Monday, 2 May 2016

Kerusuhan Pekerja di Saudi, Pertanda Negara yang Nyaris Hancur

Indonesian Free Press -- Harapan rakyat Saudi Arabia untuk melihat ekonomi negaranya pulih kembali dengan pulihnya pendapatan minyak, gagal total setelah Amerika menentang keras rencana Saudi, yang bersama Rusia akan menurunkan produksi minyak mereka untuk mendongkrak harga minyak dunia. Pada saat yang sama, perang di Yaman yang menggerogoti keuangan negara masih jauh dari selesai. Maka, apa yang terjadi di Makkah hari Sabtu malam (30 April) lalu menjadi pertanda Saudi Arabia tengah berada di ambang kebangkrutan.

Pada hari itu, seperti dilaporkan Veterans Today, ribuan pekerja Binladin Group, perusahaan konstruksi terbesar milik keluarga kerajaan, membakar puluhan bus milik perusahaan itu sebagai protes atas pemutusan hubungan kerja 50.000 pekerja asing dan rencana pengusiran mereka dari Saudi.

Menurut laporan itu, Binladin Group, perusahaan milik keluarga Bin Laden pemimpin teroris Al Qaida, telah menunjukkan ketidakharmonisan dengan para pegawainya, seperti keterlambatan pembayaran gaji hinggga pemutusan hubungan kerja. Perusahaan ini tidak memberikan komentar tentang kerusuhan, termasuk menjawab pertanyaan para wartawan.

Selama beberapa minggu terakhir ribuan pekerja telah menggelar aksi-aksi demonstrasi di sejumlah kota besar seperti Makkah dan Jeddah. Mereka mengklaim belum menerima gaja selama berbulan-bulan.

Di antara mereka yang dipecat itu adalah para insinyur dan pekerja kasar. Mereka menolak pergi sebelum mendapatkan pesangon dan gaji terakhir mereka.

Banyaknya proyek pemerintah yang ditangani perusahaan itu dan pembayaran yang tertunda karena krisis keuangan pemerintah, membuat perusahaan itu mengalami masalah keuangan serius. Namun, Veterans Today melaporkan:

"Mungkin alasan sebenarnya dari pemecatan dan pengusiran 50.000 pekerja itu adalah untuk mencegah potensi kerusuhan daripada semua alasan finansial," tulis Veterans Today dalam laporannya hari ini (2 Mei) tentang peristiwa kerusuhan ini.

Binladin Group adalah salah satu perusahaan konstruksi terbesar di dunia. Didirikan tahun 1931 di Jeddah, perusahaan ini menangani sebagian besar proyek-proyek penting Saudi Arabia, termasuk jalan raya, terowongan, bandara, pembangunan universitas-universitas dan hotel-hotel. Perusahan ini juga menangani pembangunan Masjidil Haram, termasuk pembangunan menara jam raksasa dan hotel-hotel di sekitar masjid haram.

Namun, setelah terjadinya musibah Crane di Masjidil Haram tahun lalu, perusahaan ini mendapat sanksi berupa pemutusan sejumlah kontrak-kontrak baru.

"Apapun alasannya, ini adalah salah satu tanda yang mengkhawatirkan dari stabilitas regim Saudi dan menunjukkan bahwa program reformasi yang baru saja diumumkan masih jauh dari harapan," tambah laporan itu menyebutkan.(ca)

No comments: