Friday 13 February 2009

PEMILU ISRAEL, HOW EXTREME CAN YOU GO


Saat tulisan ini dibuat negara Israel tengah melaksanakan pemilihan umum untuk menentukan pemerintahan baru. Lebih dari lima juta penduduk diperkirakan mengikuti pemilu kali ini dengan komposisi pemilih 81,8% Yahudi, 15% Arab (penduduk asli Arab Palestina yang tinggal di wilayah Israel setelah pendudukan) dan 4% non-Yahudi.

Pemilu kali ini didominasi dengan persaingan ketat antara Tzipi Livni dari partai nasionalis Kadima melawan Benjamin "Bibi" Netanyahu dari partai ultra-nasionalis Likud. Di sisi lain partai ultra-ultra nasionalis Yisrael Beiteniu yang agendanya mengusir penduduk Arab dan mencaplok lebih banyak lagi wilayah Arab, mendapatkan sambutan suara yang cukup signifikan. Kali ini tidak ada lagi partai-partai kiri atau tengah. Pemilu kali ini adalah pemilu antar para ekstremis.

Tentu saja rakyat negara-negara Arab menaruh perhatian besar pada pemilu kali ini. Perhatian mereka adalah ekstremis mana yang bakal memerintah Israel dan bagaimana prospek perdamaian Timur Tengah paska pemilu Israel.

"Lieberman adalah penentu pemerintahan Israel mendatang meski persaingan suara yang terjadi adalah antara Likud pimpinan Benjamin Netanyahu dan nasionalis moderat Kadima pimpinan Tzipi Livni. Ini karena banyak suara Likud yang beralih ke Yisrael Beiteinu pimpinan Avigdor Lieberman, yang kampanyenya mengusung isu pengusiran bangsa Arab," tulis surat kabar Arab paling berpengaruh, Al-Hayat. Surat kabar Syria Tishreen tangal 10 Februari menulis judul headline,"Ekstremis mana yang akan terpilih?"

"Pemilu di Israel hari ini akan menentukan eksremis mana yang akan memerintah Israel di masa depan, khususnya saat para kandidat adalah para teroris yang tangannya berlepotan darah anak-anak Palestina, dan setelah mereka menekankan program-program mereka selama kampanye. Setiap partai yang bertarung dalam arena politik Israel tengah mencoba membuktikan diri bisa membunuh lebih banyak (rakyat Arab) dan memenuhi ambisi zionisme yang akan berdampak besar di Timur Tengah...dan ini adalah masalah utamanya," tulis Tishreen.

Tidak hanya rakyat Arab yang khawatir dengan prospek perdamaian timur tengah paska pemilu Israel. Uri Avnery, seorang penulis dan politisi Yahudi yang "lebih waras" menulis di situs internet Truthseeker. Perubahan pemerintahan di Israel nanti tidak berbeda dengan mengganti kaos kaki dengan kaos kaki bekas orang lain. Sama-sama bau, alias tidak ada perbedaan.

"Kita menyaksikan banyak kandidat politisi, sebagian dari mereka telah menunjukkan kegagalan, sebagian lainnya tidak pernah menunjukkan prestasi sedikitpun. Tidak ada isu-isu yang berarti yang disampaikan para kandidat. Tidak ada kandidat utama yang menawarkan solusi nyata bagi masalah-masalah mendasar kita. Persetan dengan mereka semua," tulisnya.

Menurut Uri pilihan paling berbahaya dalam pemilu kali ini adalah ekstremis Benjamin "Bibi" Netanyahu, karena ia akan berkoalisi dengan unsur-unsur paling ekstrem di Israel: Liberman (salah satu murid dari Meir Kahane, seorang terosis Yahudi terkenal), partai Natinonal Religious dan partai Orthodox. Netanyahu berada di tempat dan waktu yang sama dengan peristiwa Tragedi WTC (11 September 2001) dan London Bombing (7 Juli 2004). Kebetulan atau bukan, keduanya diyakini para analis intelejen merupakan false flag atau inside job, alias peristiwa yang sangaja dibuat oleh aparat intelejen untuk menjadi alasan tindakan politik tertentu.

Uri juga menambahkan bahwa dengan pemerintahan seperti ini dunia akan menyaksikan kebijakan Israel paling keras terhadap Arab. Tidak saja menolak mundur dari perbatasan sebelum tahun 1967 dan menolak repatriasi pengungsi Palestina, mereka juga akan berusaha memperluas wilayah Israel. Mungkin saja dengan menginvasi Gaza dan Tepi Barat, serta Lebanon. Soal hubungannya dengan Palestina diperkirakan pemerintahan tersebut akan menolak berunding dengan Palestina perihal kemerdekaan Palestina, soal pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan Palestina dan status wilayah Jerussalem. Dan soal isu nuklir Iran pemerintahan tersebut tidak akan segan untuk melakukan kebijakan unilateral dengan menyerang Iran meski tanpa dukungan Amerika.

Kalau Netanyahu bukan pilihan yang baik, maka Lieberman adalah pilihan yang jauh lebih buruk. Ia mendirikan partai Yisrael Beiteniu yang visi dan misinya adalah sangat rasis. Dalam kampanyenya ia berjanji akan mencabut kewarganegaraan warga Israel keturunan Arab yang dianggapnya “orang-orang yang tidak loyal”. Di negara selain Israel, Lieberman langsung akan dianggap rasis. Namun tidak di Israel, negara yang hampir semua rakyatnya (Yahudi) menganggap diri sebagai ras paling unggul dan bangsa lain sebagai goyim (binatang ternak). Bahkan partai-parti ultranasionalis lain di Eropa yang oleh orang-orang Yahudi dianggap jahat (Israel menarik dubesnya di Austria setelah Joerg Haider, pemimpin ultranasionalis Austria, diangkat menjadi menteri setelah partainya mendapatkan suara signifikan. Haider kemudian meninggal secara misterius dalam kecelakaan lalulintas), hanya berani mengusir orang-orang asing yang bukan warganegara, tidak mencabut kewarganegaraan warganya.

Para pecinta perdamaian berharap bahwa Lieberman hanyalah fenomena sesaat sebagaimana fenomena partai-partai di Israel di masa lalu yang mencapai puncak popularitas dan kemudian menghilang tanpa bekas: partai Dash, Tzomet, dan Shinui. Namun harapan itu tampaknya hanya khayalan. Dominasi Liberman dan Netanyahu hanya semakin menunjukkan bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang tidak pernah mencintai perdamaian.

Kalau Netanyahu dan Lieberman bukan pilihan yang baik, maka Livni adalah alternatif satu-satunya. Namun meski dianggap agak moderat, Livni sama sekali bukanlah sosok yang moderat. Ia telah menunjukkan bagaimana menjalankan kebijakannya selama menjadi menteri luar negeri: Menyerang Lebanon tahun 2006, memblokade Gaza selama tiga tahun dan kemudian menginvasinya.

Bahkan jika dilihat dari latar belakangnya, Livni adalah model sempurna warga negara Israel yang "haus perang" dan "membenci perdamaian". Ia adalah mantan agen intelegen Mossad yang terlibat dalam pembunuhan Abdul Rasul, ilmuwan nuklir Irak di Perancis tahun 1983. Ia adalah putri dari pasangaan terosis Yahudi paling terkenal di Israel, Eitan Livni dan Sarah Rosenberg. Keduanya tergabung dalam organisasi terosis Israel pada masa kemerdekaan Israel, Irgun. Kelompok ini bertanggung jawab dalam peristiwa-peristiwa teror paling keji dalam sejarah seperti pemboman Hotel King David di Jerussalem tahun 1946 yang membunuh 100 pegawai administrasi Inggris di Palestina, serta pembantaian Deir Yassin tahun 1948 yang membunuh 250 warga sipil Palestina. Eitan sendiri dipenjara selama 15 tahun karena pengeboman Hotel King David. Sedangkan Sarah terlibat dalam suatu perampokan kereta api dimana dalam aksinya itu ia menyamar sebagai wanita hamil.

Pemilu Israel kali ini akan menjadi penentu dari dua kemungkinan yang buruk. Perang terbatas atau perang total di Timur Tengah yang bisa-bisa menyulut Perang Dunia III. Bukan tanpa alasan kekhawatiran itu. Jika saja Israel menyerang Iran, maka perang besar akan berkobar di Timur Tengah yang dapat menyeret negara-negara lain untuk melibatkan diri. Ribuan mujahidin pun dengan antusias akan beramai-ramai mendatangi ladang jihad.

Meminjam bunyi iklan Sampoerna Mild yang terkenal beberapa tahun lalu, pemilu Israel kali ini adalah kontes "How Extreme Can You Go".

No comments: