Sunday 4 December 2011

OPOSISI SYRIA BUKA KEDOK


Gerakan oposisi menumbangkan regim Presiden Bashar al Assad akhirnya membuka kedoknya sebagai antek zionis dan kapitalis yahudi internasional. Adalah ketua "Syrian National Council", organisasi payung yang membawahi kelompok-kelompok oposisi Syria, yang telah membuka kedok gerakannya dalam wawancaranya dengan harian Wall Street Journal, Rabu (30/11) lalu.

Menurut pengakuan Ketua SNC, Burhan Ghalioun, tujuan utama gerakannya adalah memutus hubungan Iran-Syria serta menghentikan dukungan Syria kepada kelompok perlawanan anti-Israel di Lebanon yang dipimpin Hizbollah. Adapun menyingkirkan Bashar al Assad hanyalah tujuan antara untuk memuluskan tercapainya tujuan utama tersebut di atas. Secara politis Burhan menyebut agenda tersebut sebagai "bagian dari reorientasi politik Syria untuk kembali menjadi bagian dari kekuatan utama Arab."

Seperti kita ketahui, mayoritas negara Arab kini telah menjadi "semi jajahan" Amerika-Israel, dan Burhan ingin Syria menjadi salah satu bagiannya.

Sampai sejauh ini telah ribuan warga Syria, sipil maupun militer, yang tewas akibat "upaya kembali menjadi kekuatan utama Arab". Media-media Syria dan media-media massa internasional independen telah banyak mengungkapkan "konspirasi atas Syria" yang dilakukan SNSC dan pendukung-pendukungnya. Belasan "tentara bayaran" dan militan Al Qaida-Salafi yang tertangkap telah mengakui sebagai teroris pembunuh warga sipil dan militer pendukung pemerintah.

Syria kini masih menjadi satu-satunya negara Arab tersisa yang secara politik maupun militer masih bermusuhan dengan Israel. Bersama dengan Hizbollah, Hamas dan Iran, Syria menjadi batu sandungan utama agenda zionisme internasional membentuk negara-negara Arab dan Timur Tengah sebagai "semi jajahan" Amerika-Israel.

Meski mendapat dukungan penuh Amerika dan negara-negara barat, termasuk negara-negara Arab, Israel gagal menghancurkan Hizbollah dalam Perang Lebanon II tahun 2006. Iran juga harus menghadapi tekanan kuat zionisme internasional untuk menghentikan program nuklirnya, termasuk dengan sanksi ekonomi-politik yang telah berlangsung selama 30, namun Iran justru tumbuh menjadi lebih kuat. Israel dan zionisme juga gagal menghancurkan Hamas dalam aksi invasinya atas Gaza tahun 2008-2009, meski para ulama salafi di Arab Wahabiah telah memberi restu kepada mereka.

Wall Street Journal sangat tepat menggambarkan konstelasi politik di Timur Tengah saat ini sebagai "pergumulan antara Amerika dan sekutu-sekutu Arab-nya seperti Arab Wahabi (Saudi), melawan Iran dan sekutu-sekutunya. Syria dianggap sebagai titik penting karena posisi strategisnya serta peranannya selama ini dalam konflik Arab-Israel."

Dan meski Liga Arab telah menyatakan "menolak intervensi asing atas Syria", pernyataan itu hanya basa-basi. Kapal induk terbesar Amerika kini telah berada di dekat perairan Syria berhadapan dengan kapal-kapal perang Rusia yang berada di Syria (Rusia memiliki pangkalan AL di Syria). Wacana menerapkan "no fly zone" atau membuat "zona penyangga" di wilayah Syria juga telah menjadi isu penting di antara negara-negara pendukung SNC, dua hal yang tidak berbeda dengan invasi asing terhadap Syria.

Pemerintah Syria telah memperingatkan langkah-langkah membahayakan tersebut. "Syria bukan Libya," kata seorang pejabat tinggi Syria. Memang bukan. Jika Libya sendirian menghadapi Amerika dan sekutunya, di belakang Syria ada Iran, Rusia, Cina, Hizbollah, Hamas, dan kelompok-kelompok milisi bersenjata anti-Israel di Lebanon, Palestina, Irak serta negara-negara Arab lain.


RUSIA PERSENJATAI SYRIA

Semakin keras tekanan yang diberikan Amerika dan sekutu-sekutunya terhadap Syria, Rusia juga semakin kuat menunjukkan keseriusannya mendukung sekutu utamanya di Timur Tengah itu. Selain kiriman kapal perang, veto terhadap resolusi DK PBB atas Syria, serta pernyataan-pernyataan politiknya yang membela Syria, Rusia juga mengirimkan senjata-senjata canggihnya ke Syria.

Menurut keterangan seorang pejabat militer Rusia kepada televisi Rusia, RT, Jum'at (2/12), Rusia telah mengirim sistem pertahanan pantai "Bastion" yang dilengkapi dengan rudal jelajah "Yakhont" ke Syria baru-baru ini.

Menurut sumber lainnya kepada media Rusia lainnya, "Interfax", rudal jelajah supersonik "Yakhont" serta sistem pertahanan udara "Bastion" yang dikirim merupakan bagian pertama dari paket bantuan militer Rusia kepada Syria. Tahap selanjutnya adalah memberi latihan kepada para personil militer Syria untuk mengoperasikan senjata-senjata itu.

"Sistem rudal itu akan membuat Syria mampu melindungi seluruh garis pantainya dari kemungkinan serangan laut," kata pejabat yang tidak bersedia disebut namanya itu.

Rusia secara konsisten menolak tuduhan barat yang menyebut regim Syria sebagai pelaku kejahatan kemanusiaan dengan menindas demonstran. Rusia bersama Cina bahkan telah memveto resolusi DK PBB yang hendak memberi sanksi kepada Syria.

Di sisi lainnya Liga Arab, Amerika, Uni Eropa, serta PBB, secara sistematis melakukan tekanan politik kepada Syria untuk menjatuhkan pemerintahan Bashar al Assad. Langkah terakhir Uni Eropa baru-baru ini adalah meningkatkan sanksi ekonomi kepada Syria dengan mencantumkan 11 perusahaan serta 12 pejabat Syria sebagai "daftar hitam". Langkah serupa diikuti juga oleh Liga Arab. Sementara Amerika mencekal komandan pasukan Garda Republik, seorang paman Bashar al Assad serta beberapa pejabat Syria lainnya.

Sebagai langkah balasan Syria memutuskan perjanjian Free Trade Zone dengan Turki dan menarik diri dari keanggotaan Union of Meditteranean (UfM)


Sumber:
* "WSJ: Syrian Opposition Would Cut Iran Military Ties", almanar.com.lb, 2 Desember 2011
* "Russia Supplies Syria with Cruise Missiles, Syria Suspends Trade with Turkey"; almanar.com.lb; 2 Desember 2011

No comments: