Sunday, 13 February 2011

MATA DUA AMERIKA DI MESIR


Amerika telah menunjukkan kemunafikan yang sangat vulgar dalam masalah Mesir yang kini tengah menjadi perhatian masyarakat dunia terkait aksi demonstrasi besar-besaran anti presiden Husni Mubarak yang telah memasuki minggu ketiga. Di satu sisi Presiden Barack Obama meminta Husni Mubarak untuk "mendengarkan tuntutan rakyat dan memulai proses transisi kekuasaan", namun di sisi lain utusan khususnya di Mesir, Frank Wisner, justru meminta Mubarak untuk tetap berkuasa. Mungkin karena itulah Mubarak tetap bersikukuh untuk terus berkuasa, bahkan setelah militer Mesir menyatakan keberpihakannya pada para demonstran anti-Mubarak.

“What is clear — and what I indicated tonight to President Mubarak — is my belief that an orderly transition must be meaningful, it must be peaceful, and it must begin now,” demikian pernyataan President Obama pada tgl 2 Februari 2011.

“President Mubarak’s continued leadership is critical: it’s his opportunity to write his own legacy,” kata Frank Wisner sehari kemudian. Tidak lama setelah pernyataan Wisner yang dibuat usai bertemu Mubarak tersebut, ribuan preman pendukung Mubarak menyerang para demonstran anti Mubarak hingga menyebabkan belasan orang meninggal dunia.

Pada saat yang hampir bersamaan Presiden Husni Mubarak dan Barack Obama mengangkat mengangkat "orang-orang bermasalah secara moral" untuk membicarakan masa depan Mesir. Mubarak mengangkat kepala inteligen dan agen utama CIA di Mesir, Omar Suleiman, sementara Obama mengangkat Frank Wisner, mantan petinggi CIA sekaligus eksekutif perusahaan-perusahaan bermasalah seperti Enron dan A.I.G.

Seorang pejabat inteligen Amerika mendeskripsikan Suleiman sebagai pejabat yang terlibat dalam semua aspek hubungan Amerika dengan Mesir, termasuk menjadi "orangnya CIA" yang menyetujui praktik-praktik ilegal penyiksaan dan penculikan orang-orang yang dianggap teroris. Sebagai "orangnya CIA" Suleiman tentu saja kerap kali berhubungan dengan para pejabat Israel.

Obama mengirim Wisner ke Mesir tgl 31 Januari 2011 lalu untuk memberikan masukan-masukan bagi Husni Mubarak yang tengah tersudut. Pada hari kedatangannya ke Mesir jalan-jalan di ibukota Kairo diblokir aparat keamanan dan para jurnalis dirampas kameranya. Inilah permainan kotor yang dimainkan Amerika. Saat Obama berpidato tentang demokrasi dan transisi damai di Mesir, ia mengirimkan "manusia kotor" seperti Wisner untuk mencegah regim tiran sekutu Amerika-Israel terkuat di Timur Tengah itu tumbang.


FRANK WISNER DAN KONSEKWENSI PENUNJUKANNYA

Ketika Wisner tiba di Mesir, media-media massa mengira ia akan membawa misi Obama untuk meminta Mubarak turun dari jabatannya. Ternyata dugaan itu keliru. Wisner memberikan beberapa saran yang membawa konsekuensi fatal bari rakyat Mesir, yaitu kelangsungan kediktatoran Mubarak. Pertemuan Wisner dengan Mubarak memulai taktik baru Mubarak dalam menghadapi para demonstran. Ia mulai menggunakan taktik kotor, termasuk mengirim ribuan penjahat dan preman serta aparat keamanan berpakaian sipil untuk menyerang para demonstran pada tgl 3 Februari 2011.

Frank Wisner adalah putra dari salah seorang pendiri CIA. Pada tahun 1947 Frank Wisner Senior mengepalai satu operasi CIA yang terkenal dengan istilah "Operation Mockingbird" dengan tujuan mengkooptasi media massa di dalam dan luar negeri.

“Pada awal 1950-an Wisner menjalin hubungan dekat dengan para pejabat New York Times, Newsweek, CBS dan media massa besar lainnya,” demikian tulis Deborah Davis "Katharine the Great: Katharine Graham and The Washington Post" tahun 1979.

Wisner senior selanjutnya menjadi Direktur Perencanaan CIA tahun 1952. Direktorat ini menghabiskan 75% anggaran CIA dan memiliki jumlah agen sebanyak 60% total agen CIA. Pada tahun 1950-an Wisner bertanggungjawab atas operasi inteligen yang mengakibatkan ambruknya pemerintahan demokratis Mohammed Mossadegh di Iran dan Jacobo Arbenz di Guatemala karena mengancam kepentingan Amerika.

Wisner yunior sejak tahun 1997 menjadi eksekutif Enron dan sejak tahun 2009 menjadi wakil dirut American International Group (A.I.G.), perusahaan asuransi yang turut terlibat permainan kotor sektor keuangan sehingga mengakibatkan krisis finansial global. Wisner telah aktif menjadi agen CIA pada akhir dekade 1960-an.

Wisner terkait kuat dengan firma Patton Boggs, yang pernah berkoar sebagai "penasihat militer dan ekonomi Mesir" dan menjadi wakil bagi kepentingan bisnis Mesir di Amerika dan Eropa.

Patton Boggs pernah menyatakan bahwa para penasihat hukumnya menjadi perwakilan dari perusahaan-perusahaan milik para pejabat tinggi Mesir dan keluarganya dan telah terlibat dalam proyek-proyek pembangunan infrastuktur sipil, telekomunikasi dan infratruktur minyak dan gas di Mesir. Salah satu dari pendirinya kini menjadi "chairman" dari US-Egyptian Chamber of Commerce yang bertugas mempromosikan Mesir untuk para investor asing. Perusahaan itu juga menjadi kontraktor penyedia perlengkapan militer untuk Mesir yang berasal dari bantuan militer Amerika untuk Mesir yang nilainya mencapai $1.3 miliar setahun.

Wisner yang mantan dubes Amerika di Mesir itu bergabung dengan Patton Boggs sekitar dua tahun lalu, cukup membuatnya manjadi sahabat dekat para penguasa Mesir. Koran New York Times menulis profil Wisner besar-besaran dua minggu lalu, namun anehnya tidak menyebutkan sama sekali kepentingan bisnis Wesner di Mesir.

Nicholas Noe, seorang peneliti politik Amerika yang tinggal di Beirut telah melakukan penelitian selama berminggu-minggu mengenai kegiatan bisnis Wesner di Mesir dan ia mempertanyakan implikasinya terhadap penunjukan Wesner sebagai utusan khusus Barack Obama dalam mengatasi masalah Mesir saat ini.

“Kunci permasalahan dengan Wisner sebagai utusan khusus ke Mesir adalah "conflict-of-interest"… Lebih dari itu pemikiran untuk membisniskan sebuah krisis politik adalah problem serius tersendiri. Apakah Amerika kini kekurangan diplomat handal?" kata Noe.

Patton Boggs menjalin kerjasama “affiliate relationship” dengan firma hukum terkenal di Mesir, Zaki Hashem, yang didirikan tahun 1953 oleh Zaki Hashem. Zaki adalah seorang menteri di kabinet pendahulu Mubarak, Anwar Sadat. Ia kemudian menjadi pimpinan Egyptian Society for International Law.

Menjadi sebuah ironi adalah bahwa seorang partner senior di firma Zaki Hashem adalah Nabil al-Araby, salah seorang yang kini aktif melakukan demonstrasi anti-Mubarak. Ia bahkan dipilih oleh sebagian demonstran sebagai salah seorang dari 25 tokoh yang mewakili para demonstran untuk menggulingkan Mubarak. Nabil yang juga mantan anggota Komisi Hukum Internasional PBB menyatakan telah putus hubungan dengan sejak tiga tahun lalu.

Saat Wisner bergabung dengan Patton Boggs pada bulan Maret 2009, perusahaan tersebut memuji-muji Wesner sebagai "salah seorang diplomat paling dihormati di seluruh negeri“ yang akan memberikan kliennya "saran-saran jitu mengenai strategi bisnis global, politik dan hukum internasional". Perusahaan tersebut secara spesifik menyebutkan bahwa Wisner, dengan pengalamannya di Timur Tengah dan India akan mampu memberikan bantuan pada para klien internasionalnya.”

Stuart Pape, salah seorang pendiri Patton Boggs, suatu saat berkata tentang Wisner, "adalah sebuah kebanggaan bahwa seorang dutabesar seperti Wisner, salah seorang diplomat yang dihormati, bergabung dengan kita. Pengetahuannya yang luas dan mendalam tentang politik dan keuangan global adalah aset kita yang sangat berharga."

Kita masih belum tahu pasti apa yang telah disarankan Wisner pada Mubarak. Namun pernyataannya tentang Mubarak sudah cukup jelas, yaitu ia tetap menginginkan Mubarak berada di kursinya, mengendalikan arah reformasi Mesir sehingga tidak jatuh ke kelompok-kelompok "teroris" musuh Israel dan Amerika.


Ref:
1. Christopher Bollyn; "Exposed: Obama’s Duplicity in Egypt"; bollyn.com; 6 Februari 2011.
2. Robert Fisk; "US envoy’s business link to Egypt"; The Independent; 7 Februar1 2011.

No comments: