Thursday, 4 November 2010
Drama Pengadilan Politik PBB di Lebanon
Dua orang pegawai PBB untuk "Pengadilan Khusus untuk Lebanon" (Special Tribune for Lebanon, pengadilan internasional yang dibentuk untuk mengadili kasus pembunuhan mantan PM Lebanon, Rafiq Hariri tahun 2005), dengan kawalan polisi tiba di sebuah klinik di kawasan selatan Beirut, Kamis pagi (28/10). Mereka telah mengadakan perjanjian sebelumnya dengan kepala klinik setempat untuk bertemu di tempat itu.
Namun saat mereka tiba, mereka telah dihadang oleh sekitar 200-an wanita Shiah. Beirut Selatan memang kawasan yang dominan dihuni oleh kaum Shiah. Mereka mengusir kedua orang asing itu (seorang berkewarganegaraan Perancis, satunya lagi Australia). Pegawai PBB perempuan bahkan dijambak rambutnya sementara yang laki-laki didorong-dorong pergi. Keduanya gagal menjalankan misi yang ditugaskan.
Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa dua orang pegawai PBB diperlakukan demikian oleh penduduk sipil Lebanon?
Keduanya sebenarnya tengah menjalankan sebuah misi besar "pengadilan politik" PBB untuk mendeskreditkan Hizbollah, kelompok perlawanan yang menjadi batu penghalang agenda Israel-Amerika untuk menguasai Lebanon. Sebagaimana diketahui, sementara pemerintah dan sebagian besar kelompok politik lebih suka menjadi "anak manis" Israel dan Amerika, Hizbollah dengan konsisten melakukan perlawanan heroik atas penjajahan fisik dan politik Lebanon oleh Israel. Hizbollah-lah yang telah berhasil mengusir Israel dari semua wilayah Lebanon yang diduduki sejak tahun 1985. Hizbollah bahkan secara gemilang berhasil mengalahkan Israel dalam Perang Lebanon-Israel th 2006. Maka Hizbollah harus dihabisi.
Sejauh ini Hizbollah masih bertahan dari "serangan politik" Israel setelah serangan militer selalu mengalami kegagalan. Tahun 2008 misalnya, Hizbollah menggagalkan upaya Israel, melalui pemerintahan boneka dari kelompok Sunni, PM Fuad Siniora, untuk merampas jaringan telekomunikasi Hizbollah yang menjadi tulangpunggung kekuatan Hizbollah. Kini upaya lainnya tengah dilakukan, yaitu melalui pengadilan internasional PBB.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pengadilan itu bakal menjatuhkan vonis bersalah terhadap beberapa anggota senior Hizbollah atas kematian Rafiq Hariri. Tentu saja vonis itu jauh dari "fair" dan bebas kepentingan politik. Sebelumnya pengadilan yang sama telah menuduh Syria sebagai dalang pembunuhan Hariri, tuduhan yang secara efektif menghancurkan pengaruh Syria di Lebanon. Namun karena lemahnya bukti, di samping kesediaan Syria untuk "membantu" Amerika menyelesaikan masalahnya di Irak, tuduhan pun dihentikan. Kini tuduhan yang sama dialamatkan ke Hizbollah. Dan kedua pegawai PBB yang diusir itu adalah bagian dari konspirasi politik itu. Tentu saja Israel yang paling diuntungkan karena pembunuhan Hariri tidak pernah disentuh.
Hal-hal seperti itu telah sering terjadi sebelumnya. Ketika terjadi tragedi Lockerbie, yaitu pesawat penumpang Amerika yang jatuh di Skotlandia, Amerika langsung menuduh Syria berada di balik serangan teroris tersebut. Namun setelah Syria bersedia membantu Amerika dalam Perang Teluk I untuk mengusir Irak dari Kuwait tahun 1991, tuduhan dialihkan ke Libya.
Kepala klinik yang sedianya bertemu dengan kedua pegawai PBB itu, seorang Shiah dan simpatisan Hizbollah sebagaimana sebagian besar penduduk Beirut Selatan, tentu saja tahu apa yang diinginkan kedua pegawai PBB itu, yaitu data nomor telepon anggota-anggota senior Hizbollah yang istri, ibu, atau saudara perempuannya pernah dirawat di klinik itu. Dengan diketahuinya nomor itu, inteligen Israel dengan mudah "mencangkokkannya" ke dalam rekaman data nomor-nomor telepon yang terjadi pada hari-hari menjelang dan pada saat terjadi pembunuhan Rafiq Hariri. Rekaman data itulah yang akan dijadikan bukti untuk menvonis Hizbollah.
Perlu diketahui beberapa waktu lalu 11 pegawai Lebanese Alpha Company, perusahaan seluler terbesar Lebanon, ditangkap karena dugaan menjadi spion Israel. Hizbollah menuduh Israel telah memasukkan nomor-nomor telepon anggota-anggotanya dalam catatan rekaman telepon untuk dijadikan bukti keterlibatan Hizbollah.
Maka sang kepala klinik memberitahu Hizbollah tentang rencana kedatangan kedua pegawai PBB tersebut. Hizbollah pun mengirimkan wanita-wanita itu, meski secara resmi tentu saja menolak mengakuinya. Dan konspirasi Israel kembali mengalami kegagalan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment