Friday, 1 June 2012

RUSIA TERUS KIRIM SENJATA KE SYRIA DAN IRAN

Sebuah kapal berbobot 5.000 ton Rusia, "Professor Katsman" dikabarkan tengah berlayar menuju ke Syria dengan muatan senjata. Kapal ini diperkirakan akan tiba dan berlabuh di pelabuhan Tarsus, Syria, hari Sabtu (2/6).

Meski belum dikonfirmasi tentang muatan kapal tersebut, sumber-sumber inteligen menyebutkan kapal tersebut berisi senjata untuk mendukung pemerintahan Syria yg tengah terlibat konflik militer dengan pemberontak dukungan zionis internasional. Sebagian dari isi muatan dikabarkan akan diteruskan ke Iran yang telah membayarkan sejumlah uang untuk pengiriman tersebut.

Rusia diketahui telah menggelontorkan senjata ke Syria dalam beberapa bulan terakhir, bersamaan dengan krisis politik yang melanda Syria akibat pemberontakan bersenjata oposisi dukungan zionisme internasional. Dalam setengah tahun terakhir Iran juga telah mengirimkan dua kali misi pelayaran kapal perangnya ke Syria. Ini adalah pertama kali Iran mengirim kapal perangnya ke luar negeri. Kedatangan kapal-kapal perang Iran tersebut diduga kuat untuk mengambil senjata yang dikirim Rusia.

Sebagaimana telah menjadi isu internasional, Iran dan Rusia tengah terlibat dalam transaksi senjata yang kontroversi berupa penjualan sistem pertahanan udara canggih S-300 Rusia. Karena tekanan Amerika dan Israel serta PBB, Rusia membatalkan transaksi tersebut. Namun Rusia secara diam-diam membantu Iran mendapatkan beberapa senjata tersebut dari, Ukraina dan dari sumber lainnya. Rusia juga tetap meneruskan program pelatihan penanganan senjata S-300 kepada personil militer Iran.

Perkembangan menarik lain kemudian terjadi setelah Iran berhasil "membajak" pesawat tanpa awak Amerika RQ-170 pada akhir tahun lalu. Sebagaimana Iran menginginkan S-300, Rusia juga menginginkan untuk mendapat akses untuk melakukan penelitian terhadap pesawat tersebut. Diyakini kuat terjadi kesepakatan, Rusia meneruskan penjualan S-300 secara diam-diam dengan imbalan Iran mengijinkan ahli-ahli militer Rusia melakukan penelitian terhadap RQ-170.

Paska jatuhnya Libya ke tangan zionisme internasional (Amerika-Israel dkk), Rusia dan juga Cina segera melakukan langkah-langkah waspada untuk mencegah plot yang sama meneruskan ambisinya yang bisa mengancam esksistensi mereka. Mereka pun melihat Syria dan Iran sebagai sekutu yang bisa membantu mereka membendung dominasi zionisme internasional.


PUTIN: RUSIA TAKKAN BERGEMING


Jatuhnya Libya dari tangan Rusia konon membuat Presiden Vladimir Putin sangat marah. Kala itu, ia sebagai perdana menteri, mengecam Presiden Medvedev karena memerintahkan delegasi Rusia di PBB untuk abstein kala dilakukan pemungutan suara penerapan "no fly zone". Dan tidak ingin kehilangan sekutu lainnya di Timur Tengah, Putin pun mati-matian membela Syria. Lebih jauh ia bahkan memutuskan untuk kembali menjadi presiden untuk mengamankan kepentingan Rusia.

Setelah terpilih menjadi presiden, Putin langsung mengisyaratkan kesiapannya untuk berkonfrontasi melawan Amerika dan sekutu-sekutunya dengan menolak hadir dalam pertemuan para pemimpin G-8 di Amerika. Dan dalam krisis Syria yang kini mencapai tahap paling serius paska terjadinya pembantaian di Houla yang bahkan membuat negara-negara barat mengusir diplomat Syria, plus upaya-upaya para pemimpin barat untuk membujuk Putin mengubah sikap, Putin menyatakan dengan tegas keteguhan sikap Rusia mendukung Syria.

"Posisi Rusia telah diketahui secara luas. Sangat berimbang, konsisten dan sangat logis. Maka sangat sulit posisi itu berubah karena tekanan seseorang," kata Putin kepada kantor berita Rusia "Interfax", Kamis (31/5), tentang posisi Rusia dalam krisis Syria. Putin mengatakan sikap Rusia untuk tetap mendukung pemerintah Syria "jauh dari sikap emosional.

Tekanan negara-negara barat kepada Rusia untuk mengubah sikapnya atas Syria akhir-akhir ini semakin meningkat kuat paska terjadinya pembantaian di Houla. Satu persatu para pemimpin barat meminta Rusia untuk mengubah sikap. Amerika pada hari Rabu (30/5), usai mengecam Rusia dan Cina sebagai "pihak yang keliru dalam sejarah" mengirim pejabat keuangan untuk membujuk Rusia mendukung sanksi ekonomi terbaru yang akan diterapkan negara-negara barat terhadap Syria.

Sehari sebelumnya menlu Amerika Hillary Clinton melalui media massa mengecam sikap Rusia membela Syria akan menciptakan perang saudara di Syria. Namun perihal pembantaian di Houla, Hillary mulai bersikap realistis. Setelah sebelumnya selalu menyalahkan pemerintah Syria, secara terbuka ia mengakui kelompok oposisi juga turut berperan dalam krisis yang terjadi di Syria.

"Pembantaian-pembantaian terhadap rakyat sipil yang terus terjadi di Syria, baik yang dilakukan pasukan pemerintah dan milisi pro-pemerintah maupun yang semakin meningkat akhir-akhir ini dilakukan oleh oposisi ..... bisa mendorong terjadinya perang saudara di negeri ini," kata Hillary.



Ref:
"Russia Supplies Arms to Syria: Forwarded Onto Tehran?"; News Commentary; 27 Mei 2012

"Putin Will Not shift on Syria, Clinton Warns of Civil War"; almanar.com.lb; 31 Mei 2012

No comments: