Sunday, 21 November 2010
Dua Momen Kekalahan Israel
Di tengah kejenuhan melihat semakin dominannya pengaruh yahudi di Indonesia ---terakhir adalah berita tentang pembelian perusahaan milik Group Bakrie oleh perusahaan keluarga Rothschild --- saya justru melihat dua momen kekalahan yahudi dan Israel di luar negeri. Yang pertama adalah penarikan pasukan Israel dari wilaiah pendudukannya di Desa Ghajar di Lebanon Selatan. Yang kedua adalah rakyat dan pemerintah Norwegia yang telah berani berteriak: "Cukup sudah!" atas dominasi yahudi di negeri mereka.
Sebagaimana dikabarkan kantor berita milik Hizbollah, Al Manar, Rabu (17/11) lalu, pemerintah Israel telah memutuskan untuk menarik pasukannya dari desa Ghajar yang telah didudukinya sejak tahun 1982. "Komisi pemerintah untuk urusan keamanan telah memutuskan untuk menerima prinsip-prinsip dan proposal PBB bagi penarikan pasukan Israel dari kawasan utara desa Ghajar," kata sekretaris kabinet Zvi Hauser dalam pernyataan persnya Rabu lalu.
Pernyataan tersebut mengkonfirmasi berita yang ditulis sebelumnya oleh surat kabar Israel, tentang rencana tersebut. Menurut Haaretz, usulan tersebut telah disetujui oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan menlu Avigdor Lieberman sebelum diadakan pemungutan suara dalam rapat kabinet hari Rabu (17/11).
Penarikan tersebut sangat mengejutkan, demikian tulis Haaretz, mengingat kedua pejabat garis keras tersebut (Nethanyahu dan Lieberman) kerap mengecam penarikan pasukan Israel secara sukarela dari Jalur Gaza dan Lebanon Selatan beberapa tahun lalu. Namun tetap saja hal ini tidak bisa mencegah Nethanyahu dan Lieberman untuk bersikap realistis, bahwa perlawanan rakyat Lebanon yang ditulangpunggungi oleh Hezbollah menyebabkan pendudukan Israel atas wilayah Lebanon harus dibayar mahal. Meski tanpa pembicaraan dengan pemerintah Lebanon, Israel secara sepihak meninggalkan wilayah-wilayah pendudukan di Lebanon sejak tahun 1985. Sayangnya rakyat Syria dan Palestina yang sebagian besar wilayahnya masih diduduki Israel belum bisa mencontoh apa yang dilakukan Hizbollah dan rakyat Lebanon.
Penarikan pasukan Israel dari desa Ghajar masih menunggu kajian bersama pasukan perdamaian PBB Unifil. Diperkirakan hal itu memakan waktu sekitar satu bulan.
Sementara itu di belahan bumi Eropa, rakyat dan pemerintah Norwegia mulai berani berteriak "tidak" terhadap Israel. Menurut berita situs berita Israel, Ynet, pemerintah Israel melalui menlunya telah mengajukan protes keras terhadap pemerintah Norwegia setelah pemerintah Kota Trondheim, kota terbesar kedua Norwegia, telah membiayai para pelajar Norwegia ke kota Jew York untuk turut bermain dalam pertunjukan seni drama "Gaza Monologues" yang menggambarkan penderitaan anak-anak Gaza akibat pendudukan Israel.
Drama tersebut, ditulis oleh seniman Palestina, akan ditampilkan di markas besar PBB di New York. Acara tersebut merupakan rangkaian dari acara seni yang diadakan para seniman Norwegia di beberapa negara Arab seperti Syria, Lebanon, dan Jordania. Pertunjukan tersebut di antaranya menampilkan lukisan yang menggambarkan mayat anak-anak Palestina korban kekejaman Israel tergeletak di samping helm tentara Israel. Gambar lainnya di antaranya menunjukkan bendera Israel yang berlepotan darah segar.
Menurut Ynet pemerintah Norwegia juga berperan dalam pendistribusian film dokumenter berjudul "Tears of Gaza" di berbagai festival film di dunia. Menurut kementrian luar negeri Israel film tersebut "berat sebelah" karena tidak menyebutkan peranan Hamas yang telah menembakkan roket-roket ke Israel serta hak Israel untuk membela diri.
Beberapa waktu lalu sebuah buku testimoni kekejaman Israel yang dibuat oleh dua orang dokter Norwegia yang bertugas di Gaza saat terjadi penyerangan Israel akhir tahun 2008/awal tahun 2009, menjadi bestseller di Norwegia. Buku tersebut bahkan dipuji-puji oleh menlu Norwegia Jonas Gahr Støre.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment