Friday 12 May 2017

Tiga Hari Kebodohan*

Oleh Zeng Wei Jian


Indonesian Free Press -- Mr. Ahok dinyatakan 'guilty beyond reasonable doubt'. Todung Mulya Lubis berkicau nyaring. Dia bilang hakim over doing thus over killing.

Ini statemen politik. Bukan pernyataan yuridis. Ngga punya legal basis. Thus ngga perlu diseriusin. Persis seperti temannya, Mr Hendardi, yang bilang Panglima TNI offside.

Todung bilang keputusan court of judges ngga lazim. Sekali pun hakim punya otoritas legal. Benar secara hukum. Di sisi lain, Todung diem aja soal ketidak-laziman proses handling kasus ini.

Ahok tidak ditahan selama proses penyelidikan. Tetap bebas sebagai terdakwa. Masih menjabat gubernur. Tersangka penoda agama lain langsung ditahan. Ada 150-an orang dalam 15 tahun terakhir. Hanya Ahok diperlakukan istimewa. Tidak lazim.


Saya kira, Todung bermuka dua. Tesaurus menyatakan "muka dua" sinonim dengan munafik dan hipokrit. Pengidap ambivalensi.

Ahoker langsung menggila. Ada yang kesurupan, guling-guling di aspal, nangis kejer. Mereka jadi beringas. Seorang pejalan kaki digebukin. Hanya karena dia pake baju putih.

Ahoker sudah ricuh saat vonis dibacakan. Mereka lapar. Rebutan nasi kotak. Mereka ngga bisa diatur. Nolak tertib sekali pun di bawah ancaman: diusir. Sampe dimaki budek, mereka tetap ribut. Suaranya gaduh. Beringas. Anarkis. Mereka senewen karena lapar, dan juga haus.

Setelah resmi divonis dua tahun, Ahok digelandang ke Rutan Cipinang.

Dua jadi angka kramat. Dua anak simbol Program KB. Dua adalah nomor Paslon Badja. Ahok dua kali gagal di pilgub: Babel dan DKI. Ahok kalah di putaran dua. Dua kali kalah: di pilkada dan persidangan. Dan Ahok divonis dua tahun penjara.

Ngga peduli dengan angka kramat, Ahoker nyusul ke Cipinang. Geruduk Rutan. Rame-rame. Mereka teriak keadilan telah mati. Gerbang rutan dikoyak-koyak. Hendak dijebol. Polisi meludahi muka seorang ahoker perempuan. Lalu lintas sontak berhenti. Ahoker ancam menginap. Benar saja, mereka aksi sampe lewat tengah malam. Ganggu ketertiban umum.

Sore harinya, Djarot dilantik Cahyo Kumolo jadi Plt Gubernur. Horeee. Seorang netizen menulis:

"Berbeda dgn Ahok, hanya hitung jam, langsung dilengserkan oleh wakilnya melalui SK mendagri.... keji amat...!"

Di Cipinang, Ahok disorakin puluhan napi. Perasaannya jadi ngga enak. Tensi naik. Menteri Yasona dan Djan Faridz diketahui menjenguk Ahok. Akhirnya, demi alasan keamanan, Ahok direlokasi ke Mako Brimob.

Militan abis, brutal, patah hati, Ahoker langgar Peraturan Kapolri No.9/2008 Pasal 6 aya (2). Ayat ini melarang unras di atas pukul 6 sore.

Malam mulai turun. Bukannya pulang, Ahoker mala bakar ban. Prof Mahfud MD ngetwit: Mungkin jamnya mati.

Di tengah malam, seorang Ahoker betina berorasi. Dengan lantang, dia bilang Rezim Jokowi lebi parah dari SBY. Dia ngaku pernah didamprat Ahok. Sampe mukanya basah kena "jigong"-nya Ahok. Dia pake kata "jigong". Satu republik geli.

Di Medsos, sejumlah Ahoker mencaci maki Presiden Jokowi. Situs pengadilan dan Tempo diretas.

Besoknya, tanggal 10 Mei malam, Ahoker aksi lagi. Setelah nyanyi-nyanyi bareng Addie MS di Balai Kota, sambut Plt Gubernur Baru. Mereka datangi Mako Brimob, Pengadilan Tinggi dan Tugu Proklamasi.

Plt Gubernur Djarot ngga berdaya. Dia ngga mampu bubarkan demonstrans. Seorang ahoker berinisial "YN" bilang akan nginep di depan PT. Dia uda bawa autan, sweater dan tenda. Saya suruh pulang. Nanti masuk angin. Saya ngga tau di mana dia pipis. Mungkin di bawah pohon. Atau di balik tumpukan sampah nasi kotak. Aksi Ahoker hanya menghasilkan sampah.

Dia ngga mau. Malah WA balik bilang, "Saya mau mati di sini demi Ahok."

Saya kira, Ahoker die hard ini sudah gila. Mungkin sebentar lagi, dia bakal lari-lari bugil sambil teriak "Ahok-Ahok-Ahok" dan pingsan. Mulutnya keluar busa. Mirip orang OD.

Tanggal 11 Mei, Hari Waisak sekaligus hari ketiga pasca vonis, Ahoker aksi lagi. Ngga ada matinya nih Ahoker.

Padahal UU No. 9 tahun 1998 melarang aksi demonstrasi di hari libur nasional. Mereka ngga peduli ini Hari Waisak. Lieus Sungkharisma, tokoh Budhis, berang. Dia bilang, "Ahoker sok ngerti Pancasila, bhinneka, tapi hormati Waisak aja nga ngerti. Koq polisi ngga bubarin demo ya, kan pasti ngga ada pemberitahuan tuh demo."

Komisi Yudisial (KY) menyatakan Ahoker merendahkan kehormatan peradilan. Mereka memaksakan kehendak. Terabas regulasi. Intimidasi hukum via pengerahan massa demonstratif. Ngga heran, mereka dibenci.(*)



*Dicopas dari teropongsenayan.com, 11 Mei 2017.

1 comment:

kasamago said...

Klo polisi gak bisa membubarkan masa, Mungkin militer yg harus turun tangan..