Friday, 11 September 2009
WTC, PEARL HARBOUR BARU
Sebagian kecil publik Amerika saat ini telah mengetahui, berkat pengakuan seorang mantan pembantu dekat Presiden Rossevelt di media massa independen, bahwa serangan Jepang terhadap Pearl Harbour tahun 1941 sebenarnya telah diketahui Amerika dan pemerintah Amerika memiliki waktu untuk mencegah tragedi tersebut terjadi. Namun hal itu tidak dilakukan karena pemerintah Amerika justru menantikan moment itu untuk menjadi alasan keterlibatan Amerika dalam Perang Dunia II.
Motif membiarkan diri diserang, dalam konteks yang lebih ekstrem lagi menciptakan penyerangan kepada diri sendiri untuk mendapatkan alasan untuk menyerang musuh, bukanlah sekedar isu yang dilontarkan para penganut theori konspirasi yang paranoid. Menjelang Tregedi WTC sebuah buku kontroversial karangan mantan wartawan James Bamford berjudul "Body Secrets" diluncurkan. Buku itu membuka fakta bahwa pada tahun 1961 sebuah komplotan yang dipimpin Kastaf Gabungan Amerika, Jendral Lyman Lemnitzer, lagi-lagi berdarah Yahudi, merencanakan sebuah skenario aksi teroris di tanah Amerika dan menuduh Kuba sebagai dalangnya sebagai alasan untuk menyerang negeri komunis tersebut.
Dalam bukunya itu Bamford menulis: “Menurut dokumen-dokumen yang berhasil didapatkan, Lemnitzer dan para kepala staff membuat rencana rahasia untuk menyerang pangkalan angkatan laut Amerika di Teluk Guantanamo, Kuba dan kemudian menyalahkannya kepada Presiden Kuba Fidel Castro. Percaya bahwa Kuba telah melakukan serangan terhadap Amerika, rakyat Amerika akan mendukung Amerika terlibat dalam perang berdarah di Laut Karibia. Dan setelah semuanya itu terjadi siapa akan percaya pada pernyataan Castro tentang konspirasi jahat yang dilakukan Amerika.”
Proposal yang diajukan hanya beberapa saat sebelum Presiden Kennedy menduduki kursi kepresidenan diimplementasikan dalam sebuah peristiwa yang dikenal dalam sejarah sebagai “Insiden Teluk Babi” dimana beberapa elemen militer, CIA, mafia, dan pemberontak Kuba di Amerika melakukan invasi ke Kuba. Invasi itu gagal karena Kennedy menolak rencana itu dan memerintahkan pesawat-pesawat Angkatan Udara kembali ke pangkalan.
Namun rencana invasi ke Kuba tidak mati seiring berjalannya waktu dan justru sang Presiden Kennedy sendiri yang tewas mengenaskan dalam sebuah peristiwa tragis yang memalukan bangsa Amerika. Lemnitzer yang oleh Kennedy sempat disingkirkan dari kursinya sebagai kepala staff gabungan tetap melanjutkan misinya dengan menyusun rencana baru dengan nama “Operasi Northwood”.
Mengenai operasi ini Bamford menulis: “Operasi yang telah mendapat persetujuan kastaf gabungan dan para kepala staff ini dimulai dengan penembakan beberapa warga Amerika di jalanan, disusul penenggelaman kapal-kapal pengangkut pengungsi Kuba, dan aksi-aksi teror di Washington DC, Miami dan tempat-tempat lainnya dan juga pembajakan beberapa pesawat. Dengan bukti berupa sebuah rekaman penyadapan telepon yang direkayasa, semua kesalahan akan ditimpakan kepada Castro.”
Dan melihat begitu banyaknya keanehan seputar Tragedi WTC sangat wajar saja kalau sebagian orang (yang mau berfikir) mencurigainya sebagai sebuah skenario rahasia. Apalagi bila kita setback ke belakang, terjadi beberapa kejadian yang seolah mempersiapkan Tragedi WTC terjadi.
Pada tanggal 3 Juni 1997 pada masa kepresidenan Bill Clinton, beberapa tokoh neo-konservatif termasuk Donald Rumsfeld (menteri pertahanan kabinet Presiden George W Bush), Dick Cheney (Wapres Presiden George W Bush), dan Paul Wolfowitz (deputinya Rumsfeld, mantan dubes Amerka di Indonesia), mengeluarkan pernyataan bersama berjudul “Statement of Principles”. Dalam statemen itu diungkapkan desakan perlunya Amerika meningkatkan kekuatan militernya, meski Amerika relatif sudah tidak mempunyai musuh kuat setelah Uni Sovyet runtuh, untuk menjamin tidak ada negara dan kekuatan manapun yang berani menentang kepentingan Amerika.
Pada bulan September 2000 sebuah rencana atau usulan berjudul “Rebuilding America’s Defence: Strategies, Forces and Resources for the New Century” diajukan oleh para tokoh neo-konservatif yang tergabung dalam Project for American Century. Usulan itu mendesak perlunya kontrol militer Amerika atas Teluk Persia. Untuk mencapai tujuan itu maka Amerika harus memiliki kemampuan untuk berperang di beberapa tempat sekaligus. Untuk itu Amerika harus melakukan transformasi dan pembangunan militer besar-besaran.
Dokumen itu dengan terus terang menyebutkan: “Proses pembangunan militer itu akan berlangsung lama, melalui beberapa bencana dan kejadian-kejadian besar seperti Pearl Harbour baru.”
Pada tahun 1991, usai Perang Teluk I, Dick Chaney mengedarkan sebuah dokumen yang disusun oleh Paul Wolfowitz (Tempo dan majalah adiknya, Matra serta media-media massa nasional pernah dengan bangga mewawancarainya secara eksklusif) yang mendesak Amerika mengubah prinsip kebijakan luar negerinya dari yang semula mengandalkan kerjasama dengan sekutu-sekutu tradisionalnya menjadi prinsip unilateralisme, yaitu bertindak sendiri sesuai kepentingan Amerika. Dokumen itu juga mendesak Amerika untuk menyerang Irak pada tahun 2003. Namun dokumen itu bocor ke pers sehingga Presiden George Bush Sr, yang tidak siap dengan kebijakan tersebut, menjauhkan diri dari para tokoh neo-konservatif. Akibatnya ia kalah dalam pemilu selanjutnya.
Meski demikian putra sang mantan presiden, George W. Bush ternyata siap memanggul misi para tokoh neo-konservatif hingga ambisi menyerang Irak pun terlaksana, tentunya setelah melalui kejadian besar Tragedi WTC.
Jauh sebelumnya, pada tahun 1975 sebuah buku berjudul The Arabs: Their History, Aims, and Challenge to the Industrialized World karya penulis Amerika pro-zionist, Thomas Kiernan, diluncurkan. Buku itu mengutip pernyataan zionist Henry Kissinger yang mengatakan bahwa koflik Timur Tengah bagaikan pembangunan piramida terbalik yang ditopang oleh pilar yang disangga oleh negara-negara di seluruh dunia. Semakin tinggi piramid itu dibangun, semakin besar beban yang ditanggung oleh pilar-pilar penyangga. Pada suatu saat, saat beban yang ditanggung sudah tidak tertahan, ada dua kemungkin yang terjadi: negara-negara penyangga pilar akan melepaskan pilar tersebut atau pilar tersebut akan patah dan piramid pun runtuh. Namun demikian dari keruntuhan piramid itu akan membuahkan solusi baru dan konflik berkepanjangan pun akan terlupakan. Selanjutnya “Barat” dan “Timur” pun mengemas meja pesta. Itu pun jika masih ada istilah “Barat” dan “Timur”.
Kissinger meyebutkan “Barat” dan “Timur”. Apalah itu merujuk pada clash of civilization antara dunia Islam dan Barat yang diproklamirkan oleh penulis, lagi-lagi Yahudi, Samuel Huntington? Dan apakah konflik Timur Tengah adalah sebuah skenario global untuk mewujudkan tatanan dunia baru dengan Amerika sebagai penjaga keamanan bagi kepentingan Yahudi? Insya Allah itu benar.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment