Wednesday 27 April 2011

Iran Tuduh Amerika-Israel Dukung Bisnis Obat Terlarang


Pada akhir abad 19 dan awal abad 20, bangsa Cina "diserang" oleh wabah candu. Jutaan rakyat Cina yang memiliki etos kerja tinggi itu tiba-tiba berubah menjadi generasi pecandu candu yang menghancurkan tatanan sosial dan ekonomi bangsa Cina. Candu yang sebagian besar produksinya dari wilayah jajahan Perancis dan Inggris di kawasan Indochina itu beredar luas di Cina karena diedarkan olah para pedagang obat bius yang didukung para pejabat perwakilan pemerintah negara-negara barat di Cina. Pemerintah Cina pun marah dan menyerang kantor-kantor perwakilan barat di Cina hingga terjadilah Perang Candu di Cina. Cina kalah dan harus memberikan banyak konsesi kepada negara-negara barat, dan bangsa Cina pun semakin hancur.

Hingga kini wilayah segitiga emas di Indocina tetap menjadi tempat pemasok candu utama di dunia. Negara-negara barat tetap melindungi bisnis tersebut dengan "menanamkan" regim otoriter di Burma untuk menjaga produksi opium di segitiga emas. Itulah sebabnya pemerintah negara-negara Barat tidak mau benar-benar "menyentuh" Burma meski pemerintahnya sering melakukan tindakan melanggar HAM. Berbagai bentuk kecaman terhadap pemerintahan otoriter Burma hanyalah bentuk kamuflase belaka.

Hal yang sama terjadi di Afghanistan. Afghanistan adalah negeri penghasil opium terbesar di dunia. Pada awal awal tahun 2000-an regim aliban berhasil menghentikan produksi opium di Afghanistan. Namun setelah Amerika dan sekutu menguasai Afghanistan, produksi opium Afghanistan kembali meroket.

Sebagaimana di Indocina, Amerika pun bertindak sebagai "pelindung" produksi dan bisnis opium Afghanistan. Selain memberikan keuntungan besar, terutama untuk membiayai operasional dinas-dinas inteligen dan keuntungan para pejabat korup, opium juga menjadi senjata untuk menghancurkan negara sasaran. Sebarkan obat bius di kalangan anak muda suatu negara, maka negara itu pun hancur dari dalam. Jadi jangan heran jika jaringan bisnis obat terlarang tidak pernah bisa dihancurkan, karena memang dilindungi oleh suatu "kekuatan besar global".


IRAN TUDUH AMERIKA-ISRAEL

Mendagri Iran, Mostafa Mohammad-Najjar baru-baru ini melancarkan tuduhan bahwa dinas inteligen Amerika (CIA) dan Israel (Mossad) telah melakukan kampanye penyebaran obat-obatan terlarang di Iran.

“Agen-agen zionis Israel dan CIA di kawasan ini telah membantu para pengedar obat bius untuk menyelundupkan obat-obatan terlarang tersebut melalui perbatasan Iran-Afghanistan," kata Mohammad-Najjar, Kamis (21/4) kepada kantor berita Iran, IRNA.

“Mereka yang mengklaim sebagai pembela HAM ini telah mempromosikan industri obat-obatan secara besar-besaran dari sebelumnya hanya berupa produksi tradisional dan kemudian menyelundupkannya ke wilayah Iran,” tambah Najjar.

Menurut laporan resmi PBB tahun 2010 lalu, Afghanistan adalah produsen terbesar opium dan heroin dunia hingga sekitar 90%. Peredaran obat-obatan terlarang telah menyita banyak energi bangsa Iran untuk membasminya. Tidak kurang dari 3.700 aparat keamanan Iran telah tewas dalam menjalankan tugasnya membasmi perdagangan ilegal ini.

Dengan panjang perbatasan Iran-Afghanistan yang mencapai 560 mil, Iran menjadi salah satu wilayah transit bagi peredaran opium dan narkotik global, terutama yang kemudian beredar ke Eropa dan Asia. Iran telah mengeluarkan dana hingga $700 juta untuk menutup perbatasan kedua negara, menjadikan Iran salah satu negara yang paling serius menangangi bisnis obat terlarang di wilayahnya.

Iran telah berulangkali menuduh Amerika dan sekutunya terlibat dalam peredaran obat-obatan terlarang dari Afghanistan, suatu tuduhan yang secara akal sehat tidak bisa dibantah meski tentu saja Amerika membantahnya.

No comments: