Tuesday 14 April 2009

Israel di Balik Para Pembajak Laut Somalia


Sebagaimana perdagangan heroin dan obat-obatan terlarang, saya sudah lama curiga bahwa insiden-insiden pembajakan laut di perairan Somalia didalangi oleh kekuatan rahasia internasional dengan tujuan ekonomi dan politik. Sebagai contoh, saya pernah mendengar berita-berita tentang ditangkapnya para pelaku pembajakan laut Somalia oleh angkata laut Nato, namun para pelaku kemudian justru dibebaskan. Dan dalam kasus bajak laut Somalia, hal ini saya anggap sudah terkonfirmasi dengan munculnya tuduhan bahwa Israel di belakang kasus-kasus tersebut oleh media-media massa Arab.

"Apa yang terjadi di perairan Tanduk Afrika (Laut Merah) bukanlah kasus pembajakan laut biasa. Aksi-aksi pembajakan ini menimbulkan berbagai pertanyaan tentang bagaimana canggihnya kemampuan dan peralatan sekelompok kecil pembajak dari negara miskin yang hanya sekedar mencari makanan," tulis analis Nawaf Al-Meshal Sabhan di harian Arab Saudi Al-Iqtissadia.

"Aksi-aksi ini telah menimbulkan wacana untuk menginternasionalkan (baca: memberikan hak pengawasan kepada PBB, NATO, Amerika, dsb) Laut Merah dimana Israel akan mendapatkan peran krusial," tambahnya.

"Siapa yang mendapatkan keuntungan dari internasionalisasi perairan itu? Perkembangan lain yang mengganggu telah dilakukan oleh sebuah perusahaan pelayaran (AP Moller-Maersk, operator kontainer dan kapal pengangkut terbesar di dunia untuk mengalihkan jalur pelayarannya ke Tanjung Harapan (afrika Selatan)."

"Siapa yang berkepentingan untuk menekan Mesir dengan pengalihan tersebut dari terusan Suez sehingga Mesir kehilangan pendapatan $15 juta sehari?," kata analis tersebut lagi.

Sementara itu harian Al Riyadh dalam editorialnya berjudul "Siapa di Belakang Aksi-Aksi Pembajakan?" menuliskan, "Aksi-aksi pembajakan ini telah dipersiapkan sebelumnya. Mereka disponsori oleh negara atau organisasi, dalam beberapa kasus oleh sekelompok orang yang bertujuan menciptakan ketegangan, perhatian dan ketidakstabilan di Laut Merah dalam upaya mendapatkan keuntungan strategis."

Editorial tersebut menambahkan, "kelompok ini berusaha meyakinkan masyarakat internasional untuk mengawasi perairan tersebut dengan dalih keamanan pelayaran, menjamin kemanan suplai energi, dan mencegah menyelundupan senjata ke kelompok tertentu."

Lebih jauh analis Jalal Aref menulis di media al-Youm bahwa negara-negara Arab yang berbatasan dengan Laut Merah kini menghadapi empat bahaya sekaligus: internasionalisasi perairan Laut Merah dengan dalih memerangi pembajakan, kontrol Laut Merah oleh Israel, perampokan minyak milik negara-negara Arab melalui aksi pembajakan, serta hancurnya pelayaran terusan Suez.

Amin Sa'ati, pakar politik internasional menulis dalam harian Al-Iqtissadiya bahwa “keamanan Saudi Arabia dan Laut Merah tidak dapat dipisahkan karena 30% minyak mentah dunia, termasuk dari Saudi Arabia dan negara-negara Teluk melalui Laut Merah, juga sumber air bersih datang melewati Laut Merah, semua barang impor dan ekspor melalui Laut Merah."

Sa'ati menambahkan bahwa Laut Merah adalah perairan yang berada di tengah-tengah bangsa Arab, dan harus tetap milik bangsa Arab.

"Laut Merah adalah tulang belakang kita. Kerajaan harus mengadakan pertemuan internasional negara-negara di sekitar Laut Merah untuk mengembangkan kerjasama strategis. Namun sepertinya kekuatan asing tidak menginginkan stabilitas kawasan ini dan berusaha menjegal upaya kerjasama negara-negara sekitar Laut Merah."

Negara-negara di sekitar Laut Merah adalah Saudi Arabia, Yaman, Mesir, Jordania, Sudan, Djibouti, Eritrea, Somalia dan Israel.

Bulan Oktober tahun lalu presiden Yaman, Ali Abdallah Saleh menyerukan negara-negara Arab untuk mewujudkan tanggungjawabnya dengan menggagalkan setiap upaya internasionalisasi Laut Merah. Seruan tersebut menyusul keputusan NATO untuk meningkatkan kehadiran militernya di perairan Samudera Hindia yang berdekatan dengan Laut Merah dengan alasan menangani pembajakan.

Menyusul seruan tersebut Saleh mengadakan kunjungan ke Jordania, Mesir dan Arab Saudi. Sementara Menlu Yaman, Abu Bakr al-Korbi, mengatakan bahwa Arab Saudi telah menyambut positif seruan Yaman dan siap bekerjasama dengan negara-negara Arab di sekitar Laut Merah untuk meningkatkan keamanan kawasan tersebut.

Berbicara di pertemuan negara-negara Arab di Kairo bulan November tahun lalu Korbi menyebut kehadiran angkatan laut asing di kawasan Laut Merah merupakan ancaman bagi keamanan negara-negara Arab.

Sejak terjadinya aksi pembajakan terhadap kapal supertanker "Star Sirius" milik Saudi Arabia tgl 15 November lalu, media massa Arab telah menyerukan suara-suara peringatan terhadap ambisi Israel untuk menguasai akses jalur Laut Merah dengan menggunakan AL Amerika dan Eropa sebagai alatnya.

Sementara itu mantan Sekjen Kuwaiti Salafist Movement, Sheikh Hamed Al Ali dalam artikel panjangnya di sebuah situs internet Arab mengutip pernyataan seorang mantan komandan AL Israel yang mengatakan bahwa Israel berambisi menjadikan Laut Merah menjadi wilayah Israel. Sheikh al-Ali juga menyebutkan kehadiran perlengkapan intelegen dan komunikasi Israel di Ethiopia berupa radar canggih serta puluhan ahli militer Israel di negeri itu. Ethippia, negara yang dipimpin penguasa non-muslim baru saja terlibat dalam petualangan militer yang gagal di Somalia, sebuah negara Arab Afrika.

Sheikh Ali menyerukan kepada para mujahidin Somalia untuk memberangus para pembajak yang aksi-aksinya hanya menguntungkan Israel dan negara-negara barat. Seruan tersebut telah mendapat sambutan positif dari kelompok mujahidin Somalia, Shebab, yang menyebut aksi pembajakan sebagai serangan terhadap Islam dan berjanji akan menyerang para pembajak.

No comments: