Friday 18 December 2015

Alhamdulillah, Indonesia Tolak Bergabung Koalisi Internasional Anti-Teroris Pimpinan Saudi

Indonesian Free Press -- Pemerintah Indonesia membantah keras klaim pemerintah Arab Saudi yang menyebut bahwa Indonesia sebagai salah satu negara Islam yang mendukung pembentukan koalisi militer untuk memerangi terorisme. Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menegaskan Indonesia tak pernah memberikan pernyataan dukungan dalam bentuk apapun terkait pembentukan koalisi tersebut.

Retno menceritakan, sejak Jumat (11 Desember) hingga Senin malam (14 Desember) ia dihubungi berkali-kali via telepon oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jabier. Indonesia hendak diajak terlibat dalam pembentukan International Center for Countering Terorisme.

“Kalau mereka bilang mensupport, mensupport dari segi mana? Mereka berkali-kali menghubungi, dan memang begitu faktanya. Namun saya selalu tegaskan, bahwa Indonesia terlebih dahulu memerlukan penjelasan tentang modalitas, konsep, dan kerangka acuan inisiatif tersebut,” jelas Retno.

Sementara itu, Menlu Arab Saudi berjanji hanya akan memberikan penjelasan setelah koalisi itu terbentuk. Maka, janji itu pun ditolak Retno.

Kepada Menlu Arab Saudi, Retno menjelaskan bahwa Indonesia telah memiliki Pusat Kerjasama Penegakan Hukum Jakarta (JCLEC). JCLEC memiliki pelatihan kontra-terorisme dan telah melatih lebih dari 18.000 polisi militer dari 70 negara.

“Mengapa Arab Saudi tidak menyinergikan saja inisiatifnya itu dengan badan yang sudah ada?”

“Ternyata yang dibentuk Arab Saudi adalah aliansi militer. Kalau seperti itu, malah semakin jauh dari posisi luar negeri kita yang bebas aktif. Indonesia tidak akan pernah terlibat dalam aliansi militer dengan negara lain,“ kata Retno lagi seperti dilaporkan LiputanIslam.

Retno menambahkan, kemungkinan pihaknya akan melayangkan protes terhadap klaim sepihak Arab Saudi tersebut.

Selain Indonesia, aliansi pimpinan Saudi ini juga ternyata ditolak oleh dua negara Islam besar lainnya, Pakistan dan Malaysia. Kedua negara itu juga menyatakan keberatannya karena merasa namanya telah 'dicatut' oleh pemerintah Saudi saat mengumumkan pembentukan aliansi itu.


Pembentukannya Hanya Melalui Telepon
Penjelasan Menlu Retno bahwa pembentukan aliansi itu sangat 'prematur' dan hanya melalui telepon, diperkuat oleh laporan Almanar, media Lebanon yang menjadi salah satu negara yang dikabarkan bergabung dengan koalisi.

Mengutip pertanyaan Menteri Perburuhan Sajaan Qazzi, Almanar melaporkan bahwa bergabungnya Lebanon dalam koalisi itu hanya diputuskan oleh Perdana Menteri Tammam Salam setelah berkomunikasi melalui telepon dengan pejabat Arab Saudi.

"Saya sudah berkomunikasi dengan Sekretaris Kabinet, dan ia mengatakan bahwa ia tidak mengetahui tentang hal itu. Kami tidak bisa menerima untuk bergabung dengan koalisi sektarian," kata Sajaan Qazzi.

Keputusan sepihak Tammam Salam itu juga ditolak oleh Menlu Lebanon, yang mengatakan kepada Almanar: "Apa yang terjadi bertentangan dengan status Lebanon dan kewenangan Kementrian Luar Negeri," seraya menambahkan bahwa dirinya tidak pernah mendapatkan informasi apapun tentang pembentukan koalisi ini.

Pemerintahan Lebanon adalah pemerintahan 'koalisi pembagian kekuasaan', dimana perdana menteri secara 'de facto' maupun 'de jure' hanya menjadi 'koordinator' para menteri yang berasal dari kelompok-kelompok politik yang berbeda, dan setiap keputusan pemerintah harus melalui rapat kabinet. Saat terjadi konflik antara Perdana Menteri dan menteri-menteri, dan sepertiga menteri dari seluruh jumlah kabinet mengundurkan diri, maka secara konstitusi pemerintahan telah bubar.

Jika dalam kabinetnya Lebanon sendiri koalisi ini diprotes, di luar kabinet tentu saja penolakan jauh lebih tegas lagi. Ketua Parlemen Nabih Berri, misalnya, mengingatkan bahwa keputusan itu harus dibicarakan dahulu di Sidang Kabinet. Sedangkan Hizbollah dengan tegas menolak koalisi itu.

"Hezbollah terkejut dengan pengumuman oleh Saudi yang telah melanggar konstitusi Lebanon dan norma-norma yang berlaku," demikian pernyataan Hizbollah tentang pembentukan koalisi itu.

Hizbollah menyebut koalisi itu 'koalisi yang mencurigakan'.

"Bukan rahasia lagi Saudi Arabia terlibat dalam terorisme negara di Yaman, Suriah dan Irak. Terorisme apa yang akan diperangi oleh koalisi ini? Apakah mereka akan memerangi terorisme Israel di Palestina, atau justru akan memerangi gerakan-gerakan perlawanan anti-Israel?" tambah Hizbollah.(ca)

6 comments:

obat glaukoma said...

mantap dah artikelnya

Anonymous said...

permainan wahabi harus diwaspadai--politik yang naive dan terdesak

Anonymous said...

hizzbulah menyebutkan koalisi sebagai angkatan darat amrik

Kasamago.com said...

Koalisi setan.. hnya kepedihan yg akan dhasilkn koalisi ini


Www.kasamago.com

Unknown said...

Arab saudi sudah jadi antek iblis..

Unknown said...

sip... indonesia akan tetap menjadi negara yang damai, tidak ikut terlibat konflik luar negri, biar lebih fokus urusan dalam negri...