Sunday, 5 January 2014

ROHINGYA, ANTARA BANGLADESH DAN BURMA

40 tahun sudah Bangladesh merdeka, namun sampai sejauh ini masih terpuruk sebagai salah satu negara paling miskin di dunia. Dan bukannya berfikir bagaimana memajukan negara dan memakmurkan rakyatnya, para pemimpin negeri ini justru sibuk menghancurkan negeri sendiri.

Tanpa alasan jelas, pemerintah Bangladesh tiba-tiba saja membentuk pengadilan kejahatan perang kemerdekaan yang terjadi tahun 1970-an lalu, menjebloskan beberapa tokoh oposisi ke penjara hingga tiang gantungan, dan memicu kembali terjadinya perang saudara. Inilah satu lagi regim Islam yang telah menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan, dan karenanya pada dasarnya telah menjadi musuh Islam.

Catatan kejahatan kemanusiaan regim Bangladesh juga terjadi atas perlakukan mereka terhadap para pengungsi Rohingnya dari Burma, yang nenek moyangnya sebenarnya juga berasal dari Bangladesh juga.

Sampai saat ini telah ribuan warga muslim Rohingya tewas dan ratusan ribu lainnya terusir dari kampung halaman mereka akibat aksi-aksi kerusuhan di  Burma. Sebagian dari mereka menjadi pengungsi, namun sebagian besar lainnya tidak memiliki kejelasan status. Sebagaiman dilaporkan "Salem-News.com" bulan Oktober 2012 lalu:

"Setelah mengapung selama 3 hari dengan cadangan makanan yang terbatas, para pengungsi Rohingya dari Arakan (Burma) akhirnya mencoba mendarat di dekat Pulau Shamapura Island, Bangladesh. Namun kemalangan mengikuti mereka setelah penjaga perbatasan Bangladesh melarang mereka mendarat. Setelah gagal membujuk para penjaga meski dengan air mata yang terurai mereka akhirnya berlayar kembali menuju Maungdaw dimana pasukan Burma telah siap untuk menghadang mereka dan mengusir pergi. Saat ini kapal-kapal itu terlihat masih terapung di tengah Sungai Naf karena tidak bisa mendarat baik di sisi Bangladesh maupun Burma."

Jika saja pemerintah Bangladesh menghendaki, mereka sudah lama menyelesaikan masalah yang dihadapi orang-orang Rohingya dengan merepatriasi orang-orang Rohingya yang meninggalkan Burma. Selanjutnya mereka tinggal mengajukan tuntutan ganti rugi ke Mahkamah Internasional atas perlakuan tidak bertanggungjawab negara Burma terhadap orang-orang Rohingya.

Jika saja Bangladesh melakukan hal itu, maka hal itu akan menjadi solusi yang saling menguntungkan bagi Bangladesh maupun Burma. Namun pemerintah Bangladesh tidak melakukannya, karena ingin tetap menjaga hubungan bisnis dengan Burma.

Adapun dengan Burma, telah terjadi anomali lain yang mengiris rasa keadilan. Setelah membantai rakyat Rohingya yang telah tinggal di Burma selama beratus-ratus tahun namun masih dianggap sebagai bukan warganegara sendiri dan pajuang HAM Aung San Su Kyi pun bungkam, Burma justru dielu-elukan masyarakat internasional. Pada bulan Mesi 2012 Amerika memulihkan hubungan diplomatiknya dengan Burma dan menggelontori Burma dengan investasi di sektor minyak. Selain itu status keanggotaan Burma di ASEAN justru semakin teguh hingga dipercaya menjadi penyelenggara even SEA GAMES. Sementara kedatangan Presiden SBY ke Myanmar (Burma) juga hanya memperkuat status politik Myanmar di dunia internasional, sementara persoalan Rohingya sama sekali tidak menjadi perhatian serius oleh beliau.

Sementara Aung San Su Kyi, yang tidak diragukan lagi bakal menjadi presiden Burma mendatang, "membenarkan" pembantaian terhadap rakyat Rohingya. Tentang warga minoritas yang tidak berdaya itu Su Kyi justru mengobarkan sentimen terhadapnya dengan komentarnya:

"Ada persepsi bahwa kekuatan Islam global sangat kuat, dan tentu saja persepsi itu ada di banyak bagian dunia termasuk Burma."

Su Kyi tentu saja sengaja mengolok-olok. Kaum muslimin di dunia memang menonjol jumlahnya, namun tidak memiliki kekuatan politik berarti, kecuali yang dimiliki Iran.

"Saya rasa ini bukan sepenuhnya tentang Islamophobia, tapi menurut saya ada banyak unsur Islamophobia disini dimana Islam ditempatkan sebagai pengganti komunisme setelah berakhirnya era Perang Dingin. Ini adalah pemikiran yang telah diciptakan dengan hati-hati dan direncanakan dengan baik oleh orang-orang seperti Bernard Lewis, Samuel Huntington, gerakan neo-konservatif. Bukan suatu kebetulan bahwa Islamophobia telah menjalar di berbagai penjuru dunia dan digunakan sebagai alasan melakukan penindasan sebagaimana di Myanmar dan juga tempat-tempat lain di dunia.



REF:
"Terror in Burma: Violence against Muslims"; Tim King; Veterans Today; 28 Desember 2013
"US rewards Myanmar for persecution"; Press TV; 30 Desember 2013

No comments: