Saturday, 26 September 2009

Agen Asing di Indonesia


Belum lama ini para politisi Indonesia diributkan dengan isu mengenai UU Kerahasiaan Negara. UU yang ditujukan untuk melindungi rahasia negara sekaligus melindungi kepentingan nasional itu ditentang dengan keras oleh tokoh-tokoh pers nasional dan juga tokoh-tokoh yang mengklaim diri sebagai pejuang demokrasi.

Kemudian kita menyaksikan sebuah drama komedi politik yang mengenaskan: Pemerintah tiba-tiba saja menarik RUU tersebut dari pembahasan sehingga membuat marah beberapa anggota DPR yang memperjuangkan RUU tersebut. Anggota DPR dari partai Bulan Bintang Ali Mochtar Ngabalin nyaris memukul seorang anggota DPR senior dari partai Demokrat pendukung utama pemerintah. Rekan Ali, Yusron Ihza Mahendra bankan mencak-mencak dengan menuduh para agen asing telah mengaborsi undang-undang tersebut dan memperingatkan bahaya yang dihadapi Indonesia jika undang-undang tersebut tidak diundangkan.

Kita juga melihat satu ironi dalam diri presiden SBY. Di satu sisi ia "keukeuh" membiarkan KPK digerogoti keberadaannya meski banyak kritikan ditujukan kepadanya karena sikapnya itu. Namun saat para para "pejuang demokrasi" menolak RUU Rahasia Negara, ia menuruti bulat-bulat kemauan mereka. Ini menimbulkan skeptisme yang cukup besar bahwa kalau untuk kepentingan asing SBY akan bertindak tanpa pikir panjang. Sama seperti orang skeptis melihat tingkahnya berpidato dalam bahasa Inggris dalam satu acara yang ditujukan untuk rakyat Indonesia. Untuk siapa sebenarnya SBY bekerja? Untuk rakyat Indonesia atau untuk orang asing?

Saya jadi teringat dengan pernyataan Jendral Ryamizard Ryacudu saat menjadi KSAD beberapa tahun lalu bahwa di Indonesia terdapat tidak kurang dari 60.000 agen asing. Sebagai seorang pimpinan TNI pernyataan tersebut tentunya bukanlah sekedar omong kosong. Meski Ryacudu tidak menunjuk orang, ia pasti setuju dengan pendapat saya bahwa mereka eksis sebagai tokoh pers, birokrat, aktivis LSM, eksekutif dan profesional top, hingga tokoh agama.



Keterangan gambar: Tokoh neocons yahudi Paul Wolfowitz berfoto bersama beberapa orang "tokoh nasional" dalam sebuah acara di Indonesia. Tidakkah para "tokoh nasional" itu tahu bahwa Wolfowitz adalah seorang penjahat perang yang bertanggungjawab atas tewasnya ribuan rakyat muslim Afghanistan dan Irak? Apakah mereka akan tetap merasa bangga saat kedekatan mereka dengan Wolfowitz dipertanyakan malaikat di akhirat kelak?

No comments: