Sunday, 31 July 2016

Kerusuhan Tanjungbalai Tahun 1998

Indonesian Free Press -- Tanggal 27 Mei 2016 genap 18 tahun runtuhnya Mafia yang dibangun oleh Abie Besok, gembong penyeludup Kota Tanjungbalai. Dan pada 27 Mei 1998 itu pula merupakan dimulai gerakan reformasi di Indonesia, dan saat itu awal runtuhnya mafia yang dibangun oleh Dr. Suwardi Salim alias Abie Besok di Tanjungbalai khususnya, dan Sumatera Utara pada umumnya.
Siapa tak kenal dengan Abie Besok, gembong penyelundup kelas kakap di Sumut yang tinggal di Tanjungbalai di tahun 90-an ke bawah? Jaringan Abie Besok yang konon dekat dengan Megawati Soekarnoputri ketika menjabat Presiden Indonesia.

Sepak terjang Abie Besok dalam penyelundupan Illegal logging tidak saja menguasai Sumut, tapi juga merambah ke Aceh, Riau, Jambi. Hutan-hutan di provinsi habis dibabat oleh mafioso ini, dan kayunya diekspor secara ilegal ke Malaysia melalui pelabuhan rakyat di Tanjungbalai.


Uang yang dihasilkan dari perambahan hutan di 4 provinsi ini membuat Abie Besok mampu membangun kekuasaannya dengan menundukkan para petinggi ABRI maupun sipil di negeri ini. Jalinan lobinya dengan para petinggi ABRI dan sipil tidak hanya di level provinsi tapi telah menjangkau ke tingkat pusat di DKI Jakarta.

Dengan kekuasaan yang dimilikinya, Abie Besok membangun kekuatan mafia di Tanjungbalai. Abie mampu menundukkan Ketua Pemuda Pancasila Tanjungbalai, M Kosasih, untuk bergabung dengannya. Abie memiliki tukang tukang pukul yang dikoordinir oleh 3 serangkai, yakni Edi Balon, Anwar Tembak, dan Rasyid Ridho. Anwar Tembak dan Rasyid Ridho berhasil jadi Ketua Pemuda Pancasila Tanjungbalai menggantikan M Kosasih ketika perpecahan di antara gembong penyeludup. M Kosasih belakangan lebih dekat dengan kelompok Felix Wijaya atau Aweng. Felix Wijaya membangun kelompok dengan menghimpun orang profesional, yakni Zaharuddin, SE, Ketua PMI Sumut yang kini menjabat Direktur Kantor PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai, Rolel Harahap, SE, Mantan Ketua DPD KNPI Sumatera Utara yang kini menjabat Wakil Walikota Tanjungbalai, Amran Rasyid (Alm) Ketua Pemuda Alwasliyah Tanjungbalai, Ucok Aseng, H Romaynoor, SE, sekarang menjabat Ketua DPRD Tanjungbalai, dan beberapa tokoh pemuda lain.

Gebrakan kelompok Aweng berbeda jauh dengan gerakan yang dilakukan kelompok Abie Besok yang penuh nuansa premanisme. Siapa saja menghalangi penyelundupan yang dilakukan Boss Abi Besok, mereka sikat. Tidak peduli dia ABRI maupun Sipil. Tak terhitung jumlah wartawan yang menjadi korban kekerasan oleh kelompok Abie Besok. Berbeda dengan gerakan yang dilakukan kelompok Aweng. Mereka tidak andalkan otot, tapi mengandalkan otak. Makanya Felix Wijaya sebelum reformasi telah mengalihkan usaha di luar Tanjungbalai.

Tindakan yang dilakukan oleh kelompok Abie Besok menyimpan dendam bagi masyarakat Tanjungbalai. Karena waktu Abie Besok berkuasa, tidak ada yang berani mengganggu kekuasaannya. Abie Besok merupakan pelindung tangguh bagi kalangan etnis Chinese di Tanjungbalai. Masyarakat cina di Tanjungbalai tersenggol sedikit saja, langsung yang menyenggol berhadapan dengan aparat keamanan, atau setidaknya dengan kelompok Abie Besok.

Tapi akhirnya ketika kerusuhan massa terjadi pada 27 Mei 1998, warga cina menjadi korban amuk massa di Tanjungbalai. Amuk massa 27 Mei 1998 di Tanjungbalai adalah rentetan dari peristiwa amuk massa awal reformasi di kota-kota besar Indonesia. Jakarta bergejolak, pembakaran, penjarahan toko-toko milik warga cina di kota-kota besar merambat sampai ke Tanjungbalai. Walaupun dalam peristiwa ini di Tanjungbalai tidak ada korban jiwa, tapi ratusan rumah milik warga cina dibakar dan dihancurkan massa.

Penjarahan terjadi di setiap toko toko milik warga cina. Awal peristiwa itu dimulai dari 3 anak penyemir sepatu yang mendapat kekerasan dari pemilik toko di Jalan Sisingamangaraja, di mana anak tersebut menyemir sepatu di depan toko perabotan. Oleh si pemilik toko, anak tersebut diusir dengan cara menendangnya. Akibat kejadian ini, ketiga anak tersebut mengadukan ke H Buyung, pemilik Pesantren Modern Al-Falah di Tanjungbalai.

H Buyung cucu Ulama besar Sumut, H Tuan Tahir Abdullah, adalah tokoh pemuda yang peduli terhadap tindakan kekerasan, maksiat dan kezaliman di Tanjungbalai. Mendapat laporan dari ketiga orangtua anak tersebut, spontan H Buyung membawa ketiga anak itu ke Kantor DPRD Kota Tanjungbalai, untuk melaporkan bahwa telah terjadi tindak kekerasan terhadap anak. DPRD Tanjungbalaipun menggelar sidang terbatas dengan maksud menengahi persoalan itu agar jangan menjadi persoalan SARA.

Pada sidang terbatas yang digelar DPRD Tanjungbalai, kehadiran massa ke gedung DPRD tidak dapat dibendung. Gejolak pun mulai terjadi, sasaran ditujukan ke M Kosasih, Ketua Pemuda Pancasila, yang juga anggota DPRD Kota Tanjungbalai dari Golkar. Kaca-kaca jendela gedung DPRD Tanjungbalai mulai dilempari oleh massa, situasi di gedung pun mulai tak menentu. Teriakan "Bunuh Kosasih!" makin membahana diucapkan warga yang mulai kalap. Mereka menuduh Kosasih anteknya warga keturunan cina. Dalam situasi tidak menentu, M Kosasih terpaksa diselamatkan oleh Kapten (Pelaut) Teguh Widodo yang kala itu menjabat Komandan Pos Angkatan Laut Tanjungbalai Asahan.

Situasi pun tak terkendali. Massa yang berada di gedung DPRD Tanjungbalai terbagi 2. Ada yang tetap tinggal di gedung, dan sebagian lagi mendatangi toko perabot yang pemiliknya telah melakukan kekerasan ke 3 anak penyemir sepatu itu. Toko-toko milik warga cina di Tanjungbalai mendapat pengawalan dari Pemuda Pancasila lengkap dengan pakaian lorengnya.

Abie Besok dikawal Edi Balon, Anwar Tembak, dan Rasyid Ridho, serta para tukang pukulnya melakukan patroli di jalanan Tanjungbalai dengan mobil Jeep Willys terbuka. Masing-masing memiliki senjata api di tangan. Tindakan patroli yang dilakukan Abie Besok dan tukang pukulnya bukan membuat massa menjadi takut, malah menimbulkan kemarahan bagi massa yang telah menyimpan dendam. Tanpa dikomando, massa melakukan pelemparan-pelemparan terhadap rumah rumah milik warga cina. Pemuda Pancasila yang melakukan pengawalan rumah-rumah dan toko-toko warga cina, terpaksa menyelamatkan diri dengan membuka seragamnya, malah mereka turut bergabung dengan massa melempari dan membakar rumah dan toko-toko milik warga cina.

Situasi Tanjungbalai pun tidak terkendali, petugas keamanan dari Polres Tanjungbalai Asahan tak mampu mengamankan situasi. Mereka akhirnya menjadi penonton terhadap amuk massa di Tanjungbalai. Kelompok mafia yang dibina Abie Besok pun mulai bubar, masing-masing menyelamatkan diri. Dan tidak terlihat lagi batang hidung mereka. Situasi mulai aman ketika 1 pasukan TNI dari Korem 022/PT Pematang Siantar melakukan pengamanan dengan memblokir seluruh jalan yang masuk ke Tanjungbalai. Namun sebelumnya pasukan ini seperti memberi kesempatan ke massa untuk melakukan penjarahan, asal tidak melakukan pembakaran.

Tanggal 28 Mei 1998, keadaan Tanjungbalai baru tenang kembali. Walaupun akses menuju kota masih ditutup. Pengawalan diambil alih oleh pihak Polres Tanjungbalai Asahan dengan menurunkan personil Mobile Brigade. Dan di 28 Mei 1998 ini pula ratusan massa yang masih melakukan penjarahan ditangkapi oleh pihak keamanan dan dimasukkan penjara. Tanjungbalai kembali aman seperti sediakala. Namun penyeludupan yang dilakukan kelompok Abie Besok tetap berjalan, walaupun tidak sevulgar sebelumnya. Dan tindakan kelompok mafia yang dibentuk Abie Besok ini dalam melakukan kekerasan mulai berkurang, karena warga Tanjungbalai semakin berani melakukan perlawanan.

Tahun 2000, barulah kelompok mafia pimpinan Abie Besok ini bubar total seiring adanya peraturan pemerintah yang melarang masuk barang-barang bekas dari luar negeri ke Indonesia, dan ditutupnya perjudian di seluruh bumi Nusantara. Kini Abie Besok hanya tinggal kenangan, Abie Besok pun jarang terlihat di muka umum. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di kediamannya yang bernama gedung putih. Warga cina yang menjadi korban amuk massa 27 Mei 1998 tidak lagi mempercayai Abie, karena sebelum terjadi amuk massa, Abie melakukan pengutipan uang ke mereka untuk biaya pengamanan dengan menggunakan Pemuda Pancasila. Tapi hasilnya mereka menjadi korban. Rasa dendam dan duka yang dirasakan warga cina di Tanjungbalai masih terlihat dari sikap mereka. Banyak dari mereka yang tidak mau memperbaiki kerusakan di rumah dan toko akibat terjadinya amuk massa. Setiap melihat kerusakan itu, maka mereka akan teringat dengan peristiwa yang memilukan itu. Mari melawan lupa.(ca)


Keterangan: dicopas dari fanpage Facebook 'Tolak Jokowi'. Tulisan ini dimuat berkaitan dengan adanya kerusuhan berbau sara di Tanjungbalai, Sumut, pekan lalu.


2 comments:

Anonymous said...

Maaf mas Cahyono Adi, kenapa dalam tulisan yg lain ketika saya klik "baca selengkapnya" saya di suguhi tulisan "maaf yang anda cari tidak ada di blog ini".. Ada apa Mas,,? Apakah blog anda di ganggu lagi,,?

Kasamago said...

di sluruh Indonesia mungkin masih ada Kasus2 Tanjung Balai lainnya yg menanti utk di ungkap..