Indonesian Free Press -- Peristiwa tertangkapnya seorang pangeran kerajaan Saudi di Lebanon saat berusaha menyelundupkan dua ton pil ekstasi 'Captagon' ke negaranya akhir Oktober lalu, mengingatkan pada mantan istri ke-sekian dari Raja Abdullah bin Abdul Aziz, dan putri-putrinya.
Putri al-Anoud al-Fayez dan ke-empat putrinya Hala, Maha, Sahar dan Jawaher, sempat menjadi berita internasional beberapa waktu yang lalu, dan menjadi sebuah kisah menarik bak cerita negeri dongeng di era modern. Karena perselisihan keluarga dengan Raja Abdullah, Putri al-Fayez, warga negara Lebanon yang berdarah Yordania itu harus meninggalkan istana dan kini tinggal dalam pengasingan di Inggris. Sementara ke-4 putrinya tinggal dalam tahanan rumah di Saudi dalam kondisi mengenaskan.
Kepada media Lebanon Al Manar dalam sebuah wawancara yang dilakukan pada bulan April 2014, Putri al-Anoud al-Fayez mengungkapkan bahwa permasalahan yang dihadapinya dan ke-empat putrinya bermula setelah ia menemukan adanya praktik-praktik penyiksaan terhadap para tahanan kerajaan. Di antara penyiksaan itu adalah pemberian obat-obatan yang merusak kesadaran para tahanan, selain penyiksaan dan berbagai bentuk pelecehan.
"Tahanan-tahanan yang mengalami masalah kejiwaan ditahan di sebuah klinik psikiatri. Mereka mendapat suntikan obat-obatan dan mengalami penyiksaan dan pelecehan," kata Putri Al Fayez kepada Al Manar.
Menyaksikan hal itu Putri Al Fayez dan putri-putrinya melakukan protes kepada Raja. Namun hal itu membuat Raja marah dan menahan Putri Al Fayez dan putri-putrinya. Mereka pun mendapat perlakuan seperti para tahanan dengan suntikan-suntukan obat-obatan.
"Para pelayan di istana terus menjejali anak-anak saya Maha dan Hala dengan obat-obatan. Sebagian pelayan menolak perintah dan dipecat. Sementara itu Jawaher dan Sahar berhasil menghindari obat-obatan dengan menolak pelayan masuk ke rumah," tambah Putri al-Fayez.
Dalam laporan yang dirilis France 24 pada bulan Agustus 2015 lalu, dua bocoran rekaman video dari penjara Briman di Jeddah yang diambil pada bulan Juni memperlihatkan beberapa tahanan yang menyuntikkan heroin ke tubuhnya sendiri. Pemerintah Saudi menyebut mereka hanya menyuntikkan 'insulin'.
Menurut laporan PBB tingkat ketergantungan obat-obatan di kerajaan Saudi mencapai angka 150 ribu orang dengan kelompok umur terbanyak antara 12 hingga 20 tahun sebanyak 70%. Namun yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa 10% murid sekolah dasar mengalami ketergantungan obat. Prosentase itu melonjak menjadi 33% pada anak-anak SMP (usia hingga 15 tahun) dan 38% pada anak-anak SMA (usia hingga 18 tahun).
Dan di antara obat-obatan yang beredar di Saudi, Captagon adalah yang paling populer. Menurut laporan PBB tahun 2013 dari seluruh Captagon yang disita di seluruh dunia lebih dari 30% atau sepertiganya berasal dari Saudi Arabia, sehingga obat-obatan jenis ini mendapat julukan "the excellent Saudi drug". Demikian seperti ditulis Press TV.
Pada tanggal 21 Mei 2012 kelompok Ansarullah di Yaman untuk pertama kalinya melakukan penangkapan Captagon di Provinsi Sa'ada. Sejumlah besar obat-obatan terlarang itu diangkut dari Saudi. Ansarullah mengklaim obat-obatan itu menjadi senjata Saudi untuk menghancurkan generasi muda Yaman.
"Ini adalah bagian dari tanggungjawab kami di hadapan Allah, karena ini adalah salah satu senjata yang sangat berbahaya yang digunakan musuh untuk menghancurkan generasi muda kami," kata jubir Ansarullah kala itu sebagaimana dikutip Al Manar.
Kala itu para penyelundup memasukkan ribuan pil ekstasi itu melalui kota pelabuhan Mocha di Provinsi Taaz, di bawah pengawasan pejabat korup Yaman, di antaranya anggota parlemen Othman Majli dan bandar narkoba terkenal Yaman kala itu, Mohammad al-Wayeli.
Setelah Revolusi 21 September 2014 yang mengantarkan kelompok Houthi ke puncak kekuasaan, aparat keamanan dan milisi nasionalis Yaman berhasil menggagalkan sejumlah besar upaya penyelundupan obat-obatan haram dari Saudi.
Kemudian, dalam film dokumenter BBC berjudul 'Captagon: Drug of the Syrian War', produsernya yang juga wartawan senior Lebanon Radwan Mortada menyebutkan nama "Abu Souss", tokoh pemberontak Suriah yang membangun pabrik-pabrik Captagon di Suriah dengan pasar tetapnya Saudi Arabia. Setelah terjadinya konflik sejumlah pabrik Captagon justru bermunculan di Suriah Timur yang dikuasai pemberontak.
Kepala Badan Penanggulangan Narkoba Lebanon Jendral Ghassan Shamseddine mengatakan kepada Al Manar bahwa pil-pil Captagon yang diproduksi di Suriah itu kemudian diselundupkan ke Lebanon sebelum diangkut ke Saudi Arabia. Tertangkapnya Pangeran Abdul Mohsen bin Walid bin Abdul Mohsen bin Abdul Aziz Al Saud di Bandara Beirut tanggal 26 Oktober lalu mengkonfirmasi pernyataan itu.(ca)
No comments:
Post a Comment