Monday 19 January 2009
HAL-HAL TAK MASUK AKAL YANG MENJELANG DATANG
(ORANG-ORANG SEPERTI INI YANG MENDOMINASI TELEVISI INDONESIA SELAIN JULIA PEREZ DAN AZHARI BERSAUDARI)
Bayangkan hal ini terjadi di masa depan. Presiden Indonesia terpilih adalah seorang keturunan Cina yang tidak jelas status kelahirannya (anak sah atau anak haram). Lahir di Hongkong dan besar di Singapura. Menjadi warga negara Indonesia melalui proses naturalisasi setelah menjadi menantu orang berpengaruh di Indonesia. Agamanya tidak jelas apakah Islam atau Buddha meski ia kawin secara Islam. Dan ketika dilantik, seorang ulama homo menjadi pembaca do’a. Anda pasti akan tertawa dan menganggap hal itu “gila” dan tidak masuk akal.
Hal yang sama juga terjadi di Amerika. Sepuluh tahun yang lalu warga Amerika tidak pernah membayangkan akan dipimpin oleh seorang presiden kulit hitam yang lahir di Kenya, hasil hubungan gelap seorang negro Kenya beragama Islam dan wanita kulit putih Amerika beragama Kristen.
Bukankah konstitusi kita dengan jelas menyebutkan bahwa presiden Indonesia adalah warga negara Indonesia asli?
Baik. Konstitusi Amerika juga menyebutkan presiden Amerika adalah warga negara Amerika kelahiran Amerika. Namun Barack Obama, seorang warganegara Kenya (berdasarkan kewarganegaraan ayahnya) dan lahir di Kenya (menurut pengakuan neneknya dari pihak ayah, sanak keluarga ayahnya, dan para pejabat Kenya. Obama sendiri tidak memiliki surat keterangan lahir di wilayah Amerika. Paling tidak sampai sekarang Obama tidak pernah bisa menunjukkan surat keterangan kelahiran itu, setidaknya kopiannya. Untuk mencegah tuntutan publik yang mempertanyakan legitimasi kelahirannya Obama membayar $800.000 kepada pengadilan), bisa menjadi Presiden Amerika.
Bukankah nenek moyang kita berasal dari Cina Selatan? Jadi apa masalahnya jika seorang keturunan Cina menjadi Presiden Indonesia. Khususnya jika ia, atau para penyumbang dananya, mempunyai berpundi-pundi uang untuk membayar pengacara handal, polisi, jaksa, hakim, dan politisi?
Lalu bagaimana soal ulama homo itu?
Baik. Di Amerika pun dua puluh tahun lalu homoseksual merupakan suatu aib sosial dan kejahatan moral. Namun berkat “perjuangan keras” tiada henti dari “orang-orang liberal”, “pembela HAM”, “tokoh Kristen liberal” yang didukung kuat oleh media massa “pers bebas” dan “politisi liberal-demokrat”, sekarang tidak menjadi soal seorang homo menjadi pendeta. Dan saat Obama dilantik, salah satu pendeta homo itu menjadi “pendeta resmi” pelantikan.
Maka jika para “pejuang HAM” seperti Adnan Buyung, “tokoh Demokrasi” seperti Todung Mulya Lubis, dan “cendekiawan muslim Liberal” seperti Musdah Mulia berteriak setiap hari di media-media massa membela homoseksual, tidak akan mengherankan jika nanti keberadaan seorang ulama homo tidak lagi menjadi masalah.
Lihat saja, setiap hari kita disuguhi aksi para homo, banci dan sebagainya selain pornoaksi Inul, Dewi Persik dan Julia Perez di televisi. Para artis normal pun dipaksa berdandan dan beraksi seperci banci. Demi uang dan popularitas para artis seperti Andre Taulani, oke-oke saja dipermak menjadi bencong. Sementara homo pembunuh berantai yang keji, Ferry, diperlakukan seperti selebritis: bisa mengadakan jumpa pers, menulis buku dan membuat album. Suatu saat mungkin saja Ferry menjadi ustadz setelah mengaku di depan publik telah bertobat. Ia mungkin saja bahkan mendapat kehormatan untuk membacakan doa pada acara pengambilan sumpah jabatan Presiden Indonesia.
Lihat saja bagaimana Musdah Mulia, seseorang yang mengaku dan digaung-gaungkan sebagai mujahid pemikiran Islam moderen, alias Islam Liberal. Tanpa merasa risih sedikit pun ia mengkampanyekan homoseksual sebagai sebuah rahmat Allah. Islam yang selama 14 abad tidak memberi tempat sedikit pun untuk homoseksual, tiba-tiba hendak diacak-acak oleh Musdah, wanita yang selama kuliah di Amerika (kemungkinan besar atas bea siswa Yahudi Amerika) melepas jilbab. Ironis-nya penghancur nilai-nilai Islam itu mendapat jabatan penting di Departemen Agama. Sekali lagi membuktikan kuatnya pengaruh Yahudi di birokrasi Indonesia. Dan lihatlah hasilnya: Departemen Agama yang dikelola oleh para santri dan ustad itu menjadi salah satu departemen paling korup di Indonesia.
Oke, mungkin jadi pertanyaan: bukankah isu ras-suku-agama masih sangat kuat di Indonesia sehingga orang yang non-Jawa dan non-Islam tidak mungkin bisa menjadi Presiden. No problem, itu bisa diakali dengan penghitungan suara pemilu secara elektrik. Ada banyak software yang bisa dibeli di pasaran untuk menjadi mesin penghitungan pemilu, hampir semuanya buatan Israel atau orang Yahudi. Mesin penghitung suara pemilu seperti itu pula yang digunakan di Amerika.
Jadi masalah “gila” dan “tidak masuk akal” terpecahkan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment