Tuesday 13 January 2009
MASA DEPAN TIDAK LAGI DI PIHAK ISRAEL
Saat tulisan ini dibuat Israel telah dua minggu lebih menggempur Gaza dengan korban di pihak Palestina mencapai 890 jiwa, sebagian di antaranya adalah wanita dan anak-anak. Dan selama ini pula dunia menyaksikan sebuah tragedi dari pertarungan yang sangat tidak adil antara raksasa Israel melawan Palestina yang lemah.
Namun sejarah banyak sekali mencatat pertarungan dimana si lemah akhirnya menjadi pemenang. Daud mengalahkan Goliath. Alexander Agung mengalahkan Persia. Kaum muslim mengalahkan suku Quraishy. Cortez dan Pizzaro mengalahkan suku Inca dan Maya. Mujahiddin Afghanistan mengalahkan Rusia. Hizbullah mengalahkan Israel. Dan kini gerilyawan Taliban pun sedang dalam proses untuk mengalahkan Amerika di Afghanistan.
Dalam perspektif ini pulalah pimpinan Hamas di pengasingan di Suriah, Khaled Meshal, dalam sebuah wawancara dengan situs Counterpunch di tengah aksi militer Israel di Gaza, meramalkan, bahwa pada akhirnya Israel akan mengalami kekalahan dalam peperangannya melawan Palestina.
“Ketika Israel menolak tawaran Arab dan Palestina untuk menyetujui pembentukan negara Palestina dengan wilayah sebelum Perang Enam Hari 1967, Israel kehilangan kesempatan besar. Beberapa tahun lagi, sebuah generasi baru Palestina, generasi baru Arab, mungkin saja tidak akan menerima persyaratan itu karena kekuatan tidak lagi di pihak Israel.”
Meshal mengungkapkan analisisnya: “Sejak tahun 1948, jika kita menggambarkan kemajuan Israel dalam sebuah kurva, saya percaya kurva itu berbentuk garis menurun. Dan kini, kekuatan militer Israel tidak lagi mampu memenuhi ambisi Israel. Sejak tahun 1948 Israel telah mengalahkan tujuh pasukan. Tahun 1956 mereka mengalahkan Mesir. Tahun 1967 mereka mengalahkan Mesir, Syria dan Jordania. Dalam perang Yom Kippur tahun 1973 Israel imbang dalam peperangannya melawan Mesir. Jika saja tidak ada bantuan militer besar-besaran Amerika, konstelasi politik Timur Tengah tidak akan sama kondisinya saat ini. Tahun 1982 Israel mengalahkan PLO di Beirut. Namun sejak tahun 1982 Israel tidak lagi bisa memenangkan satu peperangan pun. Mereka gagal membungkam perlawanan Palestina, dan mereka kalah di Lebanon. Sejak saat itu Israel tidak saja tidak berkembang wilayahnya, justru mengalami penyusutan wilayah. Mereka terusir dari Lebanon dan Gaza. Ini mengindikasikan bahwa masa depan tidak lagi di pihak Israel. Dan kini, dengan segala kekuatan militernya, Israel tidak bisa menghentikan serangan roket sederhana yang dilancarkan pejuang Palestina di Gaza."
Menurut Khaled Meshal, aksi militer Israel di Gaza justru menguatkan posisi Hamas. Di lain sisi merugikan posisi politik Israel dengan jatuhnya citra politik para pemimpin Arab moderat pro Israel seperti Raja Jordania, Presiden Mesir dan Raja Arab Saudi, menjauhnya Syria dan Turki dari barat, dan menguatnya citra Hezbollah dan Iran sebagai pembela rakyat Palestina.
Dan kekalahan politik Israel semakin telak lagi jika desas-desus bahwa presiden terpilih Barack Obama, menyadari de facto Hamas tidak bisa disingkirkan, akan merubah kebijakan politik yang selama ini dilakukan presiden Bush, dengan melakukan kontak dengan Hamas.
Sebagaimana diketahui sejak Hamas memenangkan pemilu Palestina tahun 2006, Amerika alih-alih mengakui pemerintahan Hamas sebagai pemerintah yang legitimate yang dipilih rakyat melalui pemilu yang demokratis, justru menyatakan Hamas sebagai kelompok teroris dan melalukan blokade ekonomi terhadapnya. Tidak hanya itu, Amerika mempersenjatai dan memprovokasi Fatah, partai oposisi yang dipimpin Mahmud Abbas, sang presiden komprador Israel, untuk memerangi Hamas.
Pers Amerika pun setali tiga uang dengan presidennya. Bukannya memberitakan upaya damai yang ditawarkan Hamas kepada Amerika dan Israel segera setelah memegang kursi pemerintahan Palestina tahun 2006, pers justru menggembar-gemborkan Hamas sebagai kelompok ekstrem yang akan menghancurkan Israel tanpa kompromi.
Dan persekongkolan melawan Hamas mencapai puncaknya dengan agresi militer Israel atas Gaza.
Namun, seperti halnya Hezbollah yang mampu menahan gempuran Israel, Hamas pun mampu membuat militer Israel, sampai saat ini gagal memenuhi ambisinya menghancurkan Hamas dan melumpuhkan kekuatannya sehingga tidak bisa lagi meluncurkan roket ke Israel. Baru beberapa hari serangan darat Israel atas Gaza dimulai, Israel harus kehilangan puluhan prajuritnya. Sampai hari Minggu 11 Januari 2009, Israel telah kehilangan 45 prajurit (keterangan resmi Hamas).
Dalam sebuah episode peperangan terdapat momentum-momentum penting yang menunjukkan bagaimana perang akan berjalan. Momentum itu biasanya adalah: ekspansi, mencapai puncak kemenangan, titik balik, dan kekalahan. Dan dalam peperangan panjangnya melawan rakyat Arab, Israel telah kehilangan momentum kemenangannya setelah mengalami kekalahan pahit atas Hizbollah dalam Perang Lebanon tahun 2006. Hal ini berdampak psikologis yang sangat hebat atas kepercayaan diri personil militer Israel, dari prajurit hingga jendralnya. Semangat perang sebagai prajurit tak terkalahnya kini tidak dimiliki lagi oleh prajurit dan perwira Israel. Dan itu membuat mereka tidak akan siap menghadapi perang gerilya berkepanjangan melawan gerilyawan Palestina di Gaza.
Kita lihat saja nanti.
Keterangan gambar: Tank Merkava Israel jungkir balik dihajar senjata Hizbollah dalam Perang Lebanon 2006.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment