Friday, 27 January 2017

Kasus Korupsi Netanyahu Panaskan Suhu Sosial-Politik Israel

Indonesian Free Press -- Tidak ada sebuah negara yang rakyatnya terbelah sangat tajam sebagaimana Israel. Di satu sisi rakyat Israel adalah orang-orang yang sangat 'religius' yang demikian terobsesi dengan ajaran kitab-kitab suci kuno yahudi. Namun di sisi lain, rakyat Israel adalah mereka yang sangat membenci agama dan menganut gaya hidup sekuler-liberal-hedonis yang kelewatan. Pemahaman atheisme atau anti-Tuhan juga berasal dari orang-orang yahudi yang kini menjadi penguasa Israel.

Maka, kehancuran Israel karena disintegrasi internal sangat mungkin saja terjadi. Dan hal ini sudah terlihat akhir-akhir ini. Publik Israel terpecah oleh kasus Elor Azaria, prajurit Israel yang diadili karena menembak mati secara keji warga Palestina yang tidak berdaya. Dan perpecahan itu semakin lebar oleh kasus korupsi yang melibatkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Baru-baru ini rakyat Israel dikejutkan dengan beredarnya video yang menunjukkan hubungan korup yang melibatkan Benyamin Netanyahu dan keluarganya, media massa dan para miliuner Israel dan mancanegara. Video itu kini menjadi bahan penyelidikan aparat kepolisian.

Sudah lama terkenal dengan gaya hidupnya yang royal, salah satunya kegemarannya makan es krim mahal, video itu menjelaskan bahwa berbagai hadiah yang diterima Netanyahu bukanlah cuma-cuma, melainkan pembayaran di muka yang harus dibalas Netanyahu.

Kasus ini menegaskan bahwa para politisi Israel telah berada di dalam kantong para pebisnis dan pemilik jaringan media massa.

"Jauh dari julukan 'satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah', sistem politik Israel secara umum dijalankan dengan cara-cara mafia," tulis situs WSWS.com dalam laporannya baru-baru ini tentang kasus Netanyahu ini.

Menurut laporan itu, berdasarkan bukti-bukti yang sudah beredar luas, Netanyahu tidak akan memiliki peluang untuk melepaskan diri dari konsekuensi pahit. Bahkan meski ia telah mengganti Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian dengan orang-orang dekatnya. Setidaknya Netanyahu harus mundur dari pemilihan umum tahun ini, tulis WSWS.com.

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa mayoritas politisi elit Israel pernah menghadapi kasus-kasus korupsi, penyalahgunaan kewenangan hingga pemerkosaan. Dan ini sungguh mencerminkan tanda-tanda bagi kehancuran suatu bangsa, ketika rakyat tidak lagi percaya kepada para pemimpinnya. Pendahulu Netanyahu, Ehud Olmert, misalnya, baru saja dijatuhi hukuman penjara karena tuduhan suap saat menjadi walikota Jerusalem.

Terkait dengan Netanyahu, polisi telah tiga kali memanggilnya untuk diperiksa dalam dua kasus terpisah. Hal ini di tengah situasi dimana aparat penegak hukum terus mendapat tekanan dari pemerintahan Netanyahu. Namun kuatnya bukti-bukti membuat polisi tidak berdaya untuk melindunginya.

Menurut laporan Ha’aretz dan TV Channel 2, bukti paling kuat atas kasus Netanyahu adalah video yang memperlihatkan adanya kesepakatan antara Netanyahu dan bos media Yediot Aharonot dan Ynet, untuk membantu keuangan media yang dikenal dekat dengan pemerintahan Netanyahu. Direkam antara tahun 2014 dan awal 2015, bukti ini ditemukan saat polisi menggeledah barang-barang bukti dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan kepala staff Netanyahu.

Dalam kesepakatan itu Netanyahu berjanji akan mendukung undang-undang yang akan memberangus kebebasan pers yang ditujukan terhadap media-media 'independen' yang dianggap telah menggerus pendapatan Aharonot dan Ynet. Di antara media yang dibidik adalah Israel Hayom yang didirikan tahun 2008 oleh raja judi Amerika teman presiden terpilih Amerika Donald Trump, Sheldon Adelson.

Sebagai balasan, bos Yediot Aharonot berjanji akan menurunkan kritikannya kepada pemerintahan Netanyahu.

Polisi telah memanggil bos Yediot Aharonot, Mozes, dan pemimpin redaksinya, Ron Yaron, untuk dimintai keterangan. Mozes sebelumnya pernah terjerat kasus penyadapan ilegal, namun berhasil meloloskan diri dari hukuman.

Pada kenyataannya kesepakatan itu tidak membuahkan apapun. Netanyahu tetap menolak undang-undang yang mengancam kepentingan Israel Hayom. Namun parlemen Knesset tetap mengesyahkan undang-undang itu meski ditentang Netanyahu dan para politisi Likud. Akibatnya, Netanyahu pun membubarkan parlemen dan menyerukan digelarnya pemilu yang dipercepat pada, hanya dua tahun setelah pemilu sebelumnya digelar tahun 2013 yang menelan biaya $500 juta atau sekitar Rp 7 triliun.

Jadi, Netanyahu mengorbankan dana publik sebesar itu hanya untuk melindungi media milik sahabatnya, Israel Hayom.

Dalam penyidikan lainnya juga diketahui bahwa Netanyahu telah menerima suap dari milyuner Israel dan produser Hollywood Arnon Milchan. Milchan diketahui telah menyuap Netanyahu dengan cerutu dan minuman mahal senilai $100.000 dengan imbalan membantu Milchan dalam kasus visa tinggal selama 10 tahun di Amerika. Setelah Netanyahu menghubungi Menlu John Kerry, kasus ini pun dimenangkan Milchan.

Netanyahu juga diketahui telah menerima suap berupa hadiah-hadiah mahal dari Ronald Lauder, raja bisnis kosmetik Amerika pemilik merek Estee Lauder. Pebisnis lainnya yang terlibat dalam permainan Netanyahu adalah milyuner James Packer dari Austria, yang memberikan voucher mengingap gratis bagi keluarga Netanyahu di hotel-hotel di Tel Aviv, New York dan Aspen. Packer juga menyediakan jet pribadinya untuk keluarga Netanyahu untuk menonton konser Mariah Carey. Packer dicurigai berniat untuk mendapatkan kewarganegaraan ganda di Israel untuk menghindari pajak di negara asalnya.

Netanyahu sendiri membantah semua tuduhan itu dan menyebutnya sebagai upaya untuk menyudutkannya oleh kelompok-kelompok oposan. Namun tampaknya kasus kali ini akan mengirim Netanyahu ke penjara sebagaimana para politisi Israel lainnya. Netanyahu membatalkan kehadirannya di forum World Economic Forum di Davos-Swiss dan pelantikan Donald Trump baru-baru ini. Sejumlah politisi sekutunya, termasuk di internal Partai Likud, juga mengisyaratkan tidak lagi mendukungnya.(ca)

No comments: