Indonesian Free Press -- Isu tentang Panglima TNI menyebut adanya sebuah institusi mengimpor 5000 pucuk senjata ilegal terus mengemuka dengan dibarengi munculnya berbagai macam bantahan dan sanggahan dari beberapa institusi yang merasa disingggung oleh Panglima TNI diantaranya adalah polri yang katanya memesan 5000 pucuk pistol untuk keperluan Polantas, kemudian tidak lama disusul BIN yang memesan 500 pucuk pistol untuk kepentingan pendidikan dan disusul BNN yang katanya untuk keperluan anggotanya dilapangan.
Dari semua keterangan diatas jika dilihat tidak ada yang sinkron dan terkesan mengaburkan data Panglima TNI sampai muncul adanya release resmi dari menkopolhukam dengan pernyataannya yang mengatakan itu hanya miskomunikasi antar institusi.
Perlu diketahui saja, Intelijen jika ingin menyuguhkan data kepada user dalam hal ini adalah panglima TNI tidak serta merta disodorkan begitu saja melainkan dipelajari terlebih dahulu oleh tim intelijen berdasarkan data fakta yang dikumpulkan oleh agen lapangan. Setelah info sudah matang dan diyakini kebenarannya maka statusnya akan naik menjadi A1. Apalagi ini porsinya untuk panglima TNI jadi tidak mungkin datanya salah. Apalagi meragukannya?
Tentang bahasa impor berarti senjata tersebut didatangkan dari luar indonesia dan itu artinya setiap pengadaannya harus sepengetahuan presiden. Jika tidak sepengetahuan presiden atau hanya atas nama maka status senjata tersebut adalah ilegal.
Soal senjata, perhatikan lagi ucapan panglima TNI terkait kalimat "bisa menembak tank, pesawat dan helikopter". Jika disimpulkan senjata tersebut bukan kelas pistol tapi lebih cenderung ke arah laras panjang. Jika diselami lagi, maka senjata yang dimaksudkan adalah senjata anti material kal 12.5 mm yang dapat menembus baja level tertentu. Apalagi yang mengatakan itu adalah panglima TNI berdasarkan data intelijen A1 yang berarti info tersebut benar dan tidak salah.
Berdasarkan keterangan diatas maka bisa dipastikan pemesannya adalah pihak kepolisian. Alasannya tidak mungkin BNN dan BIN bisa menggunakan senjata jenis anti material sedangkan tugasnya bukan perang. Sehingga yang memungkinkan hanya kepolisian (institusi diluar militer seperti yang disebut Panglima TNI). Kenapa kepolisian? Karena polisi memiliki Brimob yang merasa bisa perang sehingga memungkinkan untuk menggunakan senjata jenis tersebut. Lalu timbul pertanyaan untuk apa membeli senjata yang notabene dikhususkan untuk keperluan militer? Bukankah polisi itu hanya menangani kriminalitas dan sejenisnya? Terus untuk apa melirik senjata yang bisa melumpuhkan tank, helikopter dan sejenisnya? Jadi wajar panglima TNI merasa ada yg aneh dengan institusi satu ini. Jangan karena merasa dibawah presiden kemudian bisa seenaknya nembak tanda tangan apalagi mengatasnamakan presiden.
Dinegara manapun polisi hanya diperbolehkan menggunakan senjata kaliber 7.62 mm bukan 12.5 mm.
Penulis lebih condong ke polisi karena beberapa waktu lalu polisi mengirim perwakilannya untuk mengunjungi pabrik senjata di china dan tertarik senjata anti material yang digunakan PLA (People Liberation Army) seperti M99, AMR 2, JQ, LR2A dan JS 12.
Perlu diketahui saja, senjata2 tersebut dapat diisi peluru khusus jenis Raufoss MK 2 Armour Piercing Blast yang dapat meledak di dalam sehingga cocok untuk menghajar kendaraan berat militer.
Jadi tidak heran jika ini menimbulkan anggapan atau persepsi seolah-olah polisi siap menghadapi militer dan dijawab oleh Panglima TNI "Kalau polisi seperti itu akan kami serbu!!".
Dicopas dari akun Facebook Media Hankam, 25 September 2017 pukul 21:25 ·
No comments:
Post a Comment