Wednesday, 20 April 2011

KETAKUTAN SAUDI DAN REGIM-REGIM SUNNI TELUK PARSI


Hanya seminggu setelah mengecam regim Qadaffi sebagai regim ilegal karena penindasan terhadap rakyat, regim Saudi Wahabiah dan regim-regim Sunni di kawasan Teluk Parsi melakukan tindakan pelanggaran HAM dan hukum internasional secara vulgar terhadap rakyat Bahrain yang melakukan aksi-aksi demonstrasi menuntut reformasi politik. Hingga kini berbagai bentuk pelanggaran HAM terus dilakukan regim Bahrain, Saudi dan negara-negara Teluk terhadap rakyat Bahrain. Kabar terakhir mereka menangkapi para pengacara yang membela hak-hak hukum masyarakat yang ditahan dan berencana membubarkan partai-partai politik oposan.

Aksi-aksi demonstrasi politik di Bahrain mulai terjadi pada tgl 17 Februari 2011 menyusul aksi-aksi serupa yang terjadi di Tunisia dan Mesir. Meski polisi telah melakukan tindakan keras terhadap demonstran, namun aksi-aksi tersebut justru semakin membesar hingga untuk menghentikannya pada tgl 16 Maret lalu Raja Hamad bin Isa al-Khalifa menetapkan undang-undang darurat militer yang memberi kuasa militer untuk melakukan segala cara demi "melindungi keamanan kerajaan dan rakyat".

Namun langkah tersebut tidak mampu menghentikan aksi demonstrasi sehingga pada tgl 16 Maret sebanyak 1.000 pasukan bersenjata Saudi Wahabiah dan ratusan tentara negara Teluk Parsia yang tergabung dalam Persian Gulf Cooperation Council (GCC) melakukan invasi ke Bahrain demi membantu Raja Hamad. Invasi ini terjadi hanya seminggu setelah negara-negara tersebut menyatakan Qhadafi sebagai penguasa ilegal dan sehari setelah kunjungan menhan Amerika ke Bahrain. Tampak jelas bahwa sebagaimana regim-regim Saudi dan GCC, Amerika khawatir pengaruh Iran akan semakin kuat di kawasan Timur Tengah (sama seperti Iran, mayoritas penduduk Bahrain adalah pemeluk keyakinan Islam Shiah) jika aksi demonstrasi bisa menumbangkan raja. Apalagi di Bahrain berdiri markas Armada V Amerika yang bertugas mengamankan kepentingan Amerika di Teluk Persia yang merupakan jalur transportasi minyak terpenting Amerika.

Dukungan Amerika pula-lah yang menyebabkan regim Bahrain, Saudi dan GCC berani bertindak di luar batas. Tidak hanya membubarkan aksi-aksi demonstrasi dengan menggunakan peralatan tempur lengkap, berbagai media menyebutkan pasukan juga menyeret para demonstran yang tengah dirawat di rumah sakit dan kemudian menembaki mereka di jalanan.

Menjadi koloni Inggris hingga tahun 1971, Bahrain dengan ibukotanya Manama menjadi sekutu utama Amerika di Timur Tengah. Sejak tahun 1947 Amerika telah memiliki pangkalan militer di Bahrain, dan sejak tahun 1995 menjadi tempat mangkalnya markas besar Armada V angkatan laut Amerika.

Tahun lalu pemerintah menahan puluhan aktifis HAM, pemimpin agama dan tokoh-tokoh oposisi yang melakukan aksi demo menentang penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah dalam menangangi aksi-aksi protes oleh masyarakat dan pihak oposisi. Sebanyak 25 orang ditahan dengan tuduhan memberikan informasi sesat tentang kerajaan kepada pihak asing, sisanya ditahan dengan tuduhan percobaan kudeta. Keseluruhan sebanyak 450 orang ditangkap dalam aksi tersebut.

Sebagian besar para aktifis demonstrasi anti-pemerintah sebagaimana mayoritas penduduk Bahrain adalah penganut Shiah. Selama ini mereka mengalami marginalisasi di bidang sosial, politik maupun ekonomi akibat perlakuan diskriminatif regim penguasa yang adalah penganut Sunni. Pemerintah lebin suka menyediakan pekerjaan, terutama aparat keamanan, kepada warga asing Sunni, dan sebuah dokumen rahasia pemerintah yang terbongkar menunjukkan rencana pemerintah untuk merubah struktur demografis penduduk menjadi tidak lagi mayoritas Shiah, di antaranya memberikan kewarganegaraan kepada orang-orang Sunni dari luar negeri seperti Saudi, Yordan, Yaman, Pakistan dan Bengladesh. Inilah salah satu faktor penting yang mendorong aksi-aksi demonstrasi warga Bahrain.

Namun demikian, meski mayoritas demonstran adalah warga Shiah, tidak ada sentimen agama yang muncul dalam aksi-aksi demonstrasi tersebut. "Tidak Sunni, tidak Shiah, hanya Bahrain!" adalah slogan-slogan yang diusung para demonstran. Para tokoh oposisi yang juga berasal dari parpol-parpol beridiologi Shiah bahkan telah membuat pernyataan sikap untuk menolak campur tangan asing, termasuk Iran dan Saudi, di Bahrain, sekaligus membantah anggapan bahwa aksi-aksi demonstrasi didukung oleh Iran.

Parpol Shiah utama Bahrain, Wefaq, dalam tuntutannya pada pemerintah menuntut perubahan konstitusi tanpa mengubah bentuk kerajaan, diselenggarakannya pemilu yang demokratis, penguatan parlemen, penghentian praktik-praktik kekerasan oleh aparat keamanan, pendistribusian pekerjaan dan perumahan yang lebih adil, kebebasan pers, dan kebebasan beragama. Namun menyusul invasi Saudi yang berujung pada kerusuhan berdarah itu banyak warga Bahrain menuntut pembubaran kerajaan.

Meski memiliki parlemen yang dipilih rakyat, kekuasaan politik sebenarnya berada di Dewan Syura bentukan raja yang berhak untuk menyetujui maupun menolak rancangan undang-undang yang diajukan parlemen. Anggota-anggota Syura adalah para bangsawan pilihan raja. Ditambah aparat keamanan yang diimpor dari luar negeri yang tanpa ragu bertindak keras pada penduduk Bahrain, kerajaan memiliki kekuatan politik yang nyaris mutlak.


INVASI SAUDI

Pada tgl 14 Maret lalu aksi-aksi demonstrasi semakin membesar dengan sebagian besar distrik penting kota Manama, termasuk kawasan bisnis, dikuasai demonstran. Polisi pun dipukul mundur demonstran saat berusaha mengendalikan keadaan. Maka Saudi dan negara-negara Teluk Parsia tetangga Bahrain langsung mengirimkan pasukan untuk mengamankan kekuasaan raja.

Aksi-aksi demontrasi yang tidak terkendali sangat mengkhawatirkan Saudi dan regim-regim Sunni di kawasan Teluk Parsia akan merembet ke negeri mereka masing-masing dan menumbangkan kekuasaan mereka. Khusus regim wahabi-salafiyun Saudi, kekhawatiran terjadi karena bagian timur negeri mereka dihuni mayoritas orang-orang Shiah, yang sama dengan negeri-negeri Sunni lainnya di kawasan Teluk mendapat perlakuan tidak adil oleh pemerintah. Padahal di Iran maupun Irak sendiri yang mayoritas Shiah, perlakuan semacam itu tidak ada. Kekhawatiran itu mendorong Saudi dan regim-regim Sunni lainnya di Teluk segera mengirimkan pasukan bala bantuan.

Pengiriman pasukan oleh Saudi ke Bahrain untuk mendukung raja bukanlah yang pertama. Pada tahun 1994 hal yang sama juga terjadi saat rakyat Bahrain melakukan aksi-aksi demonstrasi menuntut keadilan. Selain bantuan pasukan dan senjata, Saudi juga memberikan bantuan dana dan minyak yang cukup besar kepada regim Sunni Bahrain.

Rodney Shakespeare, direktur LSM Committtee Against Torture yang berbasis di London mengatakan kepada televisi Iran, Press TV dalam sebuah wawancara: "Jika ada pemilu yang jujur di Saudi, 99% rakyatnya tidak akan memilih kerajaan. Itulah sebabnya mereka sangat khawatir sebuah gerakan demokrasi di negeri kecil di kawasan Teluk seperti Bahrain akan merembet ke negeri mereka."

Rodney menambahkan bahwa menyusul invasi Saudi, berbagai aksi mendukung rakyat Bahrain terjadi di negeri Saudi, terutama di kawasan-kawasan yang mayoritas berpenduduk Shiah seperti Qatif, Sawfa, Seehat, Tarut, dan Awamiya. Rodney menyebut aksi kekerasan yang dilakukan pasukan Bahrain dengan dukungan Saudi dan negera-negara Teluk sebagai suatu "pembantaian besar-besaran terhadap rakyat sipil yang terencana dan terorganisasi". Terhadap rakyat Bahrain Rodney menyebut, "mereka adalah orang-orang yang selama beberapa dekade melakukan tuntutan politik yang moderat dan dengan cara-cara tanpa kekerasan."

Kehadiran pasukan asing itu membuat regim kerajaan Sunni Bahrain semakin brutal. Pada tgl 16 Maret mereka membunuh 5 orang demonstran dan melukai ratusan lainnya saat menyerang para demonstran yang berkumpul di Lapangan Mutiara, Manama. Sehari kemudian serangan serupa dilakukan lebih keras dengan melibatkan persenjataan tempur berat seperti tank, helikopter dan senjata mesin.

Koran New York Times, mengutip seorang demonstran, menuliskan, "Mereka menghancurkan segalanya, mereka menembaki anak-anak, mereka tidak memiliki rasa kemanusiaan sama sekali. Saat kami melihat tank-tank mendekat, sebagian dari kami mendekati mereka dan berteriak: "damai, damai", namun mereka membalasnya dengan tembakan, dari jalanan, jembatan dan dari segala arah!"

Menyusul serangan ke Lapangan Mutiara, tentara juga menyerang desa Al Musala dan desa-desa lainnya di pinggir kota Manama dan mengepungnya dengan ketat. Pasukan Bahrain juga menangkapi para tokoh oposan, termasuk ketua Waad Society dan Haq Movement, dua kelompok oposisi Shiah. Tentara juga menyerbu percetakan koran milik oposisi satu-satunya, Al Wasat, dan menghentikan penerbitannya.

Pada tgl 16 Maret pasukan Saudi menunjukkan aksi biadabnya dengan menyerbu rumah sakit Manama, memukuli para dokter dan staff medis dan menyeret para korban aksi kekerasan tentara sehari sebelumnya. Dikabarkan sebagian korban ditembak di luar rumah sakit.

Namun aksi biadab tersebut tidak menyurutkan rakyat Bahrain. Sehari kemudian ribuan rakyat menggelar aksi demonstradi di depan kedubes Saudi di Manama. "Saudi tidak berhak campur tangan di sini. Masalah kita dengan pemerintah Bahrain, bukan Saudi," kata seorang demonstran pada wartawan AFP.

National Unity Rally, organisasi payung dari partai-partai oposan pada tgl 14 Maret mengeluarkan pernyataan yang mengecam campur tangan Saudi dan negara-negara Teluk dan menyebutnya sebagai "perang penghancuran terhadap rakyat sipil Bahrain".

"Ini tidak boleh terjadi bahkan di dalam peperanganan. Saya melihat mereka menembakkan senjata mematikan di depan hidung saya," kata Abdel Jalil Khalil, pemimpin partai Al Wefaq.


ISU INTERNASIONAL

Meski Amerika dan negara-negara barat diam seribu bahasa atas terjadinya aksi-aksi brutal di Bahrain, Iran dan beberapa negara lainnya yang memiliki kedekatan hubungan dengan Iran seperti Lebanon, Syria, Irak dan Turki, melakukan kecaman keras. Akibatnya terjadi krisis diplomatik antara Bahrain dan sekutu-sekutunya dengan Iran dan sekutu-sekutunya. Selain aksi saling kecam antar kedua blok, Iran dan Kuwait terlibat dalam aksi saling usir staff diplomatik. Bahrain mengusir beberapa orang Lebanon dan menghentikan operasional maskapai penerbangan Bahrain-Lebanon. Iran juga mengecam Amerika yang dianggap berperan dalam aksi kekerasan yang dilakukan aparat keamanan Bahrain dan negara-negara Teluk di Manama.


Ref:
"Saudi Rulers Try to Abort Bahraini People´s Fight for Freedom", almanar.com.lb; 21 Maret 2011.

No comments: