskan diri dari 'bayang-bayang' Megawati Soekarnoputri, yang diketahui publik sebagai pendukung utama Jendral Budi. Awalnya Jokowi sengaja menyetujui pencalonkan Jendral Budi, namun diam-diam bersekutu dengan KPK untuk menjegal pencalonannya dengan menggunakan isyu 'korupsi' setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka.
"Itulah buktinya Pak Jokowi sangat anti-korupsi dan tidak bisa didikte Megawati!" Demikian para Jokower berteriak-teriak gembira di media sosial.
Para penggiat anti-korupsi dan 'civic society' berbasis LSM binaan asing seperti ICW dan LBHI, yang secara umum merupakan pendukung Jokowi, juga tidak kalah keras memuji Jokowi. Merekalah yang selama ini berteriak lantang tentang 'rekening gendut' Jendral Budi.
Namun kondisi ini berbalik arah dengan cepatnya, setelah Jendral Budi memenangkan gugatan pra-peradilan atas kasusnya yang ditangani KPK. Ia berhasil melepaskan diri dari kasus yang menjeratnya. Sebaliknya, para pemimpin KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto-lah yang terjerat kasus pidana yang ditangani polisi. Tidak hanya itu, Jendral Budi bukannya terjengkang dari posisinya di kepolisian, ia justru naik jabatan menjadi Wakapolri.
Jokowi masih mencoba berkelit ketika dimintai keterangannya tentang pengangkatan Jendral Budi sebagai Walapolri. Namun jawabannya sungguh sangat tidak bijaksana. Ia mengaku tidak tahu-menahu dengan masalah itu.
Adil Kepada Syiah
Indonesian Free Press -- Pesan dari Al Qur'an: "Janganlah kebencianmu pada suatu kaum mencegahmu untuk berbuat adil".
Dalam sejarah modern, kaum Shiah yang minoritas selalu menjadi korban penindasan. Jangankan di negara-negara yang kaum Shiah-nya minoritas. Di negara-negara yang kaum Shiah-nya mayoritas pun orang-orang Shiah masih tertindas. Di Irak, misalnya, orang-orang Shiah masih tidak bisa aman merayakan hari-hari besar agamanya karena ancaman serangan bom oleh kelompok-kelompok militan takfiri yang tidak pernah berhenti sampai sekarang. Di Pakistan pun, dimana terdapat sekitar 30 jutaan penganut Shiah, mereka turus-menerus menjadi korban aksi-aksi kekerasan kelompok-kelompok takfiri.
Bahkan di Bahrain dan Azerbeijan yang mayoritas warga negaranya penganut Syiah, mereka masih hidup terpinggirkan.
Sebelum terbentuknya Hizbollah, warga Shiah di Lebanon yang jumlahnya lebih besar (atau minimal sama besar) dibandingkan penganut Sunni, bahkan menjadi warga kelas tiga di negaranya sendiri. Setelah warga Lebanon lainnya, orang-orang Syiah Lebanon masih harus mengalah pada para pengungsi Palestina. Di jalan-jalan Lebanon Selatan yang mayoritas warganya adalah Syiah, orang-orang Palestina mendirikan pos-pos penjagaan dan orang-orang Syiah yang adalah penduduk asli Lebanon sendiri, harus meminta ijin orang-orang Palestina itu jika ingin lewat.
Kalau kita pergi ke Sadr City di Baghdad, masih sangat jelas tampak diskriminasi kepada para penganut Shiah selama masa pemerintahan Saddam Hussein, yang belum bisa dipulihkan meski kini pemerintah Irak telah didominasi oleh orang-orang Syiah yang mayoritas. Di bagian lain kota Baghdad yang gemerlap oleh kemewahan, Sadr City yang mayoritasnya warganya adalah Syiah, justru diwarnai dengan kekumuhan.
Dalam sejarah modern, kaum Shiah yang minoritas selalu menjadi korban penindasan. Jangankan di negara-negara yang kaum Shiah-nya minoritas. Di negara-negara yang kaum Shiah-nya mayoritas pun orang-orang Shiah masih tertindas. Di Irak, misalnya, orang-orang Shiah masih tidak bisa aman merayakan hari-hari besar agamanya karena ancaman serangan bom oleh kelompok-kelompok militan takfiri yang tidak pernah berhenti sampai sekarang. Di Pakistan pun, dimana terdapat sekitar 30 jutaan penganut Shiah, mereka turus-menerus menjadi korban aksi-aksi kekerasan kelompok-kelompok takfiri.
Bahkan di Bahrain dan Azerbeijan yang mayoritas warga negaranya penganut Syiah, mereka masih hidup terpinggirkan.
Sebelum terbentuknya Hizbollah, warga Shiah di Lebanon yang jumlahnya lebih besar (atau minimal sama besar) dibandingkan penganut Sunni, bahkan menjadi warga kelas tiga di negaranya sendiri. Setelah warga Lebanon lainnya, orang-orang Syiah Lebanon masih harus mengalah pada para pengungsi Palestina. Di jalan-jalan Lebanon Selatan yang mayoritas warganya adalah Syiah, orang-orang Palestina mendirikan pos-pos penjagaan dan orang-orang Syiah yang adalah penduduk asli Lebanon sendiri, harus meminta ijin orang-orang Palestina itu jika ingin lewat.
Kalau kita pergi ke Sadr City di Baghdad, masih sangat jelas tampak diskriminasi kepada para penganut Shiah selama masa pemerintahan Saddam Hussein, yang belum bisa dipulihkan meski kini pemerintah Irak telah didominasi oleh orang-orang Syiah yang mayoritas. Di bagian lain kota Baghdad yang gemerlap oleh kemewahan, Sadr City yang mayoritasnya warganya adalah Syiah, justru diwarnai dengan kekumuhan.
Friday, 21 August 2015
Ledakan Tianjin, Cina dan Amerika Sedang Berperang?
Indonesian Fress Press -- Menyusul terjadinya ledakan hebat yang misterius di pelabuhan Tianjin, Cina minggu lalu, kini beredar rumor di dunia maya bahwa ledakan itu disebabkan oleh senjata terbaru Amerika, "Tombak Tuhan" atau "Rod of God".
Di antara situs yang memberitakan tentang hal ini adalah Natural News, yang pada hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus lalu editornya, Mike Adams, menulis artikel menarik berjudul "Explosion carried out by US space weapon in retaliation for Yuan currency devaluation".
Mengklaim mendapatkan informasi dari para aktifis anti-pemerintah Cina, Mike Adams menulis serangan itu dilakukan sebagai balasan Amerika atas langkah Cina mendevaluasi mata-uangnya terhadap dollar pada tanggal 11 Agustus lalu, sehingga mengancam mata uang dollar. Kini, pemerintah Cina berusaha kuat untuk menutup-nutupi informasi ini demi mencegah terjadinya kepanikan.
"Ledakan Tianjin terjadi karena 'balasan kinetik' oleh Pentagon sebagai balasan atas perang devaluasi Yuan, menurut sumber-sumber anti-pemerintah dari daratan Cina. Kini pemerintah menerapkan langkah-langkah yang tidak pernah terjadi sebelumnya untuk mengontrol arus informasi tentang peristiwa ini," tulis Mike Adams.
Menurut laporan itu, ledakan yang terjadi dan dampaknya sangatlah hebat, dan jumlah korban kemungkinan besar jauh lebih besar dari angka resmi terakhir sebanyak 114 orang.
"Ledakan minggu lalu mengakibatkan bola api raksasa ke angkasa, membakar bangunan-bangunan dan memecahkan jendela-jendela hingga beberapa kilometer jaraknya," tambah laporan itu mengutip laporan media Inggris Daily Mail.
Di antara situs yang memberitakan tentang hal ini adalah Natural News, yang pada hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus lalu editornya, Mike Adams, menulis artikel menarik berjudul "Explosion carried out by US space weapon in retaliation for Yuan currency devaluation".
Mengklaim mendapatkan informasi dari para aktifis anti-pemerintah Cina, Mike Adams menulis serangan itu dilakukan sebagai balasan Amerika atas langkah Cina mendevaluasi mata-uangnya terhadap dollar pada tanggal 11 Agustus lalu, sehingga mengancam mata uang dollar. Kini, pemerintah Cina berusaha kuat untuk menutup-nutupi informasi ini demi mencegah terjadinya kepanikan.
"Ledakan Tianjin terjadi karena 'balasan kinetik' oleh Pentagon sebagai balasan atas perang devaluasi Yuan, menurut sumber-sumber anti-pemerintah dari daratan Cina. Kini pemerintah menerapkan langkah-langkah yang tidak pernah terjadi sebelumnya untuk mengontrol arus informasi tentang peristiwa ini," tulis Mike Adams.
Menurut laporan itu, ledakan yang terjadi dan dampaknya sangatlah hebat, dan jumlah korban kemungkinan besar jauh lebih besar dari angka resmi terakhir sebanyak 114 orang.
"Ledakan minggu lalu mengakibatkan bola api raksasa ke angkasa, membakar bangunan-bangunan dan memecahkan jendela-jendela hingga beberapa kilometer jaraknya," tambah laporan itu mengutip laporan media Inggris Daily Mail.
Monday, 17 August 2015
Amerika Terpecah, 4 Negara Arab akan Bantu Suriah
Indonesian Free Press -- Dalam beberapa hari yang lalu beredar kabar yang simpang-siur tentang konflik di Suriah. Pada tanggal 27 Juli koran New York Times melaporkan telah disetujuinya pembentukan 'zona larang terbang' di perbatasan Suriah oleh Amerika dan Turki. Namun tidak lama kemudian jubir kepresidenan Amerika membantah kabar itu.
Kemudian muncul lagi kabar tentang Amerika yang akan menyerang pasukan Suriah yang menyerang pasukan pemberontak 'moderat' yang didukung Amerika. Namun, lagi-lagi berita inipun dibantah kembali oleh pemerintah Amerika, yang menyatakan tidak pernah bermaksud menyerang tentara Suriah.
Lalu, sebenarnya apa yang sedang terjadi?
Wartawan senior Thierry Mayssan dari situs Voltairenet.org pada tanggal 13 Agustus menuliskan artikel menarik tentang latar belakang terjadinya simpang siur informasi itu. Menurutnya telah terjadi perpecahan di pemerintahan Amerika atas konflik Suriah. Di satu sisi Presiden Obama sudah jenuh dengan perang yang berlarut-larut dan ingin mengakhirinya, yaitu dengan menghancurkan kelompok ISIS. Namun di sisi lainnya sebagian pejabat, terutama Jendral John R. Allen justru ingin melanjutkan konflik.
Jendral Allen, utusan khusus koalisi internasional anti-ISIS yang sebelumnya menjadi komandan pasukan NATO di Afghanistan, adalah bagian dari regim Amerika yang lebih mewakili kepentingan zionis. Ia bersama Direktur CIA Jendral Petraeus adalah penyabot konperensi internasional untuk Syria tahun 2012 sehingga konperensi yang digagas Amerika itu gagal total.
Jendral Petraeus berhasil disingkirkan Obama dan kini terjerat kasus pembocoran data ingeligen. Namun Jendral Allen masih bisa bertahan menjadi sandungan Obama.
Kemudian muncul lagi kabar tentang Amerika yang akan menyerang pasukan Suriah yang menyerang pasukan pemberontak 'moderat' yang didukung Amerika. Namun, lagi-lagi berita inipun dibantah kembali oleh pemerintah Amerika, yang menyatakan tidak pernah bermaksud menyerang tentara Suriah.
Lalu, sebenarnya apa yang sedang terjadi?
Wartawan senior Thierry Mayssan dari situs Voltairenet.org pada tanggal 13 Agustus menuliskan artikel menarik tentang latar belakang terjadinya simpang siur informasi itu. Menurutnya telah terjadi perpecahan di pemerintahan Amerika atas konflik Suriah. Di satu sisi Presiden Obama sudah jenuh dengan perang yang berlarut-larut dan ingin mengakhirinya, yaitu dengan menghancurkan kelompok ISIS. Namun di sisi lainnya sebagian pejabat, terutama Jendral John R. Allen justru ingin melanjutkan konflik.
Jendral Allen, utusan khusus koalisi internasional anti-ISIS yang sebelumnya menjadi komandan pasukan NATO di Afghanistan, adalah bagian dari regim Amerika yang lebih mewakili kepentingan zionis. Ia bersama Direktur CIA Jendral Petraeus adalah penyabot konperensi internasional untuk Syria tahun 2012 sehingga konperensi yang digagas Amerika itu gagal total.
Jendral Petraeus berhasil disingkirkan Obama dan kini terjerat kasus pembocoran data ingeligen. Namun Jendral Allen masih bisa bertahan menjadi sandungan Obama.
Friday, 14 August 2015
Kacau Balaunya Keuangan Dephan Amerika, Cermin Pemerintahan yang Tidak Bertanggungjawab pada Rakyatnya
Indonesian Fres Press -- Ketika pada tahun 2014 lalu Congress Amerika memotong anggaran pertahanan sebesar $52 miliar menjadi $581 miliar, Menhan Chuck Hagel mencak-mencak.
"Pengurangan itu sangat dalam, sangat tinggi, sangat buruk. Ini adalah hal yang tidak bertanggungjawab," kata Hagel dalam konperensi pers yang digelar untuk menanggapi hal itu.
Padahal angka sebesar itu ($581) masih jauh lebih besar dibandingkan anggaran pertahanan Cina, Rusia, Saudi Arabia, Inggris, Perancis dan Jerman digabung menjadi satu. Angka itu bahkan mencakup 1/3 lebih dari total anggaran pertahanan seluruh dunia.
Lalu bagaimana dengan belanja departemennya sebesar $8,5 triliun (sekitar Rp 100.000 triliun, atau 50 kali APBN Indonesia) yang tidak jelas pertanggungjawabannya selama hampir 20 tahun?
Ini adalah cermin dari pemerintahan yang tidak mewakili kepentingan rakyat dan hanya mewakili kepentingan pemilik modal yang mengendalikan mereka, sejak para pejabat mulai membangun karier politik.
Mengutip laporan wartawan penyidik Reuters Scot Paltrow, situs The Anti Media pada 10 Juni lalu melaporkan bahwa sejak tahun 1996 terdapat pengeluaran di Departemen Pertahanan Amerika sebesar $8,5 triliun yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dan selama itu Departemen Pertahanan tidak pernah memberikan laporan keuangannya.
Menurut keterangan petugas Defense Finance and Accounting Service (DFAS) atau bagian keuangan dan akuntansi Departemen Pertahanan, mereka selalu mendapat perintah untuk 'melakukan perubahan-perubahan yang tidak substansial'.
"Sepanjang waktu kita mendapati angka-angka yang tidak akurat. Kami tidak memiliki rinciannya, karena sangat banyak," kata pegawai DFAS Linda Woodford kepada Reuters.
"Pengurangan itu sangat dalam, sangat tinggi, sangat buruk. Ini adalah hal yang tidak bertanggungjawab," kata Hagel dalam konperensi pers yang digelar untuk menanggapi hal itu.
Padahal angka sebesar itu ($581) masih jauh lebih besar dibandingkan anggaran pertahanan Cina, Rusia, Saudi Arabia, Inggris, Perancis dan Jerman digabung menjadi satu. Angka itu bahkan mencakup 1/3 lebih dari total anggaran pertahanan seluruh dunia.
Lalu bagaimana dengan belanja departemennya sebesar $8,5 triliun (sekitar Rp 100.000 triliun, atau 50 kali APBN Indonesia) yang tidak jelas pertanggungjawabannya selama hampir 20 tahun?
Ini adalah cermin dari pemerintahan yang tidak mewakili kepentingan rakyat dan hanya mewakili kepentingan pemilik modal yang mengendalikan mereka, sejak para pejabat mulai membangun karier politik.
Mengutip laporan wartawan penyidik Reuters Scot Paltrow, situs The Anti Media pada 10 Juni lalu melaporkan bahwa sejak tahun 1996 terdapat pengeluaran di Departemen Pertahanan Amerika sebesar $8,5 triliun yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dan selama itu Departemen Pertahanan tidak pernah memberikan laporan keuangannya.
Menurut keterangan petugas Defense Finance and Accounting Service (DFAS) atau bagian keuangan dan akuntansi Departemen Pertahanan, mereka selalu mendapat perintah untuk 'melakukan perubahan-perubahan yang tidak substansial'.
"Sepanjang waktu kita mendapati angka-angka yang tidak akurat. Kami tidak memiliki rinciannya, karena sangat banyak," kata pegawai DFAS Linda Woodford kepada Reuters.
Tuesday, 11 August 2015
Rusia akan Bentuk 2 Tentara Baru untuk Hadapi NATO
Indonesian Free Press -- Rusia dikabarkan akan membentuk dua tentara (army, satuan militer darat terbesar) di wilayah barat negara itu tahun ini, untuk menghadapi konfrontasi dengan NATO. Demikian laporan International Business Times tanggal 29 Juli lalu.
Menurut laporan itu, dengan mengutip keterangan pejabat militer senior Rusia yang tidak disebutkan namanya melalui kantor berita Rusia TASS, langkah tersebut meliputi juga pembentukan satu tentara khusus tank (Tank Army) yang berisi tank-tank terbaru generasi ke-5 Rusia, Armata.
Ini adalah langkah paling serius Rusia untuk menempatkan dirinya sejajar dengan kekuatan militer Amerika dalam konteks persaingan global.
Satu 'tentara' dipimpin oleh jendral bintang empat. Satu 'tentara' terdiri dari beberapa korps yang masing-masing terdiri dari beberapa divisi, dimana satu korps dipimpin oleh seorang Letnan Jendral dan divisi dipimpin oleh Mayor Jendral. Satu divisi terdiri dari beberapa brigade yang dipimpin seorang Brigadir Jendral.
Tentara terbesar adalah Tentara Pembebasan Rakyat Cina dengan kekuatan 2,2 juta personil, disusul Tentara Nasional India dengan 1,25 juta personil. Adapun tentara nasional kita (TNI) berkekuatan sekitar 400.000 personil.
Menurut laporan itu, dengan mengutip keterangan pejabat militer senior Rusia yang tidak disebutkan namanya melalui kantor berita Rusia TASS, langkah tersebut meliputi juga pembentukan satu tentara khusus tank (Tank Army) yang berisi tank-tank terbaru generasi ke-5 Rusia, Armata.
Ini adalah langkah paling serius Rusia untuk menempatkan dirinya sejajar dengan kekuatan militer Amerika dalam konteks persaingan global.
Satu 'tentara' dipimpin oleh jendral bintang empat. Satu 'tentara' terdiri dari beberapa korps yang masing-masing terdiri dari beberapa divisi, dimana satu korps dipimpin oleh seorang Letnan Jendral dan divisi dipimpin oleh Mayor Jendral. Satu divisi terdiri dari beberapa brigade yang dipimpin seorang Brigadir Jendral.
Tentara terbesar adalah Tentara Pembebasan Rakyat Cina dengan kekuatan 2,2 juta personil, disusul Tentara Nasional India dengan 1,25 juta personil. Adapun tentara nasional kita (TNI) berkekuatan sekitar 400.000 personil.
Pemimpin Lebanon: Iran Bukan Tandingan Saudi dalam Politik
Indonesian Free Press -- Pemimpin Kristen dan sekaligus mantan Presiden Lebanon Michel Aoun menyebut Saudi Arabia bukanlah tandingan Iran dalam hal politik. Hal itu disampaikannya dalam wawancara dengan kantor berita Iran, IRNA akhir Juli lalu.
Aoun yang juga pernah menjadi panglima militer dan Perdana Menteri Lebanon itu menyebut demokrasi benar-benar berjalan dengan baik di Iran, sementara di Saudi tidak ada kebebasan politik sama sekali.
“Di Iran, pemilihan presiden dan parlemen pusat dan daerah digelar secara rutin, dan terdapat dialog dan debat politik, sementara di Saudi hal ini tidak terlihat,” kata Aoun, yang kini memimpin faksi Reformasi dan Perubahan di parlemen Lebanon.
Ia menyebut pembagian kekuasaan berjalan baik di Iran sehingga tidak ada monopoli kekuasaan.
Lebih jauh Aoun memuji keberhasilan Iran dalam perundingan nuklir dengan negara-negara maju P5+1 (AS, Rusia, Cina, Inggris, Perancis dan Jerman) pada tanggal 14 Juli lalu.
"Iran berhasil memperoleh keberhasilan yang penting dalam perjanjian itu, berhasil bertahan dari sanksi-sanksi yang lama, perlawanannya telah membuat negara ini berhasil meraih keberhasilan memenuhi kebutuhan sendiri. Ia pun menyarankan negara-negara Arab untuk mengikuti jejak Iran dalam perlawanannya terhadap negara-negara maju.
Aoun yang juga pernah menjadi panglima militer dan Perdana Menteri Lebanon itu menyebut demokrasi benar-benar berjalan dengan baik di Iran, sementara di Saudi tidak ada kebebasan politik sama sekali.
“Di Iran, pemilihan presiden dan parlemen pusat dan daerah digelar secara rutin, dan terdapat dialog dan debat politik, sementara di Saudi hal ini tidak terlihat,” kata Aoun, yang kini memimpin faksi Reformasi dan Perubahan di parlemen Lebanon.
Ia menyebut pembagian kekuasaan berjalan baik di Iran sehingga tidak ada monopoli kekuasaan.
Lebih jauh Aoun memuji keberhasilan Iran dalam perundingan nuklir dengan negara-negara maju P5+1 (AS, Rusia, Cina, Inggris, Perancis dan Jerman) pada tanggal 14 Juli lalu.
"Iran berhasil memperoleh keberhasilan yang penting dalam perjanjian itu, berhasil bertahan dari sanksi-sanksi yang lama, perlawanannya telah membuat negara ini berhasil meraih keberhasilan memenuhi kebutuhan sendiri. Ia pun menyarankan negara-negara Arab untuk mengikuti jejak Iran dalam perlawanannya terhadap negara-negara maju.
Sunday, 9 August 2015
Jalan Terjal yang Menanti Turki
Indonesian Free Press -- Selama belasan tahun George Friedman, pendiri perusahaan kajian dan konsultan keamanan Stratfor, mengingatkan para pemimpin barat bahwa Turki akan menjadi negara kuat dan berpengaruh, mengalahkan pengaruh negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan).
Peringatan itu semakin keras setelah munculnya 'fenomena Erdogan' yang berhasil membawa Turki menjadi negara modern yang maju secara ekonomi, dan tengah berusaha mewujudkan ambisinya mengembalikan kejayaan Kemaharajaan Turki. Namun, Turki kini tengah di ambang keruntuhan yang telah direncanakan.
Pada tahun 2001 para ahli strategi Departemen Keamanan AS telah merancang apa yang disebut sebagai 'Greater Middle East', yang mencakup pemecahan Turki demi terbentuknya negara baru Kurdistan yang meliputi sebagian wilayah Turki, Irak dan Iran yang mayoritas penduduknya adalah warga Kurdi.
Rencana ini mensyaratkan rekonsiliasi kelompok-kelompok Kurdi di ketiga negara serta migrasi warga Kurdi dari seluruh dunia. Lebih penting lagi hal itu juga mensyaratkan lepasnya Turki dari keanggotaan NATO.
Rencana ini telah dipaparkan oleh Kolonel Ralph Peters dalam sebuah artikel di majalah 'Parameters' tahun 2001, dilanjutkan dengan publikasi peta 'Greater Middle East' pada tahun 2005. Peters adalah murid dari Robert Strausz-Hupé, mantan dubes AS di Turki serta penganut teori Novus orbis terranum (Tatanan Dunia Baru).
Rencana ini kembali mengemuka dalam pertemuan para pejabat keamanan Israel dan Saudi Arabia bulan Juni, menjelang berakhirnya perundingan program nuklir Iran di Wina. Kedua pihak tidak keberatan dengan terjadinya perang saudara di Turki demi terwujudnya negara Kurdistan.
Peringatan itu semakin keras setelah munculnya 'fenomena Erdogan' yang berhasil membawa Turki menjadi negara modern yang maju secara ekonomi, dan tengah berusaha mewujudkan ambisinya mengembalikan kejayaan Kemaharajaan Turki. Namun, Turki kini tengah di ambang keruntuhan yang telah direncanakan.
Pada tahun 2001 para ahli strategi Departemen Keamanan AS telah merancang apa yang disebut sebagai 'Greater Middle East', yang mencakup pemecahan Turki demi terbentuknya negara baru Kurdistan yang meliputi sebagian wilayah Turki, Irak dan Iran yang mayoritas penduduknya adalah warga Kurdi.
Rencana ini mensyaratkan rekonsiliasi kelompok-kelompok Kurdi di ketiga negara serta migrasi warga Kurdi dari seluruh dunia. Lebih penting lagi hal itu juga mensyaratkan lepasnya Turki dari keanggotaan NATO.
Rencana ini telah dipaparkan oleh Kolonel Ralph Peters dalam sebuah artikel di majalah 'Parameters' tahun 2001, dilanjutkan dengan publikasi peta 'Greater Middle East' pada tahun 2005. Peters adalah murid dari Robert Strausz-Hupé, mantan dubes AS di Turki serta penganut teori Novus orbis terranum (Tatanan Dunia Baru).
Rencana ini kembali mengemuka dalam pertemuan para pejabat keamanan Israel dan Saudi Arabia bulan Juni, menjelang berakhirnya perundingan program nuklir Iran di Wina. Kedua pihak tidak keberatan dengan terjadinya perang saudara di Turki demi terwujudnya negara Kurdistan.
Subscribe to:
Posts (Atom)