Friday, 20 May 2011
JANGAN ADA LAGI ADA KECELAKAAN UNTUK ANAK SEKOLAH
Hari ini saya kembali menyaksikan pemandangan yang menyesakkan dada, yaitu kecelakaan lalu-lintas yang dialami oleh seorang anak sekolah. Memiliki anak-anak yang setiap hari berangkat sekolah dengan seragam putihnya, tentu saja pemandangan seorang anak sekolah yang mengalami kecelakaan lalu-lintas sangat meresahkan saya.
Saya bersyukur bahwa sampai saat ini anak-anak saya tidak pernah mengalami kecelakaan seperti itu. Tapi tentu saja tidak ada jaminan hal itu berlaku selamanya. Apalagi melihat trend angkutan umum di Indonesia, khususnya di kota tempat saya tinggal, justru semakin buruk dengan jumlah kendaraan umum yang tidak terkendali. Jalan tempat saya melihat kecelakaan lalu-lintas tersebut di atas, 5 tahun yang lalu adalah jalan yang sangat sepi. Tapi kini jalan ini berubah sangat ramai, bahkan merupakan jalur yang mengalami kemacetan pada hari-hari sibuk.
Entah berapa anak sekolah yang setiap hari menjadi korban kecelakaan lalu-lintas saat berangkat atau pulang sekolah. Tapi saya yakin, dengan belasan juta anak sekolah yang setiap hari lalu-lalang di jalanan menuju dan meninggalkan sekolahnya, angka itu mencapai ribuan kecelakaan setiap hari.
Sungguh menyakitkan rasanya, bangsa besar yang sudah merdeka 60 tahun lebih ini tidak bisa menyediakan sistem angkutan massal yang aman, cepat dan murah. Padahal tidak ada susahnya sama sekali bagi pemerintah untuk menyediakan kebutuhan tersebut. Saya berani katakan dengan kapasitas saya sebagai warganegara biasa, bukan pakar transporatasi, bahwa sama sekali tidak ada kesulitannya bagi pemerintah. Yang sulit adalah kemauan politik dan kemauan menahan diri dari tindakan korupsi.
Singkat saja. Jika pemerintah melakukan pembatasan kendaraan bermotor diiringi pembangunan sistem transportasi massal yang mudah, cepat dan aman, otomatis jumlah kendaraan bermotor akan berkurang sehingga secara otomatis pula mengurangi angka kecelakaan. Dengan Rp 1.000 triliun lebih dana yang dikelola pemerintah setiap tahun, tidak ada kesulitan untuk menyediakan sarana transportasi massal yang baik, asal pemerintah mau mengetatkan ikat pinggang mengurangi nafsu hidup bermewah-mewah, termasuk menunda pembangunan gedung DPR hingga Rp 777 miliar dan gedung-gedung mewah lainnya, termasuk juga nafsu jalan-jalan ke luar negeri dengan uang rakyat. Apalagi jika pemberantasan korupsi serius dilakukan, pemborosan bisa dialihkan untuk melakukan pembangunan yang bermanfaat dan penerimaan negara bisa lebih ditingkatkan lagi beberapa kali lipat.
Tidak ada urgensinya sama sekali membangun gedung-gedung pemerintah super mewah seperti Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Mahkamah Konstitusi dan gedung baru DPR yang dananya didapat dari hutang luar negeri dan harus ditanggung oleh rakyat. Mungkin saja pembangunan gedung-gedung itu bukan berasal dari dana pinjaman dan murni dari pendapatan pemerintah. Tapi ingat, karena pemborosan-pemborosan itu APBN menjadi defisit dan harus dibiayai dengan hutang. Apalagi jika dilihat banyaknya simbol-simbol yang menunjukkan keberadaan "asing" di gedung-gedung super mewah itu seperti piramid (Mahkamah Konstitusi, gedung DPR yang baru juga akan memiliki bangunan berbentuk piramid, bukan stupa yang masih memiliki akar sejarah Indonesia) dan bintang daud (Departemen Keuangan) serta keberadaan kantor LSM asing di gedung DPR.
Wahai para pejabat pengambil keputusan. Kelak ribuan orang anak sekolah korban kecelakaan itu, bersama orang tua dan saudara kerabat mereka akan menuntut Anda di hadapan Tuhan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment