Thursday, 5 November 2015

George Soros, Krisis Pengungsi Eropa, Yaman dan ISIS

Indonesian Free Press -- IFP pernah menulis bahwa krisis pengungsi Eropa yang berasal dari wilayah konflik Timur Tengah merupakan rekayasa 'penguasa kegelapan' untuk menghancurkan Eropa melalui marginalisasi budaya dan identitas Eropa.

Kemarin IFP menerima informasi bahwa sebuah acara keagamaan Kristen di Jerman dibatalkan dengan alasan 'tidak ingin menyinggung perasaan para pengungsi'.

Inilah yang dimaksud dengan marginalisasi budaya dan identitas Eropa. Bagaimana jika rakyat bangsa-bangsa di Eropa tidak lagi merasa sebagai bangsa Eropa, melainkan sebuah bangsa baru yang 'tidak mengenal ras, budaya dan agama' yang selama ini meraka yakini? Pada saat ini mereka tidak akan lagi peduli jika negara mereka dikuasai 'orang-orang asing' dan mereka hanya menjadi warga negara kelas dua.

Proyek marginalisasi bangsa-bangsa Eropa telah dimulai dengan dibentuknya Uni Eropa yang dahulu bernama Masyarakat Ekonomi Eropa. Menggunakan berbagai jalur, termasuk olahraga sepakbola, jutaan imigran dari negara-negara Asia dan Afrika memasuki Eropa dengan leluasa. Dan konflik di Timur Tengah semakin mendorong arus imigrasi ke Eropa.

Terkait dengan krisis pengungsi di Eropa akhir-akhir ini, Perdana Menteri Hungaria Victor Orban dengan blak-blakan menuduh zionis George Soros sebagai salah satu dalang timbulnya krisis ini. Dalam wawancara dengan Bloomberg Business baru-baru ini Orban mengatakan:

"Namanya (George Soros) mungkin adalah contoh paling nyata dari mereka yang mendukung segala yang telah membuat lemah negara-negara. Merkea mendukung segala yang mengubah nilai-nilai tradisional dan gaya hidup Eropa. Para aktifis yang mendukung arus imigran pada dasarnya telah menjadi bagian dari jaringan penyelundup manusia internasional."

Pernyataan keras Orban itu dikeluarkan setelah ia mendapat kecaman keras dari organisasi-organisasi sosial dan kemanusiaan 'binaan' George Soros karena sikapnya menolak kedatangan para imigran.

Yang lebih mengejutkan lagi adalah respon Soros atas serangan Orban itu. Dalam email yang dikirimkannya ke Bloomberg menanggapi pernyataan Orban, Soros dengan terang-terangan mengatakan bahwa agendanya adalah 'melindungi para pengungsi tanpa mempedulikan identitas dan eksistensi sebuah negara'.

"Misi kami dalam melindungi para pengungsi menganggap perbatasan sebuah negara sebagai suatu halangan," kata Soros.

Soros adalah orang yang juga telah dituduh oleh mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad sebagai orang yang bertanggungjawab menghancurkan ekonomi negara-negara Asia Timur, terutama Indonesia, pada Krisis Moneter tahun 1997-1998, yang membuka pintu bagi munculnya Gerakan Reformasi.

Lalu apa kaitannya George Soros dengan fenomena kemunculan ISIS di Suriah dan Irak?

Tertangkapnya perwira tinggi Israel di Irak baru-baru ini (silakan baca di sini) telah membongkar banyak konspirasi 'penguasa kegelapan' di dunia akhir-akhir ini.

Seperti dilaporkan Intellihub dan Veterans Today hari Rabu (3 November) Brigjen Yossi Elon Shahak (kantor berita Iran FARS menyebutkan pangkatnya adalah Kolonel) yang tertangkap di Irak itu adalah anggota pasukan elit Israel Brigade Golani, yang ditugaskan untuk membantu operasi militer kelompok ISIS, dengan misi utama menghancurkan peninggalan-peninggalan bersejarah di Irak dan Suriah. Tujuan akhir misi itu, tulis Veterans Today, adalah mempersiapkan munculnya 'Satan' (atau 'Dajjal' dalam pemahaman Islam) di wilayah Timur Tengah untuk menguasai dunia.

"Lebih jauh, mereka menjalankan sel-sel 'tidur' dengan bekerjasama dengan koalisi para pengkhianat untuk menghancurkan apa yang masih tertinggal di Timur Tengah. Tujuan akhirnya adalah kehancuran total bagi munculnya Setan dari lubang hitam yang akan menguasai dunia," tulis Veterans Today.

Dari interogasi terhadap perwira Israel yang diduga dilakukan aparat inteligen Iran itu terungkap bahwa keterlibatan dirinya dan agen-agen keamanan Israel di Irak dan Suriah adalah untuk menjamin bahwa ISIS berjalan di dalam koridor yang ditetapkan Israel dalama mewujudkan rencananya di Timur Tengah.

Di antara rencana itu adalah menghancurkan semua monumen dan tempat-tempat bersejarah dilanjutkan dengan pencurian dan penjarahan terhadap situs-situs bersejarah Islam untuk menghancurkan warisan budaya Islam dan Arab.

Brigjen Shahak manambahkan bahwa Israel mengendalikan ISIS untuk melakukan kejahatan-kejahatan dengan slogan agama demi mengeliminasi seruan-seruan perdamaian di antara kelompok-kelompok dan mazhab-mazhab agama. Selain itu aksi-aksi keji ISIS ditujukan untuk menimbulkan kepanikan negara-negara Uni Eropa dan kebencian terhadap Islam. Sedangkan arus pengungsi dari Timur Tengah ke Eropa yang dikampanyekan oleh George Soros merupakan bagian dari upaya adu domba antar peradaban, yaitu antara barat-Kristen dengan Islam. Pada saat kedua pihak itu hancur, Israel menjadi satu-satunya pihak yang masih tegak berdiri.

Shahak juga menyebutkan bahwa isyu pertentangan Sunni-Shiah sengaja didorong untuk mewujudkan 'Rencana Pembagian Wilayah' melalui tiga tahap yang dimulai dengan Suriah, namun mengalami kegagalan di Irak setelah munculnya perlawanan rakyat.

Selain itu, menjadi bagian dari skenario adalah menciptakan perang di Yaman dengan menciptakan wilayah pendukung bagi wilayah konflik utama di Suriah. Ke Yamanlah pemberontak Suriah yang tengah terdesak diangkut dengan pesawat-pesawat Turki untuk di-'recharge'.

ISIS sendiri dirancang untuk menjadi 'kambing hitam' kekacauan di Suriah dan Irak, ketika penyelesaian politik mulai dijalankan meski sebenarnya tidak ada beda antara kelompok teroris itu dengan kelompok-kelompok pemberontak Suriah lainnya yang sama-sama dibina oleh CIA-Mossad-Saudi.(ca)

No comments: