Saturday, 5 February 2011

Bantuan Terakhir Israhell untuk Mubarak


Televisi Al Alam baru-baru ini menyiarkan kehadiran aparat inteligen Israel di Mesir, di tengah-tengah revolusi yang kini tengah berlangsung. Akibatnya, sebagaimana diberitakan "running news" Metro TV Jum'at malam (4/1), televisi tersebut mendapat ancaman aksi kekerasan.

Kehadiran militer dan inteligen Israel di Mesir di tengah aksi-aksi massa yang mengancam keselamatan regim Husni Mubarak memang telah menjadi pembicaraan masyarakat. Sebelumnya International Network for Rights and Development dan Press TV dari Iran mengungkapkan bahwa tiga pesawat kargo Israel telah mendarat di Bandara Mina Kairo, Sabtu (29/1). Pesawat-pesawat tersebut membawa peralatan anti huru-hara yang digunakan aparat keamanan Mesir.

Israel juga dikabarkan telah mengijinkan militer Mesir untuk mengerahkan pasukan di Semenanjung Sinai untuk mengantisipasi kerusuhan. Padahal berdasarkan perjanjian bilateral Mesir-Israel selama ini Mesir hanya diijinkan membangun pos-pos polisi di wilayah tersebut. Menurut sumber-sumber di Israel, hal itu dimaksudkan untuk mencegah revolusi Mesir.

Selain bantuan militer, Israel dikabarkan juga telah menyatakan kesediaan menerima Mubarak jika Mubarak akhirnya mundur dari jabatan dan melarikan diri dari negerinya untuk menghindari pengadilan. Hal ini disiarkan oleh televisi Al Jazeera akhir bulan Januari lalu mengutip sumber dari kedutaan besar Mesir di Israel. Menurut televisi Al Jazeera sekutu utama Mubarak di dunia Arab, Saudi Arabia, menolak jika Mubarak melarikan diri ke negeri tersebut sebagaimana pendahulunya yang terlebih dahulu tumbang dari kekuasaannya, presiden Tunisia Ben Ali.

Sementara itu dua orang anak Mubarak, Gamal dan Aala, dikabarkan media-media massa barat dan Timur Tengah telah melarikan diri ke Inggris beserta keluarga mereka. Menurut media-media massa Inggris, Gamal (46 th) dan Aala meninggalkan Kairo beserta keluarganya dengan membawa sejumlah besar emas dan mata uang asing.

Gamal adalah kepala politbiro, lembaga tertinggi dalam partai berkuasa National Democratic Party. Menurut berbagai sumber sebenarnya Gamal telah disiapkan oleh Mubarak untuk menjadi penggantinya setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden. Husni Mubarak sendiri sempat dikabarkan oleh Channel 10 Israeli TV dan dikutip media-media massa lainnya, telah melarikan diri ke Belanda, meski kemudian berita tersebut terbukti tidak benar.



WHATS NEXT?


Saat ini rakyat Mesir dan masyarakat internasional bertanya-tanya, bagaimana kelanjutan aksi demonstrasi besar-besaran menentang Husni Mubarak yang telah berjalan selama sepekan lebih. Tentu saja karena kejatuhan Husni Mubarak merupakan sebuah momen yang sangat penting mengingat posisi Mesir yang sangat strategis sebagai negara terkuat di Timur Tengah yang telah menjadi "pelindung" Israel dari dunia Islam dan menjadi sekutu kuat Amerika. Kejatuhan Mubarak bisa mengubah secara sangat signifikan konstelasi politik di Timur Tengah bahkan global.

Mubarak telah menyatakan baru akan mundur dari jabatannya setelah masa kepresidenannya berakhir bulan September 2011 mendatang. Sementara demonstran tetap menuntut Mubarak mundur saat ini juga.

Berbagai spekulasi telah berkembang seputar perpecahan di tubuh militer Mesir yang merupakan pertahanan terakhir Mubarak. Dikabarkan bahwa militer menolak perintah Mubarak untuk bertindak keras terhadap para pengunjuk rasa. Sebaliknya Mubarak masih mendapat dukungan kuat dari kalangan elit, angkatan udara dan kepolisian. Yang terakhir ini bertanggungjawab atas tewasnya ratusan pengunjukrasa sehingga kehadirannya telah dianggap sebagai musuh demonstran sehingga kini mereka tidak lagi tampak di jalanan.

Amerika dan negara-negara Uni Eropa sendiri telah mendesak Mubarak untuk mengakhiri kekuasaannya dan melakukan transisi kekuasaan secara damai. Amerika bahkan telah mempertimbangkan untuk menghentikan bantuan ekonominya setelah Mubarak menolak mundur.

Meski mencoba bertahan dengan mengerahkan preman dan aparat keamanan yang masih setia padanya yang bertindak brutal, kejatuhan Mubarak hanya masalah waktu. Jika para pendemo konsisten melakukan aksinya, setelah beberapa hari mendatang militer akan jenuh dan harus mengambil keputusan: membela Mubarak dengan membunuhi para demonstran, atau berpihak kepada demonstran dan memaksa Mubarak mundur. Pilihan terakhir adalah kemungkinan terbesar. Mubarak dengan kekuasaannya yang telah berlangsung selama 30 tahun dan di ujung usianya yang telah mencapai 80 tahun lebih, dianggap telah "berakhir" bahkan oleh sekutu-sekutunya sendiri. Nasibnya akan seperti Shah Iran yang harus mengakhiri hidupnya sebagai pelarian tanpa satu negara pun bersedia menjadi pelindungnya. Kecuali Israel, mungkin.

No comments: