Saya pernah menyebutkan bahwa para "penguasa dunia di belakang layar", atau selanjutnya saya sebut sebagai "penguasa kegelapan" memiliki kebiasaan meninggalkan "tanda" pada setiap peristiwa konspirasi yang mereka lakukan. Tanda itu setidaknya menjadi alat komunikasi di antara mereka, bahwa itulah "karya mereka". Seperti ketika mereka menulis dalam dokumen "Protocols of the Learned Elders of Zion":
"Lihatlah Revolusi Perancis, itu semua adalah pekerjaan kita!".
Lagipula, bagaimana mungkin menghapuskan begitu saja sebuah konspirasi yang telah menghabiskan sejumlah besar waktu dan energi, seperti serangan WTC tahun 2001.
Sebenarnya ada tanda lain yang telah ditinggalkan para "penguasa kegelapan" dalam peristiwa serangan WTC 911, yaitu runtuhnya gedung WTC 7, gedung 40 lantai di kompleks WTC New York yang runtuh begitu saja mesti tidak terkena serangan apapun. Namun tanda yang satu ini pun cukup menarik.
Sejak tahun 1996 Bank Sentral Amerika telah menerbitkan serangkaian mata uang dollar yang menggambarkan rangkaian peristiwa serangan WTC. Mata uang-mata uang itu adalah pecahan $5, $10, $20, $50 dan $100. Dengan melipatnya secara tepat, pada uang-uang itu kita akan melihat serangkaian gambar yang meliputi:
1. Gedung WTC tengah dibangun.
2. Menara Utara terkena serangan.
3. Menara Selatan terkena serangan.
4. Kedua menara yang rubuh dan meninggalkan debu di udara.
5. Langit di atas reruntuhan WTC yang cerah.
6. Di atas reruntuhan WTC tumbuh pepohonan.
Tuesday, 13 August 2013
Indonesia Juara Dunia? Apa Iya?
Oleh: Ramadhan Nuharto Witjaksono
Dunia bulutangkis Indonesia sudah layaknya bersuka. Sesudah memperlihatkan grafik membaik sesudah pergantian ketua umum dan bergabungnya pasangan emas Ricky Subagja dan Rexy Mainaxy ke PBSI, kini dua–iya… DUA–gelar juara dunia diboyong kembali ke bumi pertiwi.
Penampilan juara All England Lilyana Natsir/Ahmad Tontowi dan M. Ahsan/Hendra Setiawan begitu luar biasa di final yang berlangsung barusan. Keduanya mengakhiri game pertama dengan 21-13, tapi menjadi mengkhawatirkan di game kedua. Butet/Owi kalah 21-16, sedangkan Ahsan/Hendra sempat tertinggal sebelum akhirnya sampai di 20-20. Dalam posisi unggul itu, bola Ahsan sempat keluar dan kedudukan jadi 21-21. Untung kemudian sebuah pengembalian menyentuh net dan gelar untuk Indonesia, hanya lewat 2 game.
Ini seperti perulangan prestasi di 2007, tahun terakhir Indonesia jadi juara dunia. Ketika itu, Hendra berpasangan dengan Markis Kido–yang dikalahkannya di babak sebelumnya dalam kejuaraan kali ini. Butet bertandem dengan Nova Widhianto yang sekarang badannya tampak gede, plus duduk di samping Richard Mainaxy sebagai asisten pelatih. Hendra dan Butet membawa Ahsan dan Owi merasakan aroma juara. Kelihatan–apalagi Hendra–begitu dewasa menyikapi hasil ini. Beda dengan Ahsan yang begitu terharu.
Seperti saya ceritakan sebelumnya, saya menonton final kejuaraan dunia ini awalnya via timeline Twitter. Ngenes. Hanya lihat twit demi twit berlalu. Lalu sesudah pertandingan ketiga, saya masuk ke Youtube, steaming di channel BWF untuk bisa menyaksikan perjuangan empat pahlawan Indonesia itu.
Teman saya nonton mengupdate status BBM-nya, dan justru yang ada malah pertanyaan:
“Indonesia juara apa?”
“Yang main siapa?”
“Itu pertandingan apa?”
“Pacarmu siapa?”
Oke. Yang terakhir ngawur.
Dunia bulutangkis Indonesia sudah layaknya bersuka. Sesudah memperlihatkan grafik membaik sesudah pergantian ketua umum dan bergabungnya pasangan emas Ricky Subagja dan Rexy Mainaxy ke PBSI, kini dua–iya… DUA–gelar juara dunia diboyong kembali ke bumi pertiwi.
Penampilan juara All England Lilyana Natsir/Ahmad Tontowi dan M. Ahsan/Hendra Setiawan begitu luar biasa di final yang berlangsung barusan. Keduanya mengakhiri game pertama dengan 21-13, tapi menjadi mengkhawatirkan di game kedua. Butet/Owi kalah 21-16, sedangkan Ahsan/Hendra sempat tertinggal sebelum akhirnya sampai di 20-20. Dalam posisi unggul itu, bola Ahsan sempat keluar dan kedudukan jadi 21-21. Untung kemudian sebuah pengembalian menyentuh net dan gelar untuk Indonesia, hanya lewat 2 game.
Ini seperti perulangan prestasi di 2007, tahun terakhir Indonesia jadi juara dunia. Ketika itu, Hendra berpasangan dengan Markis Kido–yang dikalahkannya di babak sebelumnya dalam kejuaraan kali ini. Butet bertandem dengan Nova Widhianto yang sekarang badannya tampak gede, plus duduk di samping Richard Mainaxy sebagai asisten pelatih. Hendra dan Butet membawa Ahsan dan Owi merasakan aroma juara. Kelihatan–apalagi Hendra–begitu dewasa menyikapi hasil ini. Beda dengan Ahsan yang begitu terharu.
Seperti saya ceritakan sebelumnya, saya menonton final kejuaraan dunia ini awalnya via timeline Twitter. Ngenes. Hanya lihat twit demi twit berlalu. Lalu sesudah pertandingan ketiga, saya masuk ke Youtube, steaming di channel BWF untuk bisa menyaksikan perjuangan empat pahlawan Indonesia itu.
Teman saya nonton mengupdate status BBM-nya, dan justru yang ada malah pertanyaan:
“Indonesia juara apa?”
“Yang main siapa?”
“Itu pertandingan apa?”
“Pacarmu siapa?”
Oke. Yang terakhir ngawur.
PENINDASAN KEMBALI DIALAMI RAKYAT PALESTINA DI SYRIA
Sampai tahun 2011 para pengungsi Palestina yang berada di Syria adalah orang-orang yang beruntung dibanding saudara-saudara mereka yang tinggal tersebar di berbagai kamp pengungsi di negara-negara lainnya. Presiden Hafez al Assad dan penggantinya yang juga putra kandungnya, Bashar al Assad memperlakukan mereka sebagaimana adat orang Arab memperlakukan tamunya. Mereka diperlakukan sama seperti warga negara Syria sendiri yang mendapatkan jaminan kesehatan dan pendidikan penuh, fasilitas tempat tinggal yang layak di apartemen susun, dan lebih dari itu mereka mendapatkan hak untuk memiliki pekerjaan tetap dan hal untuk memiliki properti sendiri.
Dan di Syria, tidak hanya ada pengungsi Palestina, tapi juga ratusan ribu pengungsi Irak yang juga menjadi tamu rakyat Syria setelah terusir akibat serangan Amerika dan kroni-kroninya atas negeri 1001 malam itu.
Saya pernah mendengar cerita tentang orang-orang Sampang Madura yang iri dengan fasilitas yang didapatkan para pengungsi Madura korban konflik Sampit. Padahal para pengungsi itu hanya mendapatkan makan minum seadanya dan tinggal di kemah-kemah sederhana. Tanpa bermaksud mengabaikan hak mereka untuk kembali ke tanah airnya sendiri, para pengungsi Palestina di Syria itu bahkan lebih beruntung dibandingkan puluhan juta rakyat Indonesia yang harus tinggal di gubuk-gubuk reyot dan di bawah jembatan.
Sebelum konflik terjadi, di Syria terdapat 10 kamp pengungsi resmi di bawah pengawasan PBB (UNWRA) ditambah 3 kamp lainnya yang tidak berada di bawah pengawasan PBB. Total pengungsi yang tinggal di kamp-kamp tersebut mencapai 230.000 jiwa. 8 dari kamp-kamp tersebut dihuni para pengungsi Palestina (dan keturunannya) korban pengusiran Israel tahun 1948 (Nakba atau hari bencana), dan 2 lainnya dihuni para pengungsi korban pengusiran Israel tahun 1967 (Naksa atau hari kemunduran)
Namun bagi sebagian pengungsi Palestina itu keberuntungan itu kini hanya tinggal kenangan. Saat ini 7 dari kamp-kamp di mana mereka tinggal itu kini dikuasai oleh para "mujahidin" yang menindas dan mengusir mereka seperti orang-orang Israel telah mengusir mereka.
Para "mujahidin" menjadikan kamp-kamp itu sebagai sasaran pendudukan karena berbagai pertimbangan, yang terutama adalah karena kamp-kamp itu merupakan zona aman dari campur tangan pasukan pemerintah. Selain itu para "mujahidin" bisa mendapatkan rekrutmen di antara pemuda Palestina yang terilusi dengan perjuangan jihad, yang ingin mendapatkan imbalan gaji menggiurkan atau terilusi oleh kemenangan pemberontak yang sudah di depan mata. Selain itu, dengan menduduki kamp-kamp itu mereka bisa membangun basis "perjuangan" secara gratis dengan menggunakan fasilitas-fasilitas yang dibangun pemerintah Syria dan PBB.
Dan di Syria, tidak hanya ada pengungsi Palestina, tapi juga ratusan ribu pengungsi Irak yang juga menjadi tamu rakyat Syria setelah terusir akibat serangan Amerika dan kroni-kroninya atas negeri 1001 malam itu.
Saya pernah mendengar cerita tentang orang-orang Sampang Madura yang iri dengan fasilitas yang didapatkan para pengungsi Madura korban konflik Sampit. Padahal para pengungsi itu hanya mendapatkan makan minum seadanya dan tinggal di kemah-kemah sederhana. Tanpa bermaksud mengabaikan hak mereka untuk kembali ke tanah airnya sendiri, para pengungsi Palestina di Syria itu bahkan lebih beruntung dibandingkan puluhan juta rakyat Indonesia yang harus tinggal di gubuk-gubuk reyot dan di bawah jembatan.
Sebelum konflik terjadi, di Syria terdapat 10 kamp pengungsi resmi di bawah pengawasan PBB (UNWRA) ditambah 3 kamp lainnya yang tidak berada di bawah pengawasan PBB. Total pengungsi yang tinggal di kamp-kamp tersebut mencapai 230.000 jiwa. 8 dari kamp-kamp tersebut dihuni para pengungsi Palestina (dan keturunannya) korban pengusiran Israel tahun 1948 (Nakba atau hari bencana), dan 2 lainnya dihuni para pengungsi korban pengusiran Israel tahun 1967 (Naksa atau hari kemunduran)
Namun bagi sebagian pengungsi Palestina itu keberuntungan itu kini hanya tinggal kenangan. Saat ini 7 dari kamp-kamp di mana mereka tinggal itu kini dikuasai oleh para "mujahidin" yang menindas dan mengusir mereka seperti orang-orang Israel telah mengusir mereka.
Para "mujahidin" menjadikan kamp-kamp itu sebagai sasaran pendudukan karena berbagai pertimbangan, yang terutama adalah karena kamp-kamp itu merupakan zona aman dari campur tangan pasukan pemerintah. Selain itu para "mujahidin" bisa mendapatkan rekrutmen di antara pemuda Palestina yang terilusi dengan perjuangan jihad, yang ingin mendapatkan imbalan gaji menggiurkan atau terilusi oleh kemenangan pemberontak yang sudah di depan mata. Selain itu, dengan menduduki kamp-kamp itu mereka bisa membangun basis "perjuangan" secara gratis dengan menggunakan fasilitas-fasilitas yang dibangun pemerintah Syria dan PBB.
Sunday, 11 August 2013
SAUDI, SECARA MORAL DAN POLITIK BANGKRUT
Amerika dan Saudi Arabia sama-sama bangkrut secara moral dan politik. Tapi setidaknya Amerika masih bisa berkoar-koar tentang demokrasi, sedang Saudi tidak memiliki apapun yang bisa dibanggakan.
Demikian kesimpulan Prof. Rodney Shakespeare dalam artikelnya di media Iran Press TV berjudul "Al Saud morally, politically bankrupt" tgl 9 Agustus lalu.
"Ini karena Saudi tidak mempunyai visi, prinsip atau ide," tulis Shakespeare.
Menurut Shakespeare Saudi hanya sebuah negeri yang dipimpin sekelompok orang kaya tak bermoral yang melakukan apapun dengan kekayaannya untuk membuat orang lain melakukan kemauan mereka. Ia mencontohkan langkah terakhir yang dilakukan Saudi dengan menawarkan kontrak senjata miliaran dolar kepada Rusia dengan imbalan Rusia meninggalkan sekutu dekatnya Syria. Padahal Saudi pulalah yang telah membantu pemberontak dan teroris Chenchya memerangi pemerintah Rusia dan Rusia mengetahui hal itu dengan jelas.
Pernyataan Shakespeare itu sejalan dengan pernyataan analis politik Timur Tengah Zayd al-Isa dalam wawancara dengan media yang sama sehari kemudian.
"Sebagai kaki tangan Amerika, Saudi Arabia menyediakan bantuan keuangan dan militer kepada al-Qaeda untuk menjerumuskan kawasan ini ke perang sektarian dan kekacauan," kata Isa.
Menurut Isa, Amerika kini memberikan peran utama bagi Saudi sebagai ekskutor kepentingannya di Timur Tengah setelah menghentikan peran yang sebelumnya dilakukan Qatar dan Turki yang dianggap gagal. Ia pun menunjuk pada langkah yang dilakukan Saudi yang menggelontorkan bantuan keuangan kepada regim militer Mesir yang baru saja mengkudeta pemerintahan demokratis di sana. Namun yang patut menjadi perhatian, tutur Isa, adalah peran Saudi pada semua kelompok teroris di kawasan seperti kelompok Jabhat al-Nusra di Syria, yang merupakan bagian dari kelompok teroris yang lebih dahulu eksis, Al Qaida.
“Apa yang kita dengar dari pemimpin Al Qaida Irak Abu Bakr al-Baghdadi, yang mengatakan bahwa Jabhat al-Nusra merupakan kepanjangan dari al-Qaeda di Iraq,” tambah al-Isa.
Demikian kesimpulan Prof. Rodney Shakespeare dalam artikelnya di media Iran Press TV berjudul "Al Saud morally, politically bankrupt" tgl 9 Agustus lalu.
"Ini karena Saudi tidak mempunyai visi, prinsip atau ide," tulis Shakespeare.
Menurut Shakespeare Saudi hanya sebuah negeri yang dipimpin sekelompok orang kaya tak bermoral yang melakukan apapun dengan kekayaannya untuk membuat orang lain melakukan kemauan mereka. Ia mencontohkan langkah terakhir yang dilakukan Saudi dengan menawarkan kontrak senjata miliaran dolar kepada Rusia dengan imbalan Rusia meninggalkan sekutu dekatnya Syria. Padahal Saudi pulalah yang telah membantu pemberontak dan teroris Chenchya memerangi pemerintah Rusia dan Rusia mengetahui hal itu dengan jelas.
Pernyataan Shakespeare itu sejalan dengan pernyataan analis politik Timur Tengah Zayd al-Isa dalam wawancara dengan media yang sama sehari kemudian.
"Sebagai kaki tangan Amerika, Saudi Arabia menyediakan bantuan keuangan dan militer kepada al-Qaeda untuk menjerumuskan kawasan ini ke perang sektarian dan kekacauan," kata Isa.
Menurut Isa, Amerika kini memberikan peran utama bagi Saudi sebagai ekskutor kepentingannya di Timur Tengah setelah menghentikan peran yang sebelumnya dilakukan Qatar dan Turki yang dianggap gagal. Ia pun menunjuk pada langkah yang dilakukan Saudi yang menggelontorkan bantuan keuangan kepada regim militer Mesir yang baru saja mengkudeta pemerintahan demokratis di sana. Namun yang patut menjadi perhatian, tutur Isa, adalah peran Saudi pada semua kelompok teroris di kawasan seperti kelompok Jabhat al-Nusra di Syria, yang merupakan bagian dari kelompok teroris yang lebih dahulu eksis, Al Qaida.
“Apa yang kita dengar dari pemimpin Al Qaida Irak Abu Bakr al-Baghdadi, yang mengatakan bahwa Jabhat al-Nusra merupakan kepanjangan dari al-Qaeda di Iraq,” tambah al-Isa.
SKENARIO "PERANG BUBRAH" DI SYRIA OLEH ZIONIS INTERNASIONAL
Gambar: anak-anak Kurdi korban pembantaian.
Keberhasilan militer Syria mengusai kembali berbagai posisi strategis (terakhir berhasil membersihkan kota Homs dari pemberontak) telah membuat para pemberontak dan sponsor-sponsornya menjadi gelap mata. Maka kini skenario terakhir pun digunakan, yaitu perang hancur-hancuran. Dengan cara ini, pada akhirnya zionis internasional tetap mendapat keuntungan, yaitu hancurnya negara yang selama ini menjadi batu kerikil yang menyakitkan bagi zionisme.
Setelah menyerang dan membunuhi anggota Free Syrian Army (FSA) kelompok-kelompok takfiri Al Qaida (sebagian anggota FSA adalah warga Syria, sedangkan hampir semua anggota Al Qaida adalah orang asing), kini kelompok-kelompok takfiri juga melakukan aksi biadabnya dengan menyerang orang-orang Kurdi Syria hingga memicu terjadinya pertempuran sengit antara para pejuang kurdi dengan para pemberontak takfiri di wilayah utara dan timur laut Syria yang dihuni orang-orang Kurdi.
Pada tgl 5 Agustus lalu para teroris takfiri yang memerangi regim Bashar al Assad telah melakukan pembunuhan massal terhadap 450 warga sipil kurdi Syria di distrik Tal Abyad Provinsi Raqqa. Di antara korban adalah 120 anak-anak dan 330 wanita dan orang tua. Pembunuhan massal terjadi hanya seminggu setelah para pemberontak dari kelompok al-Nusra menyerang dua desa Kurdi di Aleppo dan menahan 200 warganya sebagai sandera.
Para pejuang Kurdi pun melakukan perlawanan dengan memobilisasi pasukannya di seluruh wilayah Kurdi dan di beberapa kota berhasil mengusir para pemberontak teroris. Meski cenderung berpihak pada pemerintah, orang-orang Kurdi selama ini bersikap netral selama konflik di Syria. Namun perkembangan terbaru ini bisa membuat posisi mereka barubah.
Konflik antara kedua kelompok kini bahkan telah memicu ketegangan regional baru yang melibatkan kelompok-kelompok di luar Syria. Hal ini sudah terlihat setelah pemerintah otonomi Kurdi Irak mengancam untuk melakukan intervensi membantu saudara-saudara mereka di Syria. Hal ini disampaikan langsung oleh pemimpin pemerintahan otonomi Kurdi Irak, Sabtu (10/8).
"Tampaknya warga sipil Kurdi termasuk wanita dan anak-anaknya berada dalam ancaman kematian dan terorisme, maka pemerintah otonomi Kurdi Irak akan .... siap untuk membela," kata pemimpin Massud Barzani dalam wawancara televisi. Barzani selanjutnya menyerukan dilakukannya investigasi atas konflik yang terjadi di wilayah Kurdi Syria.
Keberhasilan militer Syria mengusai kembali berbagai posisi strategis (terakhir berhasil membersihkan kota Homs dari pemberontak) telah membuat para pemberontak dan sponsor-sponsornya menjadi gelap mata. Maka kini skenario terakhir pun digunakan, yaitu perang hancur-hancuran. Dengan cara ini, pada akhirnya zionis internasional tetap mendapat keuntungan, yaitu hancurnya negara yang selama ini menjadi batu kerikil yang menyakitkan bagi zionisme.
Setelah menyerang dan membunuhi anggota Free Syrian Army (FSA) kelompok-kelompok takfiri Al Qaida (sebagian anggota FSA adalah warga Syria, sedangkan hampir semua anggota Al Qaida adalah orang asing), kini kelompok-kelompok takfiri juga melakukan aksi biadabnya dengan menyerang orang-orang Kurdi Syria hingga memicu terjadinya pertempuran sengit antara para pejuang kurdi dengan para pemberontak takfiri di wilayah utara dan timur laut Syria yang dihuni orang-orang Kurdi.
Pada tgl 5 Agustus lalu para teroris takfiri yang memerangi regim Bashar al Assad telah melakukan pembunuhan massal terhadap 450 warga sipil kurdi Syria di distrik Tal Abyad Provinsi Raqqa. Di antara korban adalah 120 anak-anak dan 330 wanita dan orang tua. Pembunuhan massal terjadi hanya seminggu setelah para pemberontak dari kelompok al-Nusra menyerang dua desa Kurdi di Aleppo dan menahan 200 warganya sebagai sandera.
Para pejuang Kurdi pun melakukan perlawanan dengan memobilisasi pasukannya di seluruh wilayah Kurdi dan di beberapa kota berhasil mengusir para pemberontak teroris. Meski cenderung berpihak pada pemerintah, orang-orang Kurdi selama ini bersikap netral selama konflik di Syria. Namun perkembangan terbaru ini bisa membuat posisi mereka barubah.
Konflik antara kedua kelompok kini bahkan telah memicu ketegangan regional baru yang melibatkan kelompok-kelompok di luar Syria. Hal ini sudah terlihat setelah pemerintah otonomi Kurdi Irak mengancam untuk melakukan intervensi membantu saudara-saudara mereka di Syria. Hal ini disampaikan langsung oleh pemimpin pemerintahan otonomi Kurdi Irak, Sabtu (10/8).
"Tampaknya warga sipil Kurdi termasuk wanita dan anak-anaknya berada dalam ancaman kematian dan terorisme, maka pemerintah otonomi Kurdi Irak akan .... siap untuk membela," kata pemimpin Massud Barzani dalam wawancara televisi. Barzani selanjutnya menyerukan dilakukannya investigasi atas konflik yang terjadi di wilayah Kurdi Syria.
QUO VADIS MESIR?
Cukup lama saya tidak lagi menulis tentang krisis politik di Mesir, menyangka krisis tersebut akan berakhir seperti prediksi saya yang ternyata salah: militer melakukan penindasan terhadap massa pendukung Presiden Moersi dan kelompok Ikhwanul Muslimin.
Setelah beberapa aksi "pembantaian kecil-kecilan" terhadap para pendukung Moersi, ternyata militer Mesir masih menahan diri untuk tidak melakukan "pembantaian besar-besaran". Para jendral Mesir rupanya masih berhitung dengan resiko yang bakal mereka hadapi jika jadi melakukan aksi penindasan besar-besaran, yaitu cap sebagai "pembunuh massal" dan "penjahat kemanusiaan" yang bisa membawa konsekuensi pahit. Hal ini lah yang justru telah menjadi pertimbangan para pemimpin Ikhwanul Muslimin untuk tetap bertahan dengan tuntutannya meski ada ancaman militer, yaitu pengembalian kekuasaan Moersi.
Para jendral Mesir dan saya (blogger) ternyata "kecele", para pemimpin dan pengikut Ikhwanul Muslimin Mesir ternyata cukup "gila" untuk bertahan dengan tuntutan mereka. Maksud saya yang gila adalah para pengikut, karena para pemimpin Ikhwanul Muslimin sendiri enak-enak bersembunyi di rumah ketika para pengikutnya itu meregang nyawa ditembaki tentara setelah dengan "gila" dengan bersenjatakan pisau dan senapan angin berusaha menduduki markas pasukan khusus Pengawal Republik yang dijaga dengan senapan mesin, meriam dan tank. Se-"gila" kesetiaan mereka kepada Moersi yang jelas-jelas telah mengkhianati janjinya selama kampanye untuk membatalkan perjanjian damai dengan Israel dan membebaskan Palestina serta membawa kedamaian dan kestabilan politik di Mesir sementara yang dilakukannya justru melakukan provokasi perang sektarian.
Saya sejujurnya sempat bersimpati dengan apa yang dialami para pengikut Presiden Moersi yang tengah "menderita" oleh penindasan militer. Di jaman modern ini mana ada lagi tempat bagi regim militer, apalagi militer Mesir yang dikenal korup. Ditambah dengan adanya sikap resmi pemerintah Iran, negara yang saya hormati setelah Indonesia di luar para pemimpinnya yang korup, yang tetap mendukung pemerintahan Moersi plus satu analisis menarik dalam satu artikel di media Iran Press TV yang menyebutkan adanya "konspirasi" penghancuran gerakan Islam yang tengah terjadi di Timur Tengah dengan beberapa sasarannya adalah gerakan Ikwanul Muslimin dan Hizbollah (Hizbolah, organisasi politik yang menjadi anggota koalisi pemerintahan Lebanon, baru saja dimasukkan dalam kelompok teroris oleh Uni Eropa). Namun nurani saya tidak bisa dibohongi untuk menolak Moersi dan Ikhwanul Musliminnya.
Setelah beberapa aksi "pembantaian kecil-kecilan" terhadap para pendukung Moersi, ternyata militer Mesir masih menahan diri untuk tidak melakukan "pembantaian besar-besaran". Para jendral Mesir rupanya masih berhitung dengan resiko yang bakal mereka hadapi jika jadi melakukan aksi penindasan besar-besaran, yaitu cap sebagai "pembunuh massal" dan "penjahat kemanusiaan" yang bisa membawa konsekuensi pahit. Hal ini lah yang justru telah menjadi pertimbangan para pemimpin Ikhwanul Muslimin untuk tetap bertahan dengan tuntutannya meski ada ancaman militer, yaitu pengembalian kekuasaan Moersi.
Para jendral Mesir dan saya (blogger) ternyata "kecele", para pemimpin dan pengikut Ikhwanul Muslimin Mesir ternyata cukup "gila" untuk bertahan dengan tuntutan mereka. Maksud saya yang gila adalah para pengikut, karena para pemimpin Ikhwanul Muslimin sendiri enak-enak bersembunyi di rumah ketika para pengikutnya itu meregang nyawa ditembaki tentara setelah dengan "gila" dengan bersenjatakan pisau dan senapan angin berusaha menduduki markas pasukan khusus Pengawal Republik yang dijaga dengan senapan mesin, meriam dan tank. Se-"gila" kesetiaan mereka kepada Moersi yang jelas-jelas telah mengkhianati janjinya selama kampanye untuk membatalkan perjanjian damai dengan Israel dan membebaskan Palestina serta membawa kedamaian dan kestabilan politik di Mesir sementara yang dilakukannya justru melakukan provokasi perang sektarian.
Saya sejujurnya sempat bersimpati dengan apa yang dialami para pengikut Presiden Moersi yang tengah "menderita" oleh penindasan militer. Di jaman modern ini mana ada lagi tempat bagi regim militer, apalagi militer Mesir yang dikenal korup. Ditambah dengan adanya sikap resmi pemerintah Iran, negara yang saya hormati setelah Indonesia di luar para pemimpinnya yang korup, yang tetap mendukung pemerintahan Moersi plus satu analisis menarik dalam satu artikel di media Iran Press TV yang menyebutkan adanya "konspirasi" penghancuran gerakan Islam yang tengah terjadi di Timur Tengah dengan beberapa sasarannya adalah gerakan Ikwanul Muslimin dan Hizbollah (Hizbolah, organisasi politik yang menjadi anggota koalisi pemerintahan Lebanon, baru saja dimasukkan dalam kelompok teroris oleh Uni Eropa). Namun nurani saya tidak bisa dibohongi untuk menolak Moersi dan Ikhwanul Musliminnya.
Saturday, 10 August 2013
RUSIA TOLAK RAYUAN SAUDI UNTUK TINGGALKAN SYRIA
Rusia menolak rayuan Saudi untuk meninggalkan sekutunya, Syria, meski Saudi mengiming-imingi imbalan besar. Imbalan tersebut berupa paket pembelian senjata miliaran dolar serta jaminan kepentingan bisnia gas Rusia di Timur Tengah. Demikian laporan media Rusia, Russia Today, Jumat (9/8), mengutip keterangan beberapa diplomat Rusia dan Arab.
Proposal pembelian senjata senilai $15 miliar serta jaminan kepentingan bisnis tersebut disampaikan oleh kepala inteligen Saudi Bandar bin Sultan saat menemui Presiden Rusia Vladimir Putin tgl 31 Juli lalu. Baik pejabat Rusia maupun Saudi bungkam mengenai informasi tersebut, namun kantor berita Perancis AFP hari Kamis (8/8) melaporkan secara mendetil pertemuan tersebut.
Menurut laporan tersebut Pangeran Bandar meminta Putin untuk menyetujui Arab Saudi untuk menentukan masa depan kepemimpinan Syria setelah Bashar al Assad. Dan sebagai imbalannya Saudi berjanji untuk tidak melakukan kontrak bisnis yang merugikan kepentingan Rusia dengan cara mengalirkan migas negara-negara Teluk ke Eropa melalui Syria. Adapun syarat yang diajukan Bandar adalah agar Rusia menghentikan
dukungannya terhadap regim Bashar al Assad, termasuk tidak memblok resolusi DK PBB yang akan diterapkan terhadap Syria.
“Presiden Putin mendengarkan dengan tenang perkataan lawan bicaranya dan menjelaskan bahwa sikap negara Rusia tidak berubah," tulis AFP mengutip pernyataan seorang diplomat Arab.
Bandar bin Sultan selanjutnya mengatakan kepada para pejabat Rusia bahwa solusi yang tersisa atas konflik Syria adalah penyelesaian militer seraya menambahkan bahwa pemberontak tidak akan hadir dalam pertemuan Genewa II, sehingga rencana tersebut dipastikan akan batal.
Sejauh ini rencana perundingan Genewa II memang diragukan akan berlangsung seperti diharapkan karena ketidak kompakan pemberontak dan posisi mereka yang tengah berada di bawah angin yang membuat perundingan dianggap tidak akan menguntungkan mereka dan negara-negara sponsornya.
Saudi Arabia yang secara tradisi mengandalkan persenjataannya dari Amerika, sejak tahun 2008 memiliki sejumah besar kontrak pembelian senjata dari Rusia yang dibekukan, di antaranya pembelian 150 tank T-90 dan 150 helikopter serbu. Dengan gagalnya pertemuan Bandar-Putin tersebut, dipastikan kontrak tersebut tidak berubah statusnya.
Proposal pembelian senjata senilai $15 miliar serta jaminan kepentingan bisnis tersebut disampaikan oleh kepala inteligen Saudi Bandar bin Sultan saat menemui Presiden Rusia Vladimir Putin tgl 31 Juli lalu. Baik pejabat Rusia maupun Saudi bungkam mengenai informasi tersebut, namun kantor berita Perancis AFP hari Kamis (8/8) melaporkan secara mendetil pertemuan tersebut.
Menurut laporan tersebut Pangeran Bandar meminta Putin untuk menyetujui Arab Saudi untuk menentukan masa depan kepemimpinan Syria setelah Bashar al Assad. Dan sebagai imbalannya Saudi berjanji untuk tidak melakukan kontrak bisnis yang merugikan kepentingan Rusia dengan cara mengalirkan migas negara-negara Teluk ke Eropa melalui Syria. Adapun syarat yang diajukan Bandar adalah agar Rusia menghentikan
dukungannya terhadap regim Bashar al Assad, termasuk tidak memblok resolusi DK PBB yang akan diterapkan terhadap Syria.
“Presiden Putin mendengarkan dengan tenang perkataan lawan bicaranya dan menjelaskan bahwa sikap negara Rusia tidak berubah," tulis AFP mengutip pernyataan seorang diplomat Arab.
Bandar bin Sultan selanjutnya mengatakan kepada para pejabat Rusia bahwa solusi yang tersisa atas konflik Syria adalah penyelesaian militer seraya menambahkan bahwa pemberontak tidak akan hadir dalam pertemuan Genewa II, sehingga rencana tersebut dipastikan akan batal.
Sejauh ini rencana perundingan Genewa II memang diragukan akan berlangsung seperti diharapkan karena ketidak kompakan pemberontak dan posisi mereka yang tengah berada di bawah angin yang membuat perundingan dianggap tidak akan menguntungkan mereka dan negara-negara sponsornya.
Saudi Arabia yang secara tradisi mengandalkan persenjataannya dari Amerika, sejak tahun 2008 memiliki sejumah besar kontrak pembelian senjata dari Rusia yang dibekukan, di antaranya pembelian 150 tank T-90 dan 150 helikopter serbu. Dengan gagalnya pertemuan Bandar-Putin tersebut, dipastikan kontrak tersebut tidak berubah statusnya.
Friday, 9 August 2013
PEMBERONTAK BAKARI MAYAT "MUJAHIDIN", "MUJAHIDIN" LIBYA TINGGALKAN SYRIA
Media Libya "Libya is now" baru-baru ini menampilkan wawancara dengan seorang "mujahidin" yang telah bertempur di pihak pemberontak Syria di Provinsi Homs. Namun setelah mengetahui berbagai kejahatan yang dilakukan pemberontak, ia dan beberapa rekannya memutuskan kembali ke Libya dan menghimbau kepada para "mujahidin" untuk meninggalkan "medan jihad" di Syria. Kejahatan yang telah membuat "mujahidin" itu meninggalkan medan perang Syria adalah kebiasaan pemberontak membakar mayat sesama "mujahidin" dan kemudian menjual jasadnya kepada keluarganya.
"Mujahidin" tersebut, sebut saja bernama M. Hazim, adalah seorang spesialis pembuat bom yang berperang dalam satuan Batalion Ammar bin Yassir di bawah komando Free Syrian Army.
"Saya datang ke Syria melalui Turki dua bulan yang lalu untuk bergabung dalam perang suci melawan regim Bashar al-Assad, di pihak Free Syrian Army. Ketika tiba, saya mengambil paspor saya dari seorang perwira Turki yang kemudian mengantar saya dan beberapa rekan lainnya menyelinap ke Syria dimana kami bertemu dengan sekelompok pejuang yang saat itu saya mengira berjuang dengan keimanan untuk meraih kemenangan. Saya bekerja untuk mereka sesuai keahlian membuat bom dan melatih pejuang lainnya membuat bom untuk menghancurkan tentara-tentara Assad."
Hazim menambahkan, "Lokasi utama kami adalah kota Homs, setelah pertempuran sengit terjadi di sana. Saya dengan beberapa kelompok juga bertempur di kota Hama bersama batalion Amar Ibn Yassir. Saat itu saya sangat terkejut melihat apa yang mereka lakukan. Anggota pasukan kami terdiri dari berbagai kewarganegaraan baik dari Arab maupun Afrika. Namun yang membuat saya meninggalkan mereka adalah ketika seorang rekan kami mati syahid, mayatnya dibakar dan kemudian sisa jasadnya dijual. Tergantung kepada kewarganegaraannya, jika yang tewas berasal dari Afrika, hanya dibakar. Ketika saya menanyakan hal itu kepada komandan kami, Abu Hamza, ia menjawab: "Ini adalah cara kita melakukan rekayasa agar pemerintah tidak menemukan jasadnya dan kemudian mengumumkan bahwa mereka hanya memerangi tentara bayaran asing"."
Menurut penuturan Hazim, awalnya jenasah para pemberontak diperlakukan secara wajar dengan menguburkannya sesuai syariat Islam. Namun ketika seorang pemberontak asal Kuwait bernama Abu Muhammad tewas, jasadnya dibakar dan kemudian disimpan di tempat tertutup. Selanjutnya komandan satuan menghubungi keluarganya dengan meminta tebusan disertai alasan bahwa jasad tersebut berada di tangan tentara pemerintah yang menuntut pembayaran untuk bisa dikembalikan kepada keluarganya.
"Itulah yang membuat saya meninggalkan Syria. Saat itu beberapa teman juga meninggalkan Syria dan kembali ke Libya," kata Hazim.
"Mujahidin" tersebut, sebut saja bernama M. Hazim, adalah seorang spesialis pembuat bom yang berperang dalam satuan Batalion Ammar bin Yassir di bawah komando Free Syrian Army.
"Saya datang ke Syria melalui Turki dua bulan yang lalu untuk bergabung dalam perang suci melawan regim Bashar al-Assad, di pihak Free Syrian Army. Ketika tiba, saya mengambil paspor saya dari seorang perwira Turki yang kemudian mengantar saya dan beberapa rekan lainnya menyelinap ke Syria dimana kami bertemu dengan sekelompok pejuang yang saat itu saya mengira berjuang dengan keimanan untuk meraih kemenangan. Saya bekerja untuk mereka sesuai keahlian membuat bom dan melatih pejuang lainnya membuat bom untuk menghancurkan tentara-tentara Assad."
Hazim menambahkan, "Lokasi utama kami adalah kota Homs, setelah pertempuran sengit terjadi di sana. Saya dengan beberapa kelompok juga bertempur di kota Hama bersama batalion Amar Ibn Yassir. Saat itu saya sangat terkejut melihat apa yang mereka lakukan. Anggota pasukan kami terdiri dari berbagai kewarganegaraan baik dari Arab maupun Afrika. Namun yang membuat saya meninggalkan mereka adalah ketika seorang rekan kami mati syahid, mayatnya dibakar dan kemudian sisa jasadnya dijual. Tergantung kepada kewarganegaraannya, jika yang tewas berasal dari Afrika, hanya dibakar. Ketika saya menanyakan hal itu kepada komandan kami, Abu Hamza, ia menjawab: "Ini adalah cara kita melakukan rekayasa agar pemerintah tidak menemukan jasadnya dan kemudian mengumumkan bahwa mereka hanya memerangi tentara bayaran asing"."
Menurut penuturan Hazim, awalnya jenasah para pemberontak diperlakukan secara wajar dengan menguburkannya sesuai syariat Islam. Namun ketika seorang pemberontak asal Kuwait bernama Abu Muhammad tewas, jasadnya dibakar dan kemudian disimpan di tempat tertutup. Selanjutnya komandan satuan menghubungi keluarganya dengan meminta tebusan disertai alasan bahwa jasad tersebut berada di tangan tentara pemerintah yang menuntut pembayaran untuk bisa dikembalikan kepada keluarganya.
"Itulah yang membuat saya meninggalkan Syria. Saat itu beberapa teman juga meninggalkan Syria dan kembali ke Libya," kata Hazim.
Tuesday, 6 August 2013
INDONESIA DISANDERA TERORIS
Indonesia sudah sedemikian rusak mental aparat pemerintahannya sehingga lembaga pemasyarakatan besar seperti LP Cipinang saja bisa menjadi pabrik ekstasi. Namun saya (blogger) tidak akan menulis tentang masalah itu, melainkan terorisme.
Ada banyak kejanggalan terkait dengan fenomena terorisme di Indonesia yang marak terjadi paska serangan WTC tahun 2001. Fenomena kejanggalan tersebut identik dengan yang terjadi di negara-negara lain di dunia yang juga ramai-ramai dihebohkan dengan isu terorisme.
Dalam konteks global kita melihat bahwa serangan-serangan teroris yang "katanya" ditujukan untuk menghancurkan kepentingan Amerika dan sekutu-sekutu "kafir"-nya itu justru terjadi di negara-negara Islam sendiri, termasuk Indonesia, dan tidak pernah terjadi di Amerika. Isu terorisme juga telah berhasil mengalihkan isu Palestina dari perhatian dunia, khususnya di negara-negara Islam yang secara moral menanggung tanggungjawab moral untuk menuntut penarikan Israel dari wilayah Palestina dan Arab yang diduduki, mengembalikan para pengungsi Palestina ke tempat asalnya, dan mengembalikan Jerussalem ke tangan Palestina.
Dari dua hal itu saja kita sebenarnya bisa menarik kesimpulan bahwa isu terorisme sengaja diciptakan demi mengalihkan isu Palestina sekaligus menghancurkan negara-negara Islam. Dan tidak ada satu pihak pun yang paling diuntungkan dengan hal itu melainkan Israel.
Sudah terlalu banyak bukti yang menunjukkan keterkaitan Israel dan zionisme internasional dengan kelompok-kelompok teroris dan kelompok-kelompok agen-agen provokatornya (media massa, LSM dll). Contoh paling telak adalah jubir Al Qaida asal Amerika yang ternyata bernama asli Adam Pearlman yang tidak lain adalah cucu dari seorang pendiri organisasi zionis paling berpengaruh di dunia, Anti Defamation Leaque.
Saya tidak ingin mengulang fakta-fakta "perselingkuhan" antara zionisme internasional dengan terorisme, namun saya ingin memberikan sedikit analisa tentang isu terorisme ini di Indonesia.
Ada banyak kejanggalan terkait dengan fenomena terorisme di Indonesia yang marak terjadi paska serangan WTC tahun 2001. Fenomena kejanggalan tersebut identik dengan yang terjadi di negara-negara lain di dunia yang juga ramai-ramai dihebohkan dengan isu terorisme.
Dalam konteks global kita melihat bahwa serangan-serangan teroris yang "katanya" ditujukan untuk menghancurkan kepentingan Amerika dan sekutu-sekutu "kafir"-nya itu justru terjadi di negara-negara Islam sendiri, termasuk Indonesia, dan tidak pernah terjadi di Amerika. Isu terorisme juga telah berhasil mengalihkan isu Palestina dari perhatian dunia, khususnya di negara-negara Islam yang secara moral menanggung tanggungjawab moral untuk menuntut penarikan Israel dari wilayah Palestina dan Arab yang diduduki, mengembalikan para pengungsi Palestina ke tempat asalnya, dan mengembalikan Jerussalem ke tangan Palestina.
Dari dua hal itu saja kita sebenarnya bisa menarik kesimpulan bahwa isu terorisme sengaja diciptakan demi mengalihkan isu Palestina sekaligus menghancurkan negara-negara Islam. Dan tidak ada satu pihak pun yang paling diuntungkan dengan hal itu melainkan Israel.
Sudah terlalu banyak bukti yang menunjukkan keterkaitan Israel dan zionisme internasional dengan kelompok-kelompok teroris dan kelompok-kelompok agen-agen provokatornya (media massa, LSM dll). Contoh paling telak adalah jubir Al Qaida asal Amerika yang ternyata bernama asli Adam Pearlman yang tidak lain adalah cucu dari seorang pendiri organisasi zionis paling berpengaruh di dunia, Anti Defamation Leaque.
Saya tidak ingin mengulang fakta-fakta "perselingkuhan" antara zionisme internasional dengan terorisme, namun saya ingin memberikan sedikit analisa tentang isu terorisme ini di Indonesia.
MILITER SYRIA BERHASIL BERSIHKAN HOMS DARI TERORIS
Homs, kota terbesar ketiga di Syria yang selama ini disebut-sebut pemberontak sebagai "ibukota revolusi", akhirnya berhasil dibersihkan dari para pembontak setelah melalui pertempuran sengit memperebutkan distrik Khaldiyeh yang menjadi kantong pertahanan terakhir pemberontak di kota tersebut.
Kemenangan tentara Syria di Homs tersebut "diresmikan" oleh menteri pertahanan Jendral Fahd al-Freij, yang melakukan peninjauan lapangan di distrik Khaldiyeh, Senin (5/8).
Menurut laporan kantor berita Syria SANA, Jendral Fahd al-Freij (beberapa waktu lalu digossipkan oleh media-media barat dan para pendukung pemberontak telah meninggal setelah sempat dirawat di Lebanon) telah melakukan "peninjauan di Khaldiyeh, dimana ia mengunjungi unit-unit tentara yang telah mengembalikan keamanan dan stabilitas di kawasan tersebut."
Kepada SANA sang jendral mengatakan bahwa, “Syria akan mengalahkan para teroris pengecut yang dibantu oleh lebih dari 80 negara.” Jendral Freij menyebutkan bahwa aksi-aksi terorisme di Syria yang dilakukan pemberontak merupakan bagian dari agenda Amerika dan Israel di kawasan.
Kunjungan jendral Freij dilakukan hanya sehari setelah Presiden Bashar al-Assad mengatakan kepada media massa bahwa krisis di Syria hanya bisa diselesaikan melalui "serangan tangan besi terhadap teroris".
Homs merupakan salah satu kota paling strategis di Syria. Kota ini menghubungkan ibukota Damascus dengan pantai Laut Mediterania. Keberhasilan militer Syria menguasai Homs merupakan kemenangan besar setelah keberhasilan menguasai kawasan al Qusayr yang juga terletak di Provinis Homs, bulan Juni lalu.
Kemenangan tentara Syria di Homs tersebut "diresmikan" oleh menteri pertahanan Jendral Fahd al-Freij, yang melakukan peninjauan lapangan di distrik Khaldiyeh, Senin (5/8).
Menurut laporan kantor berita Syria SANA, Jendral Fahd al-Freij (beberapa waktu lalu digossipkan oleh media-media barat dan para pendukung pemberontak telah meninggal setelah sempat dirawat di Lebanon) telah melakukan "peninjauan di Khaldiyeh, dimana ia mengunjungi unit-unit tentara yang telah mengembalikan keamanan dan stabilitas di kawasan tersebut."
Kepada SANA sang jendral mengatakan bahwa, “Syria akan mengalahkan para teroris pengecut yang dibantu oleh lebih dari 80 negara.” Jendral Freij menyebutkan bahwa aksi-aksi terorisme di Syria yang dilakukan pemberontak merupakan bagian dari agenda Amerika dan Israel di kawasan.
Kunjungan jendral Freij dilakukan hanya sehari setelah Presiden Bashar al-Assad mengatakan kepada media massa bahwa krisis di Syria hanya bisa diselesaikan melalui "serangan tangan besi terhadap teroris".
Homs merupakan salah satu kota paling strategis di Syria. Kota ini menghubungkan ibukota Damascus dengan pantai Laut Mediterania. Keberhasilan militer Syria menguasai Homs merupakan kemenangan besar setelah keberhasilan menguasai kawasan al Qusayr yang juga terletak di Provinis Homs, bulan Juni lalu.
Subscribe to:
Posts (Atom)