Sunday, 18 October 2009

PEMBUNUHAN USMAN BIN AFFAN


Usman bin Affan adalah seorang sahabat Rosul yang memiliki keistimewaan di mata umat Islam pada masanya. Selain termasuk sahabat yang mula-mula masuk Islam, ia adalah istri dari dua putri Rosulullah (yang satu menggantikan satunya yang meninggal) serta terkenal dengan kedermawanannya dalam membela Islam. Ketika menjabat sebagai khalifah, melalui komandan-komandan militer pilihannya beliau berhasil menaklukkan maghribi (Afrika Utara). Dan pada masa kepemimpinannya pula Al Qur'an berhasil dikodifikasi dan distrandarisasi.

Pada saat menjadi khalifah tahun 24 H, beliau sudah berumur 70 tahun dan itu menambah kepercayaan umat Islam terhadapnya yang menyangka beliau akan semakin dermawan dan bijaksana dengan keuzurannya.

Sementara itu kalangan ahlul bait (keluarga Rosul) dan kerabat Rosul (Bani Thalib dan Bani Hasyim) pimpinan Ali bin Abi Thalib pun ridho dengan kepemimpinan Usman, meski awalnya kecewa dengan mekanisme pemilihan khalifah yang telah menyingkirkan mereka dari kepemimpinan umat.

Namun harapan umat terhadap Usman ternyata sia-sia belaka. Usman menunjukkan kelemahan kepemimpinan yang parah sehingga secara de facto ia dikendalikan oleh keluarga dan kerabatnya. Akibatnya adalah pemerintahan sangat diwarnai dengan semangat KKN yang luar biasa gamblangnya. Usman mengangkat kerabatnya sendiri sebagai para pejabat penting seperti menteri, gubernur dan panglima perang, menggantikan para pejabat yang telah diangkat oleh pendahulunya, Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Padahal dalam sumpahnya saat pemilihan khalifah, ia berjanji akan mengikuti kebijakan pendahulunya tersebut. Namun terhadap para pejabat yang juga kerabatnya, ia mempertahankan posisi mereka seperti Muawiyah yang menjadi gubernur Syria. Tidak hanya itu, ia juga mengambil alih aset-aset dan hak publik (baitul mal) untuk dibagi-bagikan kepada kerabat-kerabatnya semata.

Di antara pejabat yang diangkat Usman adalah Abdullah bin Sa`d bin Abi Sarh, saudara sesusuan Usman yang diangkat menjadi gubernur Mesir. Ia adalah seorang yang dijatuhi hukuman pengasingan oleh Rosul paska penaklukan Mekkah karena permusuhannya yang mendalam terhadap Rosul sebelum penaklukan Mekkah. Pendahulu Usman, Abu Bakar dan Umar bin Khattab tidak berani mengubah status hukuman tersebut, namun tidak bagi Usman. Sebenarnya masih menjadi toleransi umat jika Abdullah bersikap baik. Namun sebaliknya ia bersikap aniaya. Selain suka menghukum fisik rakyatnya, ia juga pemabuk. Dalam satu riwayat disebutkan ia mengimani sholat subuh dalam keadaan mabuk hingga jumlah rakaatnya menjadi empat.

Namun yang lebih menyakitkan umat adalah Usman dan kerabat-kerabatnya juga melakukan praktik-praktik kekerasan dalam menjalankan pemerintahannya terhadap pihak-pihak yang berselisih dengannya. Sebagai contoh Ammar bin Yassir pernah dipukul perutnya hingga tulang iganya patah. Abdullah bin Mas'ud dipukuli hingga babak belur. Muhammad bin Abu Bakar pernah mengalami percobaan pembunuhan. Abu Dzarr dan keluarganya dibuang ke gurun tandus hingga meninggal kehausan dan kelaparan.

Padahal mereka semua adalah sahabat-sahabat terdekat Rosulullah. Ammar bin Yassir adalah sahabat yang telah dijanjikan surga oleh Rosulullah karena pengorbanannya yang tidak terkira terhadap Islam. Demikian juga dengan Abu Dzarr, muslim pertama yang mengumumkan keisalamannya secara terbuka hingga mengundang orang-orang kafir Quraisy untuk mengeroyoknya beramai-ramai hingga nyaris tewas.

Perlu diketahui bahwa budaya tribalisme masih sangat kuat di kalangan bangsa Arab, apalagi di jaman dahulu. Penganiayaan terhadap seorang anggota suku apalagi pemimpinnya, akan membuat semua anggota suku dan anggota suku-suku sekutunya menaruh dendam kesumat kepada penganiayanya. Dalam hal ini Bani Ghifar (suku Abu Dzarr), Bani Makhzum (suku Ammar bin Yasir), Banu Zuhrah (sekutu Bani Makhzum), Banu Taym (suku Muhammad bin Abu Bakar), Banu Hudhayl (suku Abdullah bin Mas'ud) adalah beberapa suku yang membenci Usman bin Affan.

Tidak hanya penduduk Madinah, Muhajirin dan Anshar, penduduk luar kota juga membenci Usman karena penindasan yang dilakukan para pejabat kerabat Usman di wilayah mereka. Hingga saat kondisi sudah tidak tertahankan lagi oleh umat, masyarakat dari luar kota seperti Basrah, Kufah dan Mesir berkumpul di Madinah untuk melakukan aksi demonstrasi. Aksi ini tentu saja dilakukan melalui sebuah rencana bersama penduduk Madinah.

Aksi demo tersebut tidak dimaksudkan untuk menurunkan Usman dari kursi khalifah, apalagi untuk membunuhnya meski sebagian dari mereka diliputi kebencian yang besar terhadap Usman. Mereka sekedar menuntut agar Usman mengubah kepemimpinannya dan lebih memperhatikan kepentingan rakyat dibandingkan kerabatnya sendiri. Namun Usman menanggapinya lain. Ia merasa sangat terancam dengan aksi demonstrasi tersebut dan bermaksud untuk menindasnya dengan kekerasan. Dan setelah menyadari dirinya tidak mendapat dukungan penduduk Madinah kecuali kerabatnya Bani Umayah, ia mengirim surat kepada Muawiyah untuk mengirimkan tentara Syria ke Madinah. Namun Muawiyah mengabaikan permintaan Usman.

(Muawiyah memiliki pertimbangan sendiri. Kedudukannya saat itu belum terlalu kuat untuk menentang penduduk Madinah. Membenturkan diri dengan kekuatan penduduk Madinah akan membuatnya hancur bersama Usman. Dengan sabar namun aktif, ia menunggu saat yang tepat. Paska kematian Usman dan pengangkatan Ali sebagai khalifah, ia memprovokasi Aisyah, Thallah dan Zubeir untuk memberontak terhadap Ali. Dan kemudian setelah Ali menderita kelelahan setelah Perang Jamal yang menelan korban puluhan ribu umat Islam, Muawiyah baru turun dari kursinya untuk merebut kekuasaan).

Menyadari aksi demo biasa tidak membuahkan hasil, para demonstran mulai melakukan tindakan anarki dengan mengepung rumah Usman. Namun mereka masih membiarkan Usman pergi ke masjid untuk sholat berjemaah. Namun setelah Usman mengutuki para demonstran di atas mimbar, ia dilempari dengan berbagai benda hingga terjatuh. Sejak saat itu para demonstran mengepung total rumah Usman.

Menyadari keadaan sudah di luar kendali, Usman kemudian meminta saran Ali bin Thalib. "Saya memberi kuasa penuh kepada Anda untuk menyelesaikan masalah ini. Apapun keputusan Anda saya akan menurutinya," kata Usman kepada Ali.

Ali kemudian menemui para demonstran dari Mesir yang paling keras tuntutannya untuk mengganti gubernur Abdullah bin Sa'd dengan Muhammad bin Abu Bakar, putra khalifah pertama Abu Bakar. Setelah mendapat jaminan bahwa para demonstran asal Mesir akan menghentikan aksinya jika tuntutan mereka dipenuhi, Ali segera menemui Usman dan menyampaikan perundingannya dengan para demonstran Mesir.

Usman menyetujui permintaan demonstran Mesir, namun bersikeras meminta waktu tiga hari untuk menetapkannya. Maka setelah mendapat jaminan Ali, sebagian demonstran kembali ke Mesir bersama Muhammad bin Abu Bakar. Sebagian lainnya berkemah di lembah Dhakhushub. Setelah tiga hari Usman akan mengirimkan surat pemecatan Abdullah bin Sa'd dan pengangkatan Muhammad bin Abu Bakar sebagai gubernur Mesir. Maka untuk sementara persoalan teratasi.

Sehari setelah delegasi Mesir bersama Muhammad bin Abu Bakar meninggalkan Madinah, orang kepercayaan sekaligus sekretaris Usman, Marwan ibn al-Hakam, (Usman pernah memberi hadiah 100.000 dinar uang baitul mal untuk pesta pernikahannya dengan anak perempuan Usman hingga sahabat Rosul Arqam mengundurkan diri dari jabatan bendahara baitul mal sebagai protes), mengatakan kepada Usman: "Memang baik orang-orang itu telah pergi. Namun untuk menghentikan aksi-aksi serupa dimana orang-orang dari kota lain berdatangan ke Madinah untuk melakukan demonstrasi, Anda harus mengeluarkan pernyataan yang bisa membuat mereka tidak lagi berdatangan ke sini. Pernyataan itu adalah bahwa para demonstran dari Mesir telah mendengar desas-desus yang tidak berdasar. Dan setelah mendapat penjelasan sebenarnya, mereka merasa puas dan kembali ke negerinya.

Awalnya Usman menolak untuk membuat pernyataan penuh kebohongan itu, namun Marwan mendesaknya terus hingga Usman pun akhirnya setuju. Dan di Masjid Nabawi sehari kemudian Usman membuat pernyataan publik sebagaimana disarankan Marwan. Maka gegerlah Madinah dengan kabar "kebohongan" Usman itu. "Bertobatlah hai Usman. Takutlah kepada Allah!" teriak orang-orang kepada Usman. Usman pun menyesal dengan apa yang telah ia lakukan dan menyatakan penyesalannya. Untuk menguatkan penyesalannya itu Usman menghadapkan wajahnya ke kiblat dan berdoa di hadapan orang-orang.

Setelah Usman kembali ke rumahnya, Ali menyusul untuk memberikan nasihat. "Mungkin sebaiknya Anda membuat pernyataan penyesalan terbuka atas semua tindakan-tindakan Anda di masa lalu yang menyakiti rakyat. Kalau tidak besok orang-orang dari kota-kota lain akan berdatangan dan Anda kembali harus menyeret saya untuk mengatasi mereka. Usman pun menuruti saran Ali dan kembali membuat pernyataan terbuka di Masjid Nabawi. Dalam pernyataannya itu ia menyatakan penyesalan atas tindakan-tindakannya di masa lalu dan berjanji akan lebih berhati-hati lagi dalam membuat kebijakan. Ia juga berjanji akan memberikan ganti rugi pada siapa saja yang telah dirugikan oleh tindakan-tindakannya di masa lalu.

Rakyat menyambut pernyataan tersebut dengan penuh haru. Air mata bercucuran di mata mereka karena harapan yang kembali muncul umat Islam akan mengalami kejayaan dan rakyat hidup dalam keadilan dan kemakmuran.

Namun lagi-lagi Usman menunjukkan kelemahan yang luar biasa. Setelah kembali ke rumah dan bertemu kembali dengan Marwan, ia tidak dapat menolak saran-saran Marwan, bahkan meski istrinya, Na'ilah, telah berusaha kuat untuk mencegah Usman terjebak dalam jebakan Marwan.

Marwan mengatakan: "Apa yang telah Anda katakan di masjid, dan penyesalan apa yang telah Anda berikan? Menurut pandangan saya, melakukan satu dosa seribu kali lebih baik daripada penyesalan itu karena betapapun besarnya satu dosa masih ada ruang untuk bertobat, namun penyesalan karena paksaan bukanlah penyesalan yang sebenarnya. Anda telah mengetakan apa yang Anda katakan. Tapi lihatlah konsekwensinya, orang-orang berkumpul di muka pintu rumah Anda. Maka silahkan Anda temui mereka dan penuhi tuntutannya.

Usman menjawab tidak kalah "culas": "Saya telah mengatakan apa yang saya katakan. Sekarang tugas Anda mengatasi mereka."

Maka Marwan pun keluar dari rumah Usman dan berkata kepada orang-orang: "Kenapa kalian berkerumun di sini? Apakah kalian akan menyerang atau menjarah? Ingat, kalian tidak akan dengan mudah mengambil kekuasaan yang berada di tangan kami (Bani Umayah). Buang jauh-jauh keinginan dalam hati kalian untuk mengalahkan kami. Kami tidak akan dikalahkan oleh siapapun. Enyahkanlah wajah-wajah hitam kalian dari sini. Allah telah menghinakan kalian!".

Maka kemarahan kembali melanda rakyat Madinah kepada Usman, dengan kemarahan yang berlipat ganda mengingat pengkhiatan berulangkali yang dilakukan Usman kepada mereka. Demikian juga halnya dengan Ali. Segera ia menemui Usman dan berkata: "Demi Allah. Sangat buruk apa yang telah Anda lakukan terhadap umat. Setidaknya Anda semestinya memenuhi pernyataan Anda sendiri. Selanjutnya saya tidak akan turut campur lagi dalam semua masalah yang Anda hadapi." Tidak lupa Ali mengingatkan Usman untuk tidak mendengarkan saran-saran Marwan.

Di sisi lain rombongan Muhammad bin Abu Bakar telah sampai di ujung semenanjung Arab di pinggir Laut Merah di tempat bernama Aylah saat mereka melihat seorang penunggang onta memacu ontanya seperti dikejar setan. Curiga dengan tindakan itu mereka menghentikan orang itu dan mengajukan beberapa pertanyaan. Melalui beberapa pertanyaan akhirnya orang itu diketahui sebagai seorang budak milik Usman yang akan bertemu dengan gubernur Mesir Abdullah bin Sa'd. Curiga dengan fakta tersebut mereka pun menggeledah budak itu untuk mencari surat rahasia yang mungkin dibawa, namun tidak menemukan apapun yang mencurigakan.

"Buka tempat minumnya!" kata Kinanah ibn Bishr at-Tujibi, selah seorang dari rombongan Muhammad bin Abu Bakar. Ketika orang-orang enggan melaksanakan perintahnya karena tidak membayangkan adanya selembar surat di dalam air, Kinanah berkata lagi: "Kita berurusan dengan orang-orang yang sangat cerdik." Maka tempat air orang itu pun dibuka dan ditemukan selembar surat di dalam tabung kedap air. Setelah dibuka mereka semua terhenyak. Surat berstempel khalifah Usman yang ditujukan kepada Abdullah bin Sa'd itu mengatakan: "Jika rombongan Muhammad bin Abu Bakr sampai di hadapanmu, bunuhlah si fulan dan si fulan, tangkap di fulan dan si fulan, dan penjarakan si fulan dan si fulan. Anda tetap dengan jabatan Anda."

Menyadari bahaya yang mengancam mereka, rombongan pun kembali ke Madinah. Sesampainya di Madinah mereka mengumpulkan semua tokoh masyarakat, termasuk pada sahabat Rosul untuk membahas kondisi yang dihadapi. Semuanya marah kepada Usman. Beberapa sahabat Rosul pun bergegas menemui Usman untuk mengklarifikasi surat rahasia yang ditemukan.

Kepada rombongan sahabat, Usman mengakui budak dan stempel yang ditemukan adalah miliknya, namun ia mengaku tidak mengetahui siapa yang membuat dan mengirimkan surat itu. "Demi Tuhan. Semuanya atas nama Anda, tapi Anda tidak mengetahui siapa pembuatnya. Jika demikian lemahnya Anda, tinggalkan jabatan khalifah agar urusan umat bisa ditangani oleh orang yang lebih mampu!"

Namun Usman menolak melepaskan jabatan. "Tidak mungkin saya melepaskan jabatan yang telah diamanatkan Allah kepada saya!" kata Usman seolah ia lupa bahwa ia telah melakukan berbagai trik untuk meraih jabatan khalifah, termasuk melakukan sumpah palsu dengan janjinya akan mengikuti Al Qur'an, Sunnah Rosul serta sunnah Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Padahal kebijakan pertama yang dilakukannya justru mengganti para pejabat yang diangkat Abu Bakar dan Umar dengan kerabatnya sendiri.

Para sahabat masih berusaha menghindari pertumpahan darah dengan melonggarkan tuntutan dengan imbalan Usman menyerahkan Marwan bin Hakam, orang yang dicurigai sebagai sang otak kejahatan. Namun Usman tetap menolak. Maka kerusuhan tidak dapat lagi dihindari saat orang-orang menyerbu rumah Usman tanpa dapat dicegah. Mereka mengepung rumah Usman dan bermaksud akan membakarnya.

Saat pengepungan itu terjadi, sahabat Rosul, Niyar bin `Iyad masih berusaha menyadarkan Usman dan berteriak di atas tembok. "Wahai Usman, demi Allah, hindarkan umat dari pertumpahan darah dan lepaskan jabatan khalifah!". Namun pada saat itu seorang pengawal rumah Usman melepaskan anak panah ke arah Niyar dan membunuhnya. Orang-orang pun berteriak meminta Usman untuk menyerahkan orang yang telah membunuh Niyar, tapi Usman menolak.

Orang-orang pun mulai membakar rumah Usman setelah gagal menerobos pengawalan para pendukung Usman yang terdiri dari keluarga Bani Umayah dan para budak. (Ada riwayat Ali bin Abi Thalib mengirimkan putra-putranya Hasan dan Husein untuk turut menjaga Usman. Demikian pula Zubeir bin Awwam yang mengirimkan putranya Abdullah bin Zubeir). Sahabat Rosul Amr bin Hazm al-Ansari yang rumahnya bersebelahan dengan rumah Usman membuka kebuntuan para pengepung dengan menawarkan rumahnya untuk digunakan menerobos rumah Usman. Orang-orang pun beramai-ramai menerobos rumah Usman lewat rumah Amr bin Hazm. Dan setelah melalui pertempuran singkat, pertahanan Usman runtuh. Sebagian pendukung Usman berhasil menyelamatkan diri atau bersembunyi di rumah Ummu Habibah (salah satu istri Rosulullah, saudari Muawiyah). Namun sebagian besar lainnya, termasuk Usman, tewas dibunuh.

Masih menjadi perdebatan tentang siapa yang membunuh Usman dan dengan cara bagaimana ia dibunuh. Seorang sejarahwan menulis Usman dibunuh dengan cara ditebas kepalanya oleh Thallah bin Ubaidillah, salah seorang sahabat utama Rosulullah yang diyakini sebagian muslim (Sunni) termasuk mereka yang dijamin masuk surga. Sebagian lainnya menyebutkan Muhammad bin Abu Bakar-lah yang telah membunuh Usman.

Menjadi perdebatan lainnya adalah keterlibatan para sahabat Rosulullah dalam peristiwa ini. Meski para ulama berusaha "menyembunyikan" keterlibatan tersebut. Bahwa pembunuh Usman adalah para pemberontak yang termakan oleh fitnah keji orang-orang munafik. Namun buku-buku sejarah maupun logika sehat menolak pendapat bahwa para sahabat Rosul terbebas dari peristiwa tragis tersebut. Tanpa bantuan penduduk Madinah yang mayoritas adalah sahabat Rosul, para demonstran dari Mesir dan luar kota lainnya tidak akan mampu membunuh Usman. Karena bagaimana pun Usman adalah seorang khalifah yang mendapat dukungan penuh dari kerabatnya, Bani Umayah yang sangat berpengaruh.

Buku-buku sejarah klasik menyebutkan keterlibatan (setidaknya) dua orang sahabat utama Rosul, Thallah bin Ubaidillah dan Zubeir bin Awwam, dan seorang istri Rosul, Aisyah.

Sejarahwan Islam Ibn Abi'l-Hadid menulis: "Mereka yang telah menuliskan peristiwa pembunuhan Usman menyatakan bahwa pada hari pembunuhan itu Thallah adalah salah seorang yang turut menyerang Usman, dengan wajah diliputi kemarahan ia melontarkan panah ke rumah Usman."

Ia juga menulis: Para sejarahwan juga menulis bahwa Zubeir berteriak-teriak "Bunuh Usman. Bunuh Usman. Sungguh ia telah kafir!". Ketika orang-orang mengingatkan bahwa putranya berada di rumah Usman, ia berkata "Meski putraku harus mati, Usman harus dibunuh!". (Sharh Nahj al-balaghah, vol.9, pp. 35-36)

Adapun mengenai Aisyah sejarahwan Ibnu Abd Rabbih menulis: Al-Mughirah bin Shu`bah mendatangi Aisyah yang berteriak: "O' Abu Abdillah, saya berharap kamu bersama saya waktu Perang Jamal berlangsung, saat mana panah-panah beterbangan menembus onta saya dan sebagian di antaranya menembus badan saya." Al Mughirah menjawab: "Saya sebenarnya berharap Anda meninggal saat itu." Aisyah terkejut dan berkata: "Mengapa kamu berkata begitu?". Al Mughirah pun menjawab: "Itu adalah balasan atas apa yang telah Anda lakukan terhadap Usman." (al-`Iqd al-farid, vol. 4, p. 294)

4 comments:

Unknown said...

Belajar sejarah nabi lagi dehh secara keseluruhan,
Jangan asal comot artikel.. oke brow..

Unknown said...

Belajar sejarah nabi lagi dehh secara keseluruhan,
Jangan asal comot artikel.. oke brow..

cahyono adi said...

Justru Anda yg tidak pernah belajar sejarah. Tolong sekali lagi jangan asal bicara dan tuduh. Tunjukkan mana yg salah.

abu bakar said...

wahabi tidak suka cerita begini,namun itulah kebenaran..walau pahit,pengkaji yang baik akan mengambil pelajaran dari tindakan Ali dan peristiwaini yang persis terjadi di mesir- kelompok yg tidak mahu bertolak ansur,,,akhirnya terbunuh,,,apa nak di katakan lagi