Friday, 3 February 2017

Regim Jokowi Ngeles soal Skandal Penyadapan yang Memalukan

Indonesian Free Press -- Hari demi hari rakyat Indonesia disuguhi oleh drama politik memuakkan yang dimainkan regim Jokowi. Satu lagi drama itu adalah kasus penyadapan ilegal yang diduga dilakukan para pendukung Ahok.

Seperti ramai dilaporkan media-media nasional hingga media internasional, pada hari Rabu (1 Februari) mantan Presiden SBY meminta pertanggungjawaban pemerintah atas penyadapan ilegal yang diduga kuat telah terjadi terhadap dirinya. Hal ini setelah sebelumnya dalam persidangan kasus penistaan agama, tersangka Ahok mempertanyakan percakapan antara Ketua Majelis Ulama Indonesia yang juga sesepuh NU Ma'aruf Amin dengan SBY.

Anggota tim kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat, bahkan mengklaim mempunyai bukti percakapan itu. Menurut dia, komunikasi keduanya berkaitan dengan pemilihan kepala daerah DKI 2017.

Selain mengundang kemarahawan warga NU karena pernyataan Ahok dan kuasa hukumnya, SBY tentu saja juga merasa tersinggung berat karena privasinya, terlebih lagi sebagai mantan Presiden RI, telah dilecehkan. SBY pun meminta pertanggungjawaban pemerintah jokowi.


Selain melanggar hak-hak mantan presiden, kasus penyadapan ini juga memiliki dimensi yang sangat luas. Ada pelanggaran hukum pidana dan hukum ketatanegaraan. Ada mantan presiden dan jutaan warga NU yang marah. Ada anggota-anggota TNI yang marah karena tokoh militer seperti SBY diperlakukan tidak hormat. Dan terakhir, ada jutaan rakyat Indonesia yang marah melihat adanya indikasi kuat penyalahgunaan kewenangan oleh regim jokowi untuk membela Ahok.

Namun, yang dilakukan regim jokowi justru menambah muak publik. Tanpa ada 'Tupoksi'-nya dengan kasus ini, tiga orang pejabat publik, Menko Maritim Luhut ditemani Kapolda DKI dan Pangdam Jaya mengunjungi kediaman Ma'aruf Amin untuk 'mendinginkan' suasana yang panas. Sementara Menkopolhukam Wiranto yang seharusnya bertindak, justru menghilang entah kemana.

Presiden jokowi juga jauh dari sikap bijaksana dengan terkesan meremahkan kasus ini.

"Yang bicara itu kan pengacaranya Pak Ahok dan Pak Ahok. Kok, barangnya dikirim ke saya," kata Presiden setelah membuka Konferensi Nasional Forum Rektor Indonesia di Balai Sidang Jakarta, Kamis (2 Februari) seperti dilaporkan Tempo.

Ini setelah dua istitusi yang ditunjuk SBY sebagai penanggungjawab tindakan penyadapan, Badan Inteligen Negara (BIN) dan Polri membantah telah melakukan penyadapan terhadap SBY.

“Bisa jadi spekulasi. Jadi ini masih informasi-informasi yang patut kami cermati,” kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar seperti dilaporkan Tempo.

Semestinya, untuk menepis tuduhan adanya praktik penyadapan ilegal yang dituduhkan SBY dan menjadi perhatian luas publik dan memicu kemarahan banyak pihak, jokowi memerintahkan dilakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Polisi juga harus bertindak dengan melakukan penyidikan karena dugaan kuat adanya pelanggaran UU ITE dan UU Pidana dalam kasus penyadapan ini.

Masalahnya adalah, jika jokowi dan polisi melakukan kedua hal itu, Ahok tidak memiliki pilihan lain kecuali menghadapi kasus baru yang bakal menjebloskannya ke penjara. Ia terancam tuduhan pelanggaran UU ITE dengan ancaman hukuman 15 tahun, atau tindakan fitnah dan pencemaran nama baik dengan ancaman 4 tahun penjara.

Dengan sikap jokowi yang 'ngeles' tersebut mengindikasikan bahwa ia tidak ingin Ahok masuk penjara. Apalagi dengan kedatangan Luhut, Kapolda dan Pangdam ke rumah Ma'aruf Amin, kecurigaan publik semakin kuat.

Kapolda DKI Irjen Iriawan sempat keceplosan mengatakan kepada wartawan bahwa salah satu pembicaraan di rumah Ketua MUI Ma'aruf Amin adalah tentang investasi asing.

Semua orang tahu, bahkan sudah dikatakan sendiri oleh Ahok, bahwa jokowi tidak akan menjadi presiden tanpa bantuan pengembang. Dan kini, para pengembang itu khawatir proyek reklamasi Teluk Jakarta senilai ratusan triliun itu bakal 'tumpor' karena kasus Ahok.(ca)

3 comments:

Kasamago said...

Menjual negara demi kepentingan pribadi, kelak azab, karma dan sanksi semesta akn mnjdi penghukuman terakhirnya..

Anonymous said...

Jangan bawa-bawa nama NU. NU sudah kembali ke khithah 1926: "Di mana NU tidak lagi menjadi
partai politik atau bagian dari partai politik dan tidak terikat oleh partai politik manapun". Ingat, yang heboh adalah PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) dan partai ini adalah partai pendukung SBY (Demokrat). Ingat, PKB adalah PKB bukan NU.

cahyono adi said...

Wekekek. semua juga tahu PKB pendukung jokowi dari awal. Ngeles lagi lo jokower. Ma'ruf Amin itu semua orang juga tahu adala Ra'is Aam NU, pemimpin tertinggi NU. Jadi wajar kalau warga NU marah, otong!