Saturday, 3 November 2012

RUSIA YANG OPTIMIS, AMERIKA YANG PUTUS ASA

Rusia dan Amerika menunjukkan sikap yang bertolak balakang dalam hal krisis Syria. Jika Rusia tampak optimis dengan regim Presiden Bashar al Assad yang didukungnya, Amerika justru tampak berputus asa dengan para pemberontak yang didukungnya.

Optimisme Rusia tampak dari pernyataan dua pejabat tingginya, menlu Sergei Lavrov dan menhan Anatoly Serdyukov. Lavrov mengajak negara-negara barat dan pihak-pihak yang menginginkan tumbangnya regim Bashar al Assad untuk berfikir realistis dengan menyadari bahwa semua upaya penggulingan Bashar al Assad hanya sia-sia dan akan membawa pertumpahan darah lebih banyak di Syria. Hal ini disampaikan Lavrov dalam konperensi pers bersama menlu Perancis Laurent Fabius yang tengah berkunjung ke Rusia, Rabu (31/10).

"Jika posisi mitra-mitra kami (barat) tetap pada tuntutan penggulingan Bashar al Assad yang tidak mereka sukai, maka pertumpahan darah akan berlanjut," kata Lavrov.

"Ini seperti mimpi di siang bolong untuk berspekulasi tentang hal itu (penggulingan Bashar) mengingat bahwa jika pemerintah Syria digulingkan, maka semuanya akan roboh di tempat," tambah Lavrov. Ia menambahkan bahwa masalah pemerintahan Syria harus ditentukan sendiri oleh rakyat Syria.

Selanjutnya Lavrov menyerukan penyelesaian politik atas masalah yang terjadi di Syria dan menegaskan bahwa militer bukan solusi yang tepat. Ia mendesak negara-negara barat dan Turki untuk bernegosiasi dengan pemerintah Syria.

MENHAN RUSIA: MILITER SYRIA MAMPU ATASI PEMBERONTAK

Sementara itu menhan Rusia Anatoly Serdyukov mengatakan bahwa militer Syria mampu mengatasi kelompok-kelompok pemberontak yang berada di Syria. Pernyataan itu disampaikan dalam wawancara dengan wartawan Rusia di Moskow, Kamis (1/11).

"Adalah sesuatu yang dilebih-lebihkan adanya anggapan bahwa kekuatan militer Syria telah berkurang jauh dan tidak lagi sanggup berperang. Berbagai analisis mengatakan tahun lalu bahwa pasukan pemerintah Syria tidak akan sanggup mengalahkan pemberontakan. Namun perkembangan yang terjadi membuktikan analisis itu keliru," kata Serdyukov.

Serdyukov menekankan bahwa President Bashar al-Assad akan bertahan hingga titik darah penghabisan. "Ia akan bertahan karena sadar betul bahwa kepergiannya akan berarti bunuh diri baginya, maka ia akan bertahan hingga akhir."

Mengenai wacana pengiriman pasukan perdamaian Rusia ke Syria, menhan mengatakan hal itu adalah wewenangnya Presiden dan belum menjadi isu yang penting saat ini.


CLINTON PUTUS ASA DENGAN PEMBERONTAK YANG DIDUKUNGNYA

Berbeda dengan Rusia yang optimis dengan regim Syria yang didukungnya, Amerika justru merasa putus asa dengan para pemberontak yang didukungnya. Hal tersebut terungkap dalam pernyataan menlu Amerika Hillary Clinton di sela-sela kunjungannya ke Kroasia, Rabu (31/10).

"Ada banyak laporan yang mengganggu tentang keberadaan para eksremis yang berupaya mengambil alih revolusi melawan pemerintah Syria untuk kepentingan mereka sendiri," kata Clinton. Untuk itu ia mendesak oposisi Syria untuk melawan upaya para ekstremis untuk membajak revolusi.

Clinton menyatakan bahwa organisasi payung kelompok-kelompok oposisi Syria dukungan Amerika dan barat, Syrian National Council (SNC) telah kehilangan legitimasinya sebagai "pemimpin gerakan oposisi".

"Mereka (SNC) boleh masuk dalam gerakan oposisi, namun oposisi harus menyertakan unsur-unsur dalam negeri Syria dan unsur-unsur lainnya," tambah Clinton.

Pernyataan Clinton ini selain menunjukkan keputus asaan Amerika setelah hampir 20 bulan upayanya menggulingkan Bashar al Assad tidak menunjukkan kemanjuan. Pernyataan tersebut juga bisa dilihat sebagai cara Amerika membersihkan diri dari citra buruk yang kini melekat pada gerakan pemberontakana di Syria sebagai pemberontakan para teroris.



REF:
"West call for Assad departure daydreaming: Russia"; Press TV; 31 Oktober 2012
"Clinton Worried about Dispersed Syria Opposition"; almanar.com.lb; 1 November 2012


No comments: