Hari Sabtu lalu (2/2) terjadi ledakan bom bunuh diri di kota Kirkuk, Irak utara yang menewaskan 30 aparat keamanan Irak, disusul kemudian hari Senin (4/2) terjadi ledakan bom yang menewaskan 20 orang. Media-media milik kelompok salafi-wahabi seperti arrahman.com menyatakan bahwa serangan-serangan tersebut dilakukan oleh para "mujahidin" terhadap aparat keamanan pemerintahan Shiah Irak.
Serangan dan pemberitaan tersebut merupakan bagian dari kampanye besar-besaran destabilisasi yang saat ini tengah melanda Irak, yang dilakukan oleh aktor-aktor yang sama yang bermain di Syria.
Adalah sangat naif analis yang mengatakan bahwa apa yang terjadi di Irak saat ini merupakan masalah internal Irak. Apalagi analisis yang menempatkan pemerintahan PM Nuri al Maliki sebagai aktor antagonis, sebagaimana berulangkali dikatakan oleh para narasumber TVOne dalam acara "Kabar Dunia" yang ditayangkan setiap tengah malam. (Program ini merupakan pengganti program "Kabar Timur Tengah" yang oleh blog ini dan juga menurut pengamatan para analis politik yang netral, dianggap sangat bias dalam memberitakan maupun menganalisis peristiwa-peristiwa yang terjadi di Timur Tengah. Mungkin setelah banyak mendapat kritikan produsernya mengubah judul programnya, namun essensinya sama saja).
TVOne (sebagian sahamnya dimiliki Rupert Murdoch, salah seorang operator bisnis keluarga Rothschild) dan arrahman.com menuduh PM Nuri al Maliki telah menjalankan pemerintahan yang sektarian dengan menempatkan kelompok Shiah sebagai penguasa dan memarginalkan serta menindas kelompok-kelompok etnis lainnya. Akibatnya kelompok-kelompok etnis lain memberontak. Padahal yang terjadi bukan demikian. Nuri, seorang Shiah sekuler yang meraih jabatannya melalui pemilu yang demokratis berusaha membangun pemerintahan nasional dengan merangkul kelompok-kelompok etnis lain selain kelompok Shiah tentunya. Namun pada saat yang sama ia melihat beberapa unsur dalam pemerintahan yang kebetulan dari kelompok non-Shiah, telah melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum yang tidak bisa ditolerir. Maka ia memerintahkan aparat keamanan melakukan tindakan.
Wapres Tareq al-Hashemi yang berasal dari kelompok Kurdi dituduh melakukan serangkaian pembunuhan politik dan aksi-aksi terorisme. Pengadilan bahkan 2 kali menjatuhkan hukuman mati kepadanya setelah ia melarikan diri ke Qatar dan terakhir tinggal di Turki. Selain itu menteri keuangan Rafea Al-Issawi yang berasal dari etnis Sunni, juga mendapat tuduhan yang sama. Tuduhan-tuduhan itu menjadi pemicu kerusuhan-kerusuhan yang kini melanda beberapa provinsi yang mayoritas dihuni oleh etnis Sunni, terutama Al Anbar yang terletak di barat Irak.
SKEMA BARAT
Dengan posisi strategis dan kekayaan alam yang dimilikinya terutama minyak dan gas alam, Irak telah menjadi perhatian besar negara-negara barat sejak lama. Namun yang terjadi sekarang sangatlah serius karena berbarengan dengan apa yang disebut fenomena "Arab Springs" yang salah satu dampaknya adalah berupa ketegangan sektarian di berbagai negara. Menciptakan ketegangan sektarian merupakan salah satu strategi jitu negara-negara barat yang telah diterapkan selama berabad-abad di negara-negara jajahan.
Dalam konteks sekarang, strategi pecah belah itu telah diterapkan di Sudan dengan membagi negara itu menjadi 2 negara. Sudan dan Sudan Selatan. Regim Khadafi di Libya juga berhasil digulingkan dengan cara menciptakan pertentangan antar suku. Yaman juga tengah berada pada proses perpecahan selain juga Mesir, Jordania, Syria dan juga Irak.
Irak menjadi target serangan sektarianisme setelah Amerika mengalami kekalahan memalukan di Irak dengan kegagalannya membangun pemerintahan pro-Amerika dan basis militer di negeri itu meski telah mengorbankan ribuan tentaranya dan menghabiskan triliunan dolar anggaran negara. Justru sebaliknya Iran-lah yang menjadi pemenang Perang Irak dengan keberhasilannya menancapkan pengaruh kuat pada peta politik Irak saat ini.
Setidaknya demikianlah analisis yang disampaikan analis politik Irak, Abbas Al-Mousawi kepada situs online almanar.com baru-baru ini.
"Dukungan Amerika terhadap aksi-aksi kekerasan yang kini melanda Irak sangatlah jelas, khususnya dilihat dari kedekatan Amerika dengan Turki dan Qatar, 2 aktor terpenting atas terjadinya berbagai aksi kerusuhan di Syria dan Irak akhir-akhir ini," kata Mousawi.
Hal yang sama dikemukakan Habib Fayyad, seorang pakar politik Timur Tengah lainnya yang menyebutkan bahwa, "Proyek barat dengan bekerjasama dengan beberapa negara di kawasan adalah berdasar pada penghancuran hubungan sektarian dan pemecah belahan."
Selain itu Fayyad menuduh kerusuhan-kerusuhan sektarian yang kini melanda Irak disebabkan karena penolakan PM Nuri al Maliki untuk berpihak pada pemberontak Syria. Seperti kita ketahui, dalam kasus Syria Nuri al Maliki justru merapat pada Iran dan Rusia sembari mengecam Turki dan negara-negara pendukung pemberontak. Ia bahkan dengan tegas menyatakan bahwa Bashar al Assad tidak akan jatuh dari kekuasaannya.
Fayyad meramalkan bahwa kerusuhan-kerusuhan di Irak akan semakin parah dari waktu ke waktu yang selanjutnya memperburuk hubungan antar kelompok pemeluk Islam.
KOMPENSASI KEGAGALAN PROYEK SYRIA
(BERSAMBUNG)
No comments:
Post a Comment