Friday, 22 July 2016

Kudeta Turki dan Faktor Fethullah Gullen


Indonesian Free Press -- Presiden Turki Tayyep Erdogan, mungkin saja telah mengetahui rencana kudeta dan ia tidak mencegahnya. Karena, ia tahu kudeta hanya dilakukan oleh satu faksi dalam militer Turki, sementara ia masih mengendalikan seluruh aparat inteligen, polisi, Tentara ke-7 yang loyal dan ditugaskan menggempur gerilyawan Kurdi, dan lebih penting lagi jutaan pendukung fanatiknya yang siap mengorbankan nyawanya demi melawan 'antek-antek zionis NATO'.

Adapun, pemberontak terdiri dari unsur-unsur utama Angkatan Udara yang basis utamanya di Pangkalan Udara NATO di Incirlik, Pasukan Pengawal Perbatasan (Gendermerie), dan unsur-unsur Tentara ke-3 yang menjadi bagian dari unit reaksi cepat NATO yang berbasis di dekat Istanbul. Namun, meski mereka cukup kuat dan mampu menduduki Istanbul dan Ankara dengan kendaraan-kendaraan lapis baja, dan pesawat-pesawat F-16 serta helikopter-helikopter Cobra mereka membom Gedung Parlemen, menyerang Istana Kepresidenan, Markas Besar Militer dan markas inteligen pendukung Erdogan, mereka tidak memiliki kepemimpinan yang kuat, sehingga gamang dalam segala tindakan. Mereka bingung, apakah harus menembak ataukan tidak ketika ribuan pendukung Erdogan yang nekad mendatangi mereka.


Di sisi lain, Erdogan telah mempersiapkan segalanya untuk menghadapi kudeta. Pada kesempatan pertama menerima informasi terjadinya kudeta dan pemberontak belum sempat menyerbu hotel tempatnya menginap dalam liburan akhir pekan di Bodrum, Erdogan sudah mengudara dengan pesawat kepresidenannya, yang dilangkapi peralatan elektronik canggih yang memungkinkannya tetap memegang komando tanpa diketahui keberadaannya oleh pesawat-pesawat tempur pemberontak.

Pada pukul 1.43 dini hari Sabtu (16 Juli) pesawat Gulfstream 4 Erdogan mengudara dan pukul 2.00 dini hari Tentara ke-7 menyatakan loyalitas kepada Erdogan, disusul kemudian pernyataan Perdana Menteri Binali Yildirim tentang kegagalan kudeta. Maka ketika pada Sabtu pagi Erdogan mendarat di Bandara Internasional Istambul, yang sebelumnya dikuasai pemberontak, tidak satu tembakanpun terdengar.

Itu terjadi setelah pidato Erdogan melalui Face Time yang dibuat sesaat sebelum meninggalkan Bodrum berhasil disiarkan melalui CNN Turkey, kemudian disebarluaskan melalui pengeras suara masjid-masjid di seluruh Turki, dan mampu menggerakkan ribuan pendukung Erdogan turun ke jalanan dan melakukan gerakan kontra-kudeta bersama aparat pendukung Erdogan.

"Maka, Tuhan bekerja dengan cara misterius. Seruan Erdogan diikuti oleh para pemuda Turki, bahkan mereka yang sebelumnya melakukan aksi protes terhadapnya di Gezi Park, dimana mereka ditembaki polisi. Mereka berfikir, boleh saja Erdogan dan pemerintahan AKP-nya menjijikkan, namun mereka akan mendukungnya melawan “kudeta militer fasis. Belum lagi disebutkan bahwa setiap masjid di seluruh Turki menyebar-luaskan seruan Erdogan," tulis wartawan senior Pepe Escobar di media Rusia Sputnik News, 17 Juli lalu.

Pemerintah Turki tengah terlibat ketegangan diplomatik dengan Amerika setelah menuduh Fethullah Gullen, tokoh oposisi Turki yang dilindungi Amerika, sebagai otak dari kudeta gagal tersebut. Tuduhan tersebut cukup mengejutkan karena Gullen dikenal tidak memiliki kedekatan dengan militer, dan bersama-sama Erdogan pernah berjuang bersama melawan dominasi militer Turki. Namun sebuah pengakuan Mayjend (Purn) Ahmet Yavuz kepada Sputnik News, 20 Juli.

Menurut pengakuan mantan perwira tinggi militer Turki itu, militer Turki tidak peduli dengan adanya infiltrasi Fethullah Gulen dalam tubuh militer Turki. Pengakuan itu disampaikan terkait dengan tuduhan Turki terhadap Gullen terkait dengan kudeta gagal tersebut.

"Setiap orang menunjukkan sikap tidak peduli, termasuk saya. Jika ada masalah, saya harus bertanya pada diri sendiri sejauh mana tanggungjwab saya," kata Yavuz.

Pengakuan tersebut secara tersirat juga disetujui oleh Mantan Kastaf Angkatan Bersenjata Turki Jendral Necdet Ozel, yang mengatakan bahwa para perwira pendukung Gulen telah berhasil menyembunyikan diri dengan baik.

"Kalau tidak kami tentu sudah memecatnya," kata Ozel.

"Kami telah berbicara tentang kelompok pendukung Gullen yang berkembang di tubuh militer, namun tidak ada yang mendengarkan kami," kata Yavuz.

Menurut pendapat Yavuz, para pendukung Gullen berhasil menyusuk ke dalam militer Turki karena apa yang dialami militer Turki selama 10 tahun terakhir.

"Angkatan Bersenjata Turki telah capai dengan berbagai tuduhan palsu tentang spionase dan rencana kudeta. Terkait gerakan Gullen, keberhasilannya menyusup karena keterbatasan inteligen militer Turki," kata Yavuz menyebut aksi-aksi pembersihan terhadap militer yang dilakukan pemerintahan Erdogan yang telah membuat militer lemah.(ca)

No comments: