Sunday, 8 February 2009
DAGELAN POLITIK BERJUDUL "NATIONAL PRAYERS BREAKFAST"
"When the time comes finally to destroy the papal court...we shall come forward in the guise of its defenders...By this diversion we shall penetrate to its very bowels and be sure we shall never come out again until we have gnawed through the entire strength of this place." (Protocols of the Elders of Zion-17)
Pada hari Kamis, 5 Februari lalu, digelar sebuah acara bernama "National Prayers Breakfast" di ibukota Amerika, Washington DC. Acara yang telah menjadi tradisi setiap tahun ini diikuti oleh para pemimpin politik dan agama dari Amerika dan "negara-negara sahabat" lainnya. Dikabarkan Wapres Jusuf Kalla hadir dalam pertemuan tersebut, namun wajahnya tidak tampak di televisi. (Mungkin dianggap bukan tamu yang terlalu penting).
Meski bertema keagamaan, sangat ironis event tersebut justru dipenuhi dengan para tokoh gila perang. Sebut saja Hillary Clinton, menlu Amerika pendukung kuat zionisme yang telah mendorong Perang Irak dan Afghanistan dan pernah mengancam akan menghancurkan Iran.
Namun tamu kehormatan dalam acara tersebut adalah mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, yang bersama Presiden Amerika George W Bush bahu membahu menggelar "perang terorisme" yang telah merenggut jutaan nyawa umat Islam di Irak dan Afghanistan dan penjuru dunia lainnya. Dalam pidatonya ia mengaku "tidak mengenal Tuhan" selama menjalankan kursi pemerintahan Inggris. Kini, katanya, ia sadar bahwa agama ternyata menjadi faktor paling penting dalam setiap kebijakan luar negeri negara-negara di dunia. Tidak kurang 31 kali ia menyebut kata "Tuhan". Ia juga mengatakan, "Untuk menyerahkan diri kita kepada Tuhan, kita harus menjadi instrumen kasih sayang-Nya."
Seperti biasa orang-orang liberal bodoh yang menyaksikan pidato itu berkaca-kaca matanya karena haru dengan pidato yang penuh "welas asih" itu. Presiden Obama sendiri menyanjung-nyanjung Blair dengan mengatakan, "Teman baik saya Tony Blair." Namun orang-orang Amerika yang sedikit lebih cerdas mengacungkan jari tengahnya di depan televisi. Adapun orang-orang komunis dan atheis mengatakan, "Setelah menyaksikan pidato Blair, saya semakin bangga dengan keyakinan saya (atheisme)."
Tentu saja Blair telah memainkan peran kudeta terhadap para pendeta sekaligus menunjukkan agama telah menjadi suatu permainan politik. Ia bersama George W. Bush dan para penggila perang lain sama sekali bukan manusia beragama, melainkan penjahat psikopat. Ia menyangka dengan mengaku insyaf, dunia akan memaafkannya.
Tony Blair kini menjabat sebagai utusan perdamaian PBB untuk Timur Tengah. Mungkin inilah yang disebutkannya sebagai ,"instrumen kasih sayang Tuhan". Dalam peranannya sebagai "intrumen kasih sayang Tuhan" itu tidak ada kecaman sedikit pun dari mulutnya atas Israel yang telah membantai penduduk Gaza baru-baru ini. Ia bahkan mengatakan, "Apa yang terjadi di Gaza sangatlah mengguncangkan dan menyedihkan, namun itulah perang."
Selama kepemimpinannya, Blair yang mengesankan diri sebagai penganut Katholik, justru melegalkan pernikahan sesama jenis. Padahal anti-homoseksualitas merupakan nilai-nilai agama Katholik terakhir yang masih dipertahankan oleh gereja Vatikan.
Blair juga diketahui telah menumpuk kekayaan besar selama ini. Setelah pensiun saja ia telah mengumpulkan uang hingga $18 juta dari kuliah-kuliah yang diajarkannya di depan para eksekutif, politisi, dan tokoh-tokoh masyarakat di berbagai penjuru dunia. Sekali berpidato, ia dibayar $250.000 atau sekitar Rp2,5 miliar. Namun ia lebih sering memberikan kuliah di hadapan para eksekutif perusahaan-perusahaan multinasional seperti misalnya JP Morgan Chase atau Carlyle Group. Perusahaan terakhir adalah suplier perlengkapan inteligen Inggris yang kontraknya dilakukan saat Blair menjadi Perdana Menteri.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment