Tuesday 16 August 2011

Guillotine untuk Bibi


Hancur dari dalam. Mungkin tidak terbayangkan bahwa Israel, negara yang begitu kuat secara politik, ekonomi dan militer itu akan mengalami kehancuran seperti itu. Tapi beginilah kenyataannya, Israel tengah menjalani fase kritis yang bisa mengantarkan kepada kehancuran. Dan tragisnya kehancuran itu bukan karena musuh dari luar, melainkan dari dirinya sendiri.

Pada akhir Juni lalu aksi-aksi demo mulai terjadi di Israel menyusul terjadinya kenaikan harga keju, bahan makanan utama di Israel. Aksi semacam itu adalah yang pertama terjadi di Israel dan semua orang menyangka akan berakhir begitu saja. Namun itu adalah titik nadir dari tabu yang selama ini menjangkiti penduduk Israel, yaitu melakukan protes terhadap pemerintah sendiri. Tumbuh dari serpihan diaspora, menjadi bangsa tangguh secara ekonomi dan militer mengalahkan tetangga-tetangganya yang jauh lebih besar membuat rakyat Israel selama ini begitu bangga dengan pemerintahannya. Dan sekali tabu itu terlanggar, tidak ada lagi yang bisa menghalangi rakyat Israel untuk melakukan aksi-aksi lebih besar dan radikal.

Menyusul demo memprotes harga makanan, disusul kemudian dengan aksi demo menentang masalah perumahan. Protes ini terjadi menyusul disetujuinya oleh parlemen Israel undang-undang National Housing Committees, yang menempatkan otoritas pemberi persetujuan pembangunan pemukiman kepada komite-komite lokal. Komite-komite itu pada dasarnya berada di tangan pemerintah dan perusahaan-perusahaan konstruksi dan itu artinya adalah tidak ada lagi rumah untuk orang miskin. Padahal saat ini ada sekitar 80% rakyat yang menerima penghasilan kurang dari gaji rata-rata, padahal gaji rata-rata saja tidak akan bisa membuat rakyat untuk memiliki rumah sembari memenuhi kebutuhan makanan standar harian. Dalam situasi seperti itu, perbudakan tidak kentara mulai terjadi di Israel.

Dan akhirnya berbagai aksi protes itu memuncak pada tgl 10 Agustus lalu secara demonstratif: pisau guillotine, pisatu eksekusi mati yang menjadi simbol dari Revolusi Perancis, didirikan di pusat kota Tel Aviv di Rothschild Boulevard. Tempat itu telah menjadi pusat gerakan aksi demonstrasi dimana para pendemo memusatkan diri dengan mendirikan ribuan kemah untuk tinggal sementara selama aksi. Dari ukuran pisau itu yang sangat besar adalah mustahil kalau perdana menteri Bibi Netanyahu tidak mengetahui maksud dari para demonstran: mereka ingin "menghukum mati" dirinya.

Belum ada reaksi Netanyahu dan pemerintahannya atas aksi pisau guillotine itu. Apakah Netanyahu terus-menerus memegangi lehernya akhir-akhir ini? Tidak bisa dipungkiri inteligen pemerintah aktif memantau aksi-aksi demo tersebut. Mereka mengawasi para pemimpin demo yang muncul, mengumpulkan bukti-bukti asli maupun palsu, melakukan provokasi dan agitasi dan berbagi aksi yang tidak ingin diketahui masyarakat karena ilegal.

Sampai saat ini polisi dan tentara masih belum melakukan tindakan keras. Netanyahu akan berusaha membubarkan aksi-aksi itu sekaligus memberikan "cap negatif" atas gerakan itu agar tidak lagi muncul gerakan semacam itu.Jika upaya menjinakkan para pemimpin aksi demo, gangguan fisik akan dilakukan Netanyahu dan jajarannya seperti mematikan sumber air dan listrik pendukung aksi demo, jalan-jalan akan ditutup dengan berbagai alasan termasuk perbaikan, dlsb. Pelanggaran-pelanggaran akan menjadi penguasa, melawan amanah yang diberikan rakyat pada pemerintah.

Namun akankah Netanyahu bertahan? Tidak mungkin polisi dan tentara membubarkan ratusan ribu pendemo yang telah "melewati tabu" tanpa menimbulkan pertumpahan darah. Sebagian besar dari para pendemo memiliki latar belakang militer sebagai peserta wajib militer, atau tentara cadangan yang berpengalaman melakukan aksi brutal menindas rakyat Palestina.

Netanyahu dan para politisi harus memperhatian satu hal ini: ketidak siapan rakyat Israel untuk menyadari bahwa mereka sebenarnya tidak tinggal di negeri demokratis melainkan negara fasis. Ketika mereka menyadari hal itu, kekecewaan akan meledak dan meledaklah negeri Israel. Sebagian besar rakyat Israel tidak pernah menyadari, meskipun faktanya begitu besar dan nyata, bahwa negara mereka adalah negara ilegal yang berdiri di atas tanah rampokan dari rakyat Palestina, negara yang dikecam dan dikutuk oleh berbagai resolusi PBB dan organisasi-organisasi internasional lainnya.

Netanyahu kini di ujung tanduk. Beberapa hari lagi akan diadakan sidang Umum PBB. Pada tgl 20 September akan dilakukan sidang umum tentang kemerdekaan Palestina, yang kemungkinan akan mendapatkan dukungan besar dari lebih dari 140 negara. Israel, selain Amerika, mungkin hanya akan mendapat dukungan dari beberapa negara kecil di Pasifik. Dan beberapa jam setelah dukungan PBB, Palestina akan mendeklarasikan kemerdekaannya.


Sumber:
"Bibi Antoinette: Guillotine in Tel Aviv"; Roy Tov, dalam thetruthseeker.co.uk tgl 15 Agustus 2011

No comments: