Saturday, 5 September 2009

Pakistan Kembali Menjadi Negara Jajahan. Indonesia?



Keterangan gambar: Konvoi kendaraan militer Amerika meninggalkan pelabuhan Port Qasim dan aktifitas anggota tentara bayaran Blackwater di Peshawar.


Baru-baru ini di pelabuhan Port Qasim, Pakistan sejumlah besar perlengkapan militer Amerika dibongkar. Selanjutnya dengan pengawalan ketat, perlengkapan itu diangkut ke dua kota utama Pakistan, Islamabad dan Peshawar.

Berita tersebut menambah kuat desas-desus di Pakistan bahwa Amerika, dengan dukungan regim pemerintahan Pakistan, tengah berusaha membangun pangkalan militer di Pakistan, menempatkan negara Pakistan sebagai koloni Amerika sekaligus menghancurkan pondasi negara yang telah merdeka sejak tahun 1947.

Sebelum kedatangan perlengkapan militer tersebut di Islamabad dan Peshawar telah tampak kesibukan luar biasa dari para personil kedutaan besar Amerika di Pakistan dengan kendaraan militer jeep Hummer. Amerika kini tengah membangun kedutaan besar baru yang lebih mirip sebagai benteng di Islamabad, tidak jauh dari pusat pemerintahan Pakistan.

Selain itu beberapa sumber inteligen militer Pakistan juga menyebutkan kedatangan 1.000 personil marinir Amerika plus tentara bayaran Blackwater untuk mengamankan proyek-proyek pembangunan kedutaan besar dan empat konsulat Amerika di Pakistan.

Meski tidak ada penjelasan resmi dari pemerintah Amerika maupun pemerintah Pakistan, namun pembangunan besar-besaran kantor kedutaan besar Amerika dan kantor-kantor konsulat serta kedatangan personil dan perlengkapan militer Amerika secara besar-besaran tidak bisa diartikan lain kecuali bahwa Pakistan telah mulai jatuh menjadi negara koloni Amerika, bukan lagi negara berdaulat penuh sebagaimana diperjuangkan para pendiri bangsa.

Gambar di atas menunjukkan sejumlah jeep Hummer militer Amerika keluar dari pelabuhan Port Qasim, Karachi. Gambar tersebut diambil secara diam-diam oleh inteligen Pakistan tgl 19 Agustus lalu. Gambar satunya lagi adalah aktifitas personil tentara bayaran Blackwater di Peshawar.

Bukti semakin tingginya aktivitas militer Amerika di Pakistan adalah ditangkapnya empat orang bersenjata otomatis yang diduga kuat adalah anggota tentara bayaran Blackwater, di ibukota Islamabad. Keempat personil tersebut ditangkap di sektor G-9 Islamabad tgl 29 Agustus. Meski memiliki kartu keanggotaan sebagai staff kedutaan Amerika, membawa senjata otomatis di tempat umum adalah tindakan terlarang.

Keempatnya ditangkap oleh polisi yang menghentikan kendaraan mereka dan memeriksanya. Setelah menjalani interogasi di pos polisi, keempatnya dilepaskan kembali setelah dua perwira tentara tiba dan mengancam para polisi dengan konsekwensi berbahaya jika tidak melepaskan mereka.

Keberadaan personil militer Amerika yang beroperasi secara aktif di Pakistan telah menjadi isu menarik akhir-akhir ini. Keberadaan mereka sering menimbulkan masalah, terutama dengan cara mereka mengemudi di jalan raya yang ugal-ugalan dan tingkah polah mereka yang kasar.

Baru-baru ini di Islamabad terjadi dua insiden yang melibatkan personil Amerika tersebut. Dalam kedua kasus itu personil diplomatik bersenjata Amerika itu menghina secara verbal maupun fisik polisi Pakistan. Karena indiden tersebut media-media massa Pakistan bahkan menurunkan tulisan menuntut pengusiran para personil diplomatik bersenjata Amerika dari Pakistan. Namun pemerintah Pakistan yang sangat pro-Amerika menolak mengambil tindakan apapun.

Dalam aktifitasnya, Amerika telah merekrut para pensiunan militer Pakistan secara diam-diam. Seorang profesor yang aktif menentang program nuklir Pakistan, juga telah direkrut sebagai konsultan. Secara moral dan hukum seorang pegawai atau personil militer dilarang menjadi pegawai pemerintahan asing. Namun dalam kasus pemerintahan Pakistan yang lemah, hal ini terjadi secara massal.

Ada analisis yang menyebutkan bahwa kehadiran militer Amerika di Pakistan dengan payung isu terorisme merupakan keinginan para politisi Pakistan yang khawatir kehilangan kekuasaan. Paska pemilu tahun 2008 gairah publik terhadap pemerintahan sipil terasa menurun tajam, terutama setelah terjadinya berbagai polemik politik di antara para politisi. Kegagalan pemerintah menghentikan aksi-aksi militer Amerika atas warga Pakistan di perbatasan Afghanistan juga menambah ketidak percayaan publik terhadap pemerintahnya. Hal ini tentunya menjadi alasan kuat kemungkinan terjadinya aksi kudeta militer terhadap pemerintah. Kekhawatiran itulah yang menjadi alasan mereka mengundang Amerika.

Amerika telah menghabiskan hampir $1 miliar untuk membangun kedutaannya di Islamabad. Jika selesai, gedung ini akan menjadi gedung kedutaan Amerika paling besar di dunia, mengalahkan kedutaan besarnya di Baghdad yang menghabiskan dana $700 juta. Ironisnya para politisi, baik kubu pemerintah pimpinan Presiden Zardari maupun kubu oposisi pimpinan mantan PM Nawaz Sharif diam seribu bahasa atas pembangunan gedung kedutaan yang luar biasa besar itu.

Mungkinkah hal seperti itu juga terjadi di Indonesia?

Sebagai warga negara yang menghormati para pahlawan pejuang kemerdekaan, tentu saya sangat menolak hal seperti itu terjadi di Indonesia. Tapi saya juga harus realistis, pemerintahan kita saat ini, sebagaimana pemerintahan sebelumnya paska Reformasi adalah pemerintahan yang lemah. Jangankan menghadapi Amerika, menghadapi Malaysia, GAM, OPM dan perusuh Timor Leste saja kita "keok".

Apalagi jika mengingat pidato kemenangan Presiden SBY yang disampaikan dalam bahasa Inggris. Saya khawatir beliau akan lebih banyak melayani Amerika dibandingkan rakyatnya sendiri sebagaimana mereka lebih memilih melayani para pemilik Bank Century dibandingkan rakyat.

No comments: