Thursday 29 November 2012

KUDETA MILITER AMERIKA (4)

Seperti Jendral George Marshall yang pada malam 6 Desember 1941 "pergi bersantai" karena ingin Jepang benar-benar menyerang Pearl Harbour demi menghancurkan kredibilitas Presiden Roosevelt, Petraeus juga tengah bersantai menonton film di kedubes Kanada bersama aktor Ben Afflek, saat serangan ke konsulat Amerika di Benghazi terjadi.

Selain Petraeus yang didepak dari jabatannya sebagai Direktur CIA, sejumlah besar perwira tinggi dan menengah juga mengalami pembersihan. Berikut adalah sebagian di antaranya:

Jendral Marinir John R. Allen. Saat ini adalah komandan tertinggi pasukan Amerika di Afghanistan. Dinomasikan sebagai panglima tertinggi NATO menggantikan Admiral Stavridis, Obama kini menggantungkan nasib kariernya. Ia dituduh menjalin hubungan tidak patut dengan seorang hostess di Tampa, Florida, serta dengan sosialita Jill Kelley.

Kelley, keturunan Lebanon, bernasil masuk dalam lingkaran dalam perwira-perwira tinggi di McDill Air Force Base, lokasi komando tertinggi AB Amerika. Allen dan Petraeus menulis sejumlah besar surat dan e-mail kepada seorang pengacara pembela saudara kembar Kelley yang tengah dilanda kasus perebutan anak. Allen mengirim tidak kurang dari 30.000 halaman surat atau e-mail selama beberapa tahun. Allen menolak tuduhan telah melakukan tindakan yang salah, namun nasibnya telah ditentukan.

Jendral Carter Ham, komandan US Africom, komando pasukan Amerika di Afrika yang membawahi Libya. Ia dianggap turut bertanggungjawab atas kegagalannya memberikan bantuan kepada konsulat Amerika yang diserang. Pada tgl 18 Oktober ia dipecat dari jabatannya meski menhan Leon Panetta mengumumkannya sebagai pengunduran diri.

Admiral James G. Stavridis yang tengah menjabat komandan tertinggi NATO juga bakal mengalami nasib serupa. Ia secara resmi telah dituduh oleh kastaf AL Ray Mabus sebagai "pemboros" yang telah menghambur-hamburkan uang untuk gaya hidup mewahnya, termasuk makan malam di restoran mewah di Perancis.

Jendral William E. “Kip” Ward, komandan US Africom antara Oktober 2007 hingga Maret 2011. Ia dituduh telah menghabiskan ribuan dolar uang negara untuk keperluan pribadi. Pada tgl 13 November lalu ia dihukum denda senilai $82,000 dan diturunkan pangkatnya dari bintang tiga menjadi dua.

Letjend Patrick J. O’Reilly, Direktur Pertahanan Rudal kemenhan Amerika. Ia dituduh telah melakukan tindakan-tindakan kekerasan kepada bawahannya. Ia dicopot dari jabatannya dan diturunkan pangkatnya satu bintang.

Rear Admiral Chuck Gaouette, komandan gugus tugas yang dipimpin kapal induk (Carrier Strike Group) USS John Stennis di Laut Arab dekat Iran. Ia dinyatakan telah menjalankan "komando yang tidak patut" dan ditarik dari posnya.

Brigjen Jeffrey Sinclair, deputi komandan Divisi ke-82 Lintas Udara yang berkedudukan di Fort Bragg, North Carolina, sekaligus menjadi tokoh kunci urusan logistik untuk Afghanistan. Ia dituduh telah memperkosa seorang perwira menengah wanita bawahannya dalam keadaan mabok. Kariernya dipastikan berakhir tragis.

Commander Joseph E. Darlak, komandan kapal frigat USS Vandegrifft. Bersama 2 perwira senior lainnya dituduh melakukan tindakan asusila selama kunjungan ke Vladiwostok, Rusia.

Christopher E. Kubasik, dipecat dari jabatannya sebagai Presiden sekaligus Chief Operating Officer dari Lockheed Martin Corp., perusahaan kontraktor militer terbesar Amerika pada tahun 2008 and 2009. Ia dituduh telah melakukan tindakan asusila dengan bawahannya.

Dan masih banyak lagi kasus pemecatan yang dihubung-hubungkan dengan plot kudeta militer terhadap Presiden Barack Obama.

Tidak lama setelah pemilihan presiden yang dimenangkannya, Barack Obama memerintahkan jendral kesayangannya yang menjabat kepala staff gabungan Jendral Patrick Dempsey, untuk melakukan penyelidikan terhadap sejumlah besar perwira karena tindakan-tindakan pelanggaran kedisiplinan. Publik melihat hal itu sebagai upaya penegakan disiplin semata meski yang terjadi sebenarnya adalah suatu operasi pembersihan terhadap perwira-perwira yang loyalis saingan Obama, Mitt Romney, yang berambisi mengembalikan kepemimpinan nasional ke kalangan "garis keras".

Dengan tersingkirnya figur-figur "gila perang" tersebut di atas, Israel mengalami kesulitan untuk mengkampanyekan serangan atas Iran, sehingga harus "mundur" ke pilihan yang lebih kecil, yaitu Perang Gaza, dengan tujuan mengkonsolidasikan kembali semangat perang bersama antara Amerika-Israel sementara pilihan-pilihan yang lain dikaji kembali.


LUKA PARAH NAMUN MASIH BERBAHAYA

Kelompok "gila perang" memang mengalami luka parah setelah pembersihan Obama, namun tidak bisa dipungkiri, mereka kini menjadi lebih berbahaya.

Kelompok militer garis keras tumbuh solid paska Serangan WTC 11 September 2001 yang hampir dipastikan melibatkan mereka bersama inteligen Israel.

Pada tahun 2007 Wapres Dick Cheney, seorang neokonservatif, menyerukan serangan terhadap Syria, namun tidak disetujui Presiden George W. Bush. Beberapa waktu kemudian, pada bulan Agustus, sebuah pesawat bomber strategis B-52 bermuatan 6 rudal jelajah berkepala nuklir dibajak oleh satu kelompok prajurit "gila perang" dan terbang dari North Dakota ke Louisiana, diperkirakan akan menjalankan misi pemboman di Timur Tengah untuk memicu perang dengan Iran. Pesawat itu dipaksa mendarat di pangkalan udara Barksdale AFB di Louisiana. Beberapa bulan kemudian menhan Robert Gates memecat Kastaf AU Marsekal T. Michael Moseley dan Sekretaris AU Marsekal Michael W. Wynne karena kasus tersebut.

Pada Desember 2009, seorang warga Nigeria ditangkap karena membawa bom di bandara Detroit. Sebulan kemudian MSNBC melaporkan bahwa pemerintahan Obama mengindikasikan keberadaan plot yang terlibat dalam upaya pengeboman di Detroit. Asisten menlu Patrick Kennedy mengatakan kepada Senat bahwa seorang pejabat kemenlu telah mencegah upaya pencabutan visa tersangka.

Barack Obama sempat menghentikan penyelidikan atas keberadaan kelompok "garis keras" yang mengincar jabatan presiden, hanya untuk memberi kesempatan terjadinya serangan konsulat Amerika di Benghazi.



 

Sumber:
"Coup and Counter-Coup in Washington"; Webster Tarpley; Press TV; 19 November 2012

No comments: