Friday 25 December 2015

Mengapa Rusia Diam soal Serangan Israel yang Tewaskan Komandan Hizbollah?

Indonesian Free Press -- Pada hari Sabtu lalu (19 Desember) Israel melancarkan serangan udara yang menewaskan komandan Hizbollah Samir Kuntar, di kediamannya di pinggiran Damaskus. Hal ini sontak memunculkan pertanyaan publik dunia tentang keampuhan sistem persenjataan S-400 yang dipasang Rusia di Suriah. Sebagian lagi mencurigai Rusia telah 'main mata' dengan Israel dengan membiarkan serangan itu terjadi.

Dengan kualifikasi teknis yang dimilikinya memang tidak masuk akal bahwa S-400 yang memiliki daya jangkau hingga 400 km dan mampu menembak jatuh rudal ballistik yang bergerak dengan kecepatan hipersonik, serta kebal terhadap segala bentuk serangan elektronik, tampak tidak berdaya ketika pesawat-pesawat tempur Israel menerobos Suriah.

Pada hari itu pula saya telah menulis status di Facebook bahwa ada dua kemungkinan tentang mengapa hal itu terjadi. Pertama adalah Israel berhasil menemukan senjata elektronik baru yang mampu membungkam S-400, dan kemungkinan kedua adalah kemungkinan Rusia 'bermain mata' dengan Israel dengan membiarkan serangan itu terjadi.

Rusia sendiri menunjukkan sikap yang kurang wajar terkait insiden itu. Ketika ditanya wartawan tentang insiden itu, Jubir Kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov, menjawab:


“Sebagaimana Anda ketahui, ada sarana pertukaran informasi antara dua staf (militer Rusia dan Israel). Pertanyaan harus dilimpahkan kepada rekan-rekan militer, apakah ada informasi yang telah disampaikan sebelumnya dari pihak Israel,” ujar Dmitry Peskov, sebagaimana dilansir Russia Today, sehari setelah insiden itu.

Lalu, sebuah artikel yang sangat menarik mengkonfirmasi kecurigaan saya bahwa Rusia telah 'main mata' dengan Israel. Berjudul 'Putin and Israel – a complex and multi-layered relationship', artikel di situs 'The Saker' itu menggambarkan secara sangat komprehensif dan menarik tentang perjuangan Putin melawan kekuatan zionis internasional yang telah mengangkangi Rusia sejak lama. (Untuk lebih lengkapnya silakan lihat di sini)

Seperti sudah berkali-kali ditulis di blog ini, bangsa Rusia, sebagaimana bangsa-bangsa Eropa lainnya, telah terlibat permusuhan dengan bangsa yahudi selama beratus-ratus tahun. Meski berjumlah sedikit, bangsa yahudi selalu menjadi benalu yang bisa menghancurkan sebuah negara besar seperti Rusia sekalipun. Dan puncak penghancuran bangsa Rusia oleh orang yahudi adalah munculnya komunisme, yang secara efektif menghancurkan bangsa Rusia se-hancur-hancurnya. Puluhan juta rakyat Rusia yang religius tewas dibantai orang-orang yahudi dengan menggunakan tangan regim komunsime.

Tentang hal ini 'The Saker' menulis:

'The second big difference between western Jews and Russian Jews is that roughly between 1917 and 1939 a specific subset of Jews (Bolshevik Jews) were in quasi total control of Russia.  During that period the Bolshevik Jews persecuted Russians and, especially, Orthodox Christians with a truly genocidal hate.  This is a fact of history which most Russians are very much aware of, even if this is still considered crimethink in most western circles.  It is also important to stress here that the Bolshevik Jews persecuted not only Orthodox Christians, but all religious groups, including, by the way, Judaics.

Putin berkuasa di Rusia dengan kesadaran penuh atas hal tersebut di atas, dan karenanya ia berusaha kuat untuk menghentikan kekuasaan orang-orang yahudi. Namun, orang-orang yahudi sudah terlalu kuat mencengkram sendi-sendi kekuasaan, terutama di sektor ekonomi dan keuangan serta pers hingga politik. Apalagi orang-orang yahudi itu juga didukung oleh kekuatan barat. Maka, ia harus berkompromi, dengan menerima Medvedev, yang merupakan representasi orang-orang yahudi, sebagai perdana menterinya.

Sebagai gambaran betapa mengguritanya kekuasaan orang-orang yahudi di Rusia, bahkan paska tumbangnya komunis Uni Sovyet, inilah daftar orang-orang yahudi Rusia dan kekuasaannya pada masa kekuasaan Presiden Boris Yeltsin:

Boris (Baruch) Yeltsin: Presiden
Naina Yeltsin: ibu negara
Livshits: penasihat ekonomi presiden
Filatov, Chubais, Voloshin, Tatyana Dyachenko (putri Yeltsin): para pejabat kepresidenan.
Yasin: menteri ekonomi
Urinson: menteri ekonomi
Panskov: menteri keuangan
Vavilov: menteri keuangan
Paramonov: gubernur bank sentral
Kozyrev: menteri luar negeri
Shafranik: menteri energi
Bulhak: menteri komunikasi
Danilov: menteri sumber daya alam
Efimov: menteri transportasi
Nechayev: menteri kesehatan
Saltykov: menteri sains dan teknologi
Sidorov: menteri kebudayaan
Rodents: jubir kepresidenan

Di dunia pers, orang-orang yahudi juga menguasai media-media utama: “News”, “Komsomolskaya Pravda”, “Moskovsky Komsomolets”, “Arguments and Facts”, “Work”, “Moscow News”, “Kommersant”, “New Look”, “Nezavisimaya Gazeta”, “Evening Moscow”, “Literary Newspaper”, “Publicity”, “Interlocutor”, “Rural Life”, “Top Secret”, “Ostankino”, "Russian TV" dan "Radio Company".

Sementara itu sektor keuangan Rusia dikuasai oleh tujuh bankir yahudi:
Aven, Berezovsky, Gusinsky, Potanin, Smolensk, Friedman, Khodorkovsky, dan Roman Abramovich

Namun, di sisi lain Putin didukung oleh aparat keamanan dan inteligen, kaum agamawan dan mayoritas rakyat Rusia. Menyingkirkan Putin akan menjadi sangat berbahaya bagi orang-orang yahudi. Namun sebaliknya orang-orang yahudi itu sudah berpengalaman dalam melakukan konspirasi untuk menggulingkan pemerintahan, termasuk menggunakan pembunuh-pembunuh terlatih. Maka yang terjadi adalah permainan politik tingkat tinggi, dimana keduanya saling mengincar, namun tidak ingin memulai perang.

Peperangan sempat terjadi ketika Putin menyingkirkan para 'oligarh' yahudi seperti Abramovic (pemilik klub sepakbola Chalsea) dan Khodorkovsky (bos minyak Yukos). Beberapa 'oligarh' itu harus menjalani hukuman penjara dan sebagian lainnya melarikan diri ke luar negeri. Itu dilakukan Putin setelah para 'oligarh' itu melanggar kesepakatan untuk tidak bermain politik.

Karena itu pulalah maka Putin harus 'berhitung' dengan Israel, meski secara kuantitas Israel bukan tandingan Rusia.

Sebelum Rusia mulai melancarkan operasi militer di Suriah, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengunjungi Putin di kantornya di Moskow. Meski tidak diumumkan isi pembicaraan mereka, diduga kuat Netanyahu meminta jaminan Rusia untuk tidak mengganggu langkah-langkah Israel di Suriah dan Lebanon, dengan imbalan Israel tidak mengganggu langkah Rusia di Suriah. Dan Putin pun menyetujui permintaan Israel.

Maka, ketika Samir Kuntar syahid oleh serangan Israel, jubir kepresidenan Rusia hanya memberikan penjelasan yang sangat tidak jelas.

Lalu, apakah dengan insiden itu lantas 'koalisi' Rusia-Iran-Suriah-Hizbollah menjadi hancur?

Tentu saja tidak. Baik Hizbollah, Iran maupun Suriah tentu sudah mendapat penjelasan langsung dari Putin tentang posisinya, dan Putin pun menyatakan komitmennya untuk terus menghancurkan ISIS.

Jadi, meski sudah ada Rusia di Suriah, Iran, Suriah maupun Hizbollah, masih harus tetap berhati-hati dan tidak mengendurkan kewaspadaan.(ca)

4 comments:

Abu Bakar said...

menarik ulasan bung Adi dari Russia--

Hizzbullah--Russia --Iran menentang musuh bersama iaitu terroris takfiris
namun belum ada aliansi hizzbullah- Russia melawan Israel-
mereka tidak terikat bersama melawan zionis

melawan zionis terserah kepada Hizbullah---namum ucapan ucapan Nasrallah dan # Nasrullah perlu di nilai,dan dikaji

kasamago.com said...

Begitulah keadannya, Putin sadar bahwa Yahudi Zionis termasuk Israel mash terlalu kuat utk dilawan, Uni Eripa n AS sj msh dlm cengkraman mereka..
Bekerja sama agar tidak dihancurkan smbari mncari celah perjuangan..


http://kasamago.com/

Unknown said...

https://m.beritasatu.com/dunia/335610-ngambek-iran-tarik-pasukannya-dari-suriah.html

cahyono adi said...

ganar calibra. Silakan lihat artikel ini http://cahyono-adi.blogspot.co.id/2015/12/takfiri-zionis-lancarkan-propaganda.html#.Vn62uU931dg