Friday 18 December 2015

Jendral Ternama Iran Kembali Bertemu Putin di Moscow

Indonesian Free Press -- Komandan pasukan elit Iran, Jendral Qassem Soleimani, kembali bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow minggu lalu. Hal ini mencerminkan semakin kuatnya koalisi Rusia-Iran, khususnya dalam menghadapi konflik Suriah. Demikian kantor berita Inggris Reuters melaporkan, Rabu (16 Desember).

Jendral Qassem Soleimani, komandan pasukan Quds Force yang merupakan bagian dari pasukan Garda Revolusi, pada bulan Juli lalu juga diketahui telah bertemu Putin di Moskow. Diduga kuat keduanya membicarakan rencana intervensi Rusia dan Iran di Suriah untuk mendukung pemerintahan Bashar al-Assad. Dua bulan kemudian Rusia melancarakan serangan udaranya di Suriah sementara Iran diketahui mengirim ratusan pasukan khususnya ke negara yang dilanda konflik sejak tahun 2011 itu.

Media-media yang pro-Rusia dan Iran baru-baru ini melaporkan bahwa Jendral Soleimani memimpin operasi penyelamatan pilot Rusia yang ditembak jatuh oleh Turki pada 24 November lalu.

Jendral berusia 58 tahun ini sangat dihormati di Iran, karena keberhasilannya membangun pasukan khusus Quds Force menjadi pasukan yang sangat profesional untuk operasi militer lintas batas dan rahasia. Ia terlibat dalam hampir semua konflik di Timur Tengah. Dari membantu organisasi Hizbollah di Lebanon dan Hamas di Gaza, hingga mengorganisir perlawanan warga Shiah Irak melawan pendudukan pasukan Amerika dan ISIS. Dan kini ia diketahui aktif di Suriah.

Sumber-sumber menyebutkan bahwa ia memiliki keistimewaan dengan bertanggungjawab langsung kepada pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.

Kepergiannya ke Rusia menjadi isu internasional karena ia dianggap sebagai obyek larangan bepergian dan pembekuan asset Dewan Keamanan PBB atas Iran sejak 2007, karena dianggap terlibat penyelundupan material-material nuklir bagi pengembangan nuklir negaranya.

“Jendral Soleimani telah mengadakan pertemuan dengan Presiden Putin dan sejumlah perwira tinggi militer Rusia dalam kunjungannya selama tiga hari minggu lalau. Mereka membicarakan perkembangan terakhir di Suriah, Irak, Yaman dan Lebanon,” tulis kantor berita Iran FARS seperti dikutip Reuters.

Pertemuan tersebut berselang beberapa minggu setelah Ali Khamenai bertemu Putin di Teheran bulan lalu. Para pejabat Iran menyebut pertemuan kedua pemimpin tertinggi itu sebagai 'pertama dalam sejarah kedua negara'.

Menurut sumber-sumber FARS, Putin memangil Soleimani “Sahabatku, Qassem,” dalam pertemuan keduanya.

Dubes AS untuk PBB Samantha Power mengatakan kunjungan Soleimani melanggar resolusi PBB yang juga mengikat Rusia.

Kepopuleran Solaimani terlihat dengan adanya foto-foto selfie komandan-komandan Irak dan Suriah dengan Soleimani yang beredar di media-media sosial.(ca)

1 comment:

Anonymous said...

proksi wahabi sedang menuai kekalahan dan putus asa--diplomasi russia diPBB telah membuat pukulan mati kepada takfiris

TEHRAN (FNA)- A prominent Syrian analyst underlined that Saudi Arabia and Qatar which still continue their financial and logistical support for the terrorists cannot play a role in Russia's political plan on Syria.
Russia's recent plan to settle the crisis in Syria is the last chance to promote finding a political solution to the crisis in Syria, and Saudi Arabia and Qatar which are still helping the terrorists don’t have any place in this plan, Qassem Hadraj told FNA on Wednesday.
He said that Moscow's preconditions for the opposition forces, including its emphasis on the necessity for their united position and recognition of President Bashar al-Assad's legitimacy, for their presence in the conference to find a solution to the crisis in Syria along with the developments on the ground are all helping the Syrian government.
Hadraj also expressed pleasure that Russia is due to play a serious role in fighting terrorism in Syria and equip the Syrian army with modern weapons

http://en.farsnews.com/newstext.aspx?nn=13940618001327

plan pbb untuk syria-- saudi, qatar dan turki telah dijerat russia
bagaimana russia melakukan-- jauh lebih bijak dari yang disangkakan
kebijakan 2015