Sunday, 4 January 2009
QUO VADIS BARACK OBAMA?
“Saya ingin presiden terpilih, Barack Obama, mengatakan sesuatu atas krisis kemanusiaan yang saat ini tengah berlangsung di Gaza,” ungkap Cathy McKinney, mantan anggota Kongres Amerika dalam siaran televisi CNN 30 Desember 2008 lalu usai kapal misi kemanusiaan yang ditumpanginya, USS Dignity, yang berusaha menerobos blokade Israel demi membantu rakyat Palestina di Gaza, ditabrak dan ditembaki kapal perang Israel hingga harus balik haluan ke Lebanon.
Harapan itu juga menjadi harapan jutaan rakyat di seluruh dunia yang mencintai perdamaian, yang disematkan kepada Barack Obama, yang dalam kampanyenya mengusung slogan “Perubahan”. Namun Obama diam seribu bahasa dan lebih memilih berlibur di Hawai pada saat ratusan nyawa rakyat Palestina melayang dibom pesawat tempur Israel.
Amerika adalah negara terbesar dan paling berpengaruh di dunia. Setiap kebijakan ekonomi maupun politik yang dilakukan Amerika dipastikan akan berpengaruh besar terhadap konstelasi ekonomi politik global. Amerika yang menjadi patron Israel juga dipastikan dapat menghentikan setiap tindakan biadab Israel atas rakyat Palestina. Tidak mengherankan bila masyarakat dunia kini menaruh harapan pada Barack Obama untuk melakukan kebijakan politik internasional yang pro-perdamaian.
Dalam artikel terdahulu “Jangan Berharap Banyak pada Obama”, penulis telah mencoba menganalisa prospek ekonomi Amerika dan dunia di bawah kepemimpinan Obama. Dan dalam artikel ini penulis akan mencoba menganalisa prospek keamanan dunia dengan Obama sebagai presiden Amerika.
Dalam tulisan terdahulu penulis telah sedikit menyinggung prospek perdamaian Timur Tengah yang suram dengan dipilihnya Rahm Emmanuel, seorang zionis sejati yang berperangai kasar sebagai Kepala Staff Gedung Putih. Kini prospek perdamaian itu bahkan semakin suram dengan terpilihnya beberapa orang yang dikenal sebagai militeris imperalis pro-Israel sebagai pembantu-pembantunya: Hillary Clinton (Menlu), James Jones (Penasehat Keamanan Nasional), dan Robert Gates (Menhan). Hal inilah yang mungkin menyebabkan Barack Obama memilih diam seribu bahasa atas krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza.
Pemilihan “the three musketeers” tersebut di atas, plus super-zionis Dennis Ross sebagai pejabat kabinet Barack Obama, menjadi sinyal kuat bahwa Obama bakal meneruskan mainstream kebijakan politik luar-negeri Amerika yang militeris-imperialis pro-zionis yang telah dirintis para pendahulu Obama. Jauh dari gembar-gembor media massa utama Amerika yang menyebut mereka sebagai “berpengalaman” dan “kompeten”.
“Amerika memerlukan upaya baru untuk mengukuhkan diri di atas dunia (a new effort to renew America’s standing in the world)” kata Hillary Clinton usai penunjukan dirinya sebagai menlu oleh Obama, mengindikasikan kebijakan politik luar negeri Amerika yang akan dilaksanakannya, yaitu dominasi (imperalisme) Amerika atas dunia. Sama seperti saat sebagai anggota Senat ia mendukung suaminya, Presiden Bill Clinton, memerintahkan penyerbuan Amerika atas Yugoslavia dan Kosovo di tahun 1990-an, mendukung Presiden George W Bush atas penyerbuan Amerika ke Irak tahun 2003, mendukung penyerbuan Israel ke Lebanon tahun 2006, serta mengancam akan menghancurkan Iran.
Hillary adalah “penasihat spiritual” suaminya Bill Clinton, presiden yang terkenal sangat pro-zionis Yahudi. Pada masa kepemimpinan sang suami pemerintahan Amerika dikuasai oleh zionis Yahudi dimana lebih dari separoh anggota kabinet Bill Clinton berdarah Yahudi. Bill Clinton juga pernah membuat “kebijakan” yang sangat kontroversial: memberi kewarganegaraan (naturalisasi) kepada Martin Indyk, seorang zionis Yahudi asal Inggris di hari pertama pemerintahannya. Selanjutnya Indyk diangkat sebagai pejabat Dewan Keamanan Nasional dan terakhir menjadi seorang duta besar Amerika di Israel (Michael Collins Piper dalam bukunya High Priest of War).
Jendral James Jones yang dipilih Obama sebagai Penasihat Keamanan Nasional dikenal sebagai perancang dan operator “pembinaan” tawanan perang di Abu Ghraib dan Guantanamo yang sangat tidak manusiawi. Ia pendukung kuat kebijakan ekspansi militer “troop surge” di Irak, mengkampanyekan penggelembungan anggaran pertahanan, dan mendukung kebijakan militerisme domestik Amerika. Ia juga dikenal sebagai jendral bisnis karena hubungan dekatnya dengan para industrialis senjata Amerika.
Adapun Robert Gates yang dipilih Obama untuk meneruskan posnya sebagai Menteri Pertahanan yang dipegang sejak pemerintahan George “si gila perang” W. Bush, adalah pendukung kuat kebijakan militer unilateral (tanpa kompromi), dan perang global tak terbatas (unlimited and universal imperial warfare). Meski satu demi satu negara pendukung penyerbuan Amerika atas Irak manarik pasukannya di Irak hingga hanya tinggal lima negara saja (dari awalnya 35 negara), meski sebagian besar rakyat Amerika menentang Perang Irak, dan bahkan setelah perjanjian keamanan Amerika-Irak memerintahkan Amerika hengkang dari Irak pada tahun 2012, Gates adalah seorang pejabat yang bersikeras untuk mempertahankan pasukan Amerika secara permanen di Irak.
Isu tentang “pengalaman” yang dihembuskan media massa Amerika atas pemilihan para pejabat keamanan Amerika itu menimbulkan dua pertanyaan: pertama pengalaman terkait dengan kebijakan pilitik apa di masa lalu dan kedua pengalaman terkait dengan kebijakan politik apa yang akan dilaksanakan di masa depan. Semua pengalaman para pejabat itu terkait dengan kebijakan politik perang imperalisme Amerika dan zionisme Israel dan itu akan terulang saat mereka menjalankan pemerintahan Amerika setelah pelantikan Barack Obama.
Isu tentang “kompetensi” menimbulkan pertanyaan: kompetensi di bidang apa? Kenyataannya ketiga pejabat telah menunjukkan ketidakmampuannya dengan menyeret Amerika ke dalam kebijakan perang imperalis yang sangat mahal dan kini tengah menuju ke jurang kekalahan menyakitkan: harus hengkang dari Irak setelah kehilangan 4.000 lebih tentara dan menghabiskan $3 triliun, kehilangan sekutu kuat di Lebanon, Somalia dan Pakistan, kalah melawan Rusia dalam kasus petualangan Georgia di Ossetia, kehilangan pengaruh nyaris total di Amerika Latin, serta harus berkubang darah di Afghanistan.
Di sisi lain semangat anti-Amerika justru mengalami momentum: Rusia, Iran, Venezuela, dan Korea Utara muncul sebagai kekuatan yang mampu menggerogoti pengaruh Amerika. Rusia bahkan berani unjuk lengan terhadap Amerika. Setelah menggulung pasukan Georgia (yang didukung Israel dan Amerika) di Ossetia, Rusia mengirimkan kapal perang dan pesawat pembom strategis ke Venezuela. Rusia juga dikabarkan tengah menggelar sistem pertahanan udara canggih di Iran.
Dipandang dari segi strategi geo-politik, ketiga pejabat tersebut di atas juga telah melakukan kebodohan yang sangat mendasar: mendukung secara membabi buta negeri kecil Israel dan meninggalkan 1,5 miliar umat Islam yang menguasai sebagian besar sumber alam dan mineral dunia. Mereka, di masa lalu dan juga akan dilakukan di masa mendatang, terus menerus mengobarkan perang terhadap umat Islam sebagaimana pernah dan tengah terjadi di Bosnia, Chencnya, Palestina, Afghanistan, Irak, Somalia, Lebanon, Filipina, Thailand Selatan. Peperangan-peperangan itu, sebagaimana sejarah membuktikan, tidak akan pernah dapat dimenangkan oleh Amerika.
Boleh jadi saat ini 1,5 miliar umat Islam di seluruh dunia dapat dibodohi oleh Amerika melalui para rejim korup antek Amerika. Namun tidak di masa depan saat umat Islam tidak lagi dikuasai ilusi yang ditebarkan para bintang Hollywood dan Bollywood, Britney Spears, David Beckham, Olga “Bencong” Syahputra, Ahmad Dhani dan Cinta Laura Kiehl.
Bungkamnya Barack Obama sebenarnya menjadi tanda nyata bahwa kampanye “Perubahan” yang diusungnya adalah kebohongan besar, sama dengan kebohongan besar yang telah dilakukan pendahulunya George W. Bush yang menuduh Irak memiliki senjata pemushan massal. Bungkamnya Barack Obama juga menjadi tanda yang tidak dapat dibantah bahwa siapapun presiden Amerika, ia tidak lain hanyalah seorang “operator” dari agenda besar terselubung dari segolongan manusia yang selama ratusan tahun mengendalikan dunia untuk kepentingan sendiri di atas penderitaan rakyat dunia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment